Beberapa saat pada ibu saling pandang. Dan bukannya dua orang jumblo itu yang mendekat, tetapi justru Bu Katrina. Janda cantik itu menyalami Kang Murbani dan Wak Ja'far dengan tersenyum manis sekali. "Kenalkan, nama saya Bu Katrina. . . . ! Profesi dokter. . . . .!"
Kang Murbani dan Wak Ja'far seperti mengkerut mendengar profesi wanita itu.
"Nama saya Kang Murbani. . . .!"
"Saya, Wak Ja'far. Yah, nanti kalau saya sakit pasti berobat ke tempat praktik Bu Dokter.. . .!"
"O, boleh. . . .boleh. Saya dokter spesialis penyakit jiwa. Apakah Wak Ja'far . . . Â .?"
Ibu-ibu tertawa serempak. "Hahaha. Kang Murbani dan Wak Ja'far akan segera dibawa ke rumah sakit jiwa. . . . .!" ucap Bu Tini Subejo.
Permainan catur spontan bubar. Kedua jomblo itu tidak bersemangat lagi meneruskan rencana. Mereka sadar diri tidak perlu diteruskan. Keduanya merasa tidak selevel, merasa terlalu rendah bila harus berharap, merasa terlalu 'serupa pungguk merindukan bulan di langit'. Ahay. . . !*** (Selesai)
Bandung, 13 April 2018
Catatan: Korban tewas midras oplosan di Cicalengka per 10/4/2018 menjadi 41 orang
Cerpen sebelumnya:
- cerpen-bermain-catur-botram-dan-rumah-sakit-jiwa-1
- cerpen-kucing-nasib-dan-wahyu-sapta-rini
- cerpen-kebencian-abu-lahab-melekat-pada-diri-mas-amin-1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H