Begitu selesai bicara,Yu Ngatmi benar-benar mengejar Mas Amin. Yu Ngat yang berdaster panjang itu sampai terjengkang-jengkang, lompat sana-sini, hingga berakhir di kubangan kerbau seberang jembatan saluran irigasi.
Pada kesempatan lain Mas Amin menemukan pengalaman berbeda yang tak disangka-sangkanya.
"Mas Amin harus punya banyak sabar. Sabar nagih, nunggu, sabar mendengar alasan orang yang mendapat kesulitas untuk mengangsur tepat waktu. . . . !" ucap Mak Masnah menasihati.
"Bukan Emak yang wajib menasehati. Aku yang justru harus menasehatimu. Kalau Emak tidak punya penghasilan tetap, tidak perlulah mengkredit barang. Pakai saja perabotan gerabah dan memasak pakai kayu. Pendapatan cuma menunggu pemberian anak-anak kok banyak gaya. Sedangkan mereka sering melupakan orangtua. Mana bisa tukang kredit sabar, harus sabar-sabar kalau orang yang utang terus mangkir dari angsuran.. . . .!" jawab Mas Amin tak mau kalah.
"Ohh, begitu ya Mas? Wah iya, maafin. Mak 'kan orang tua, mestinya yang wajib menasihati. . .!"
"Simpan nasihat itu untuk anak-anak Emak jika pulang kelak. Bilang pada mereka, jangan Emak dipermalukan tukang kredit lantaran selalu mangkir, berkelit, pura-pura sakit. . . !" ujar Mas Amin.
Begitulah. Karena banyak orang yang tidak mampu membayar utang. Mas Amin bersikap keras dengan mengambil kembali barang yang mereka kredit. Lumayan masih ada buktinya pada bandar sehingga setoran pun bisa berkurang dari harga pokoknya. (Bersambung)
Bandung, 25 Maret 2018
Keterangan: "Prabowo mengakui bahwa ia mengutip sebuah karya fiksi ilmiah novel fiksi Ghost Fleet: a Novel of The Next World War, karya pengamat militer, Peter W. Singer dan August Cole sebagai dasar "ramalannya". Sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H