Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kalau Tidak Nyinyir Gatal-gatalkah?

13 Maret 2018   06:20 Diperbarui: 13 Maret 2018   11:51 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Edi Mur melanjutkan tema bahasannya. "Kubayangkan betapa lucunya jika dua ikan buntal jadi juara bersama!"

Orang-orang tertawa girang, kecuali Lik Sumar.

"Juara apa?" tanya Lik Sumar yang agaknya paling malas nonton berita. Di tengah pekerjaannya sebagai tukang sablon hobinya hanya mendengarkan lagu-lagu koes plus. Tidak ada peristiwa politik sedikit pun yang melintas di kepalanya. Pantas saja ia paling buta berita.

"Juara apa? Semua orang sudah tahu. . . .!" Mas Bejo menjawab setengah jengkel.

"Juara dalam lomba burung berkicau. . .  hahaha. Aneh sekali ya? Begitu nyinyirnya dua orang itu hingga hanya burung berkicau yang mampu menandingi. Dan ternyata kemudian semua burung berkicau pun kalah nyaring, kalah bening, bahkan kalah heboh kicauannya. . .!" ucap Edi Mur berimajinsi.

"Ooo. . .!" itu saja tanggapan Lik Sumar.

Selain empat orang yang membanting kartu, ada dua orang lagi di pos ronda itu yang dari tadi diam saja. Tidak sepatah katapun terlontar. Hanya suara sruputan pada cangkir kopi, diikuti sedotan pada rokok filter di bibir serta embusan asap membubung. Kang Murbani dan Wak Ja'far dari tadi saling berhadapan dengan persolan rumit dan pelik di kepala mereka masing-masing.

Sampai kemudian sebuah teriakan Kang Murbani nyaring terdengar, "Skak mat. . ..!"

Lalu keduanya tertawa terbahak-bahak. Wak Ja'far geleng-geleng kapala begita rupa sehingga lehernya seperti muntir sekian derajat sebelum kemudian seperti melenting kembali pada posisi semula. "Edan. . . .! Kau tipu aku dengan manisnya ya? Kacau sekali. Lagakmu seperti menghindar, padahal mengincar skak mat! Hahaha. Aku kalah!"

Dua orang itu masih asyik dengan komentar mengenai langkah demi langkah yang mereka main untuk sampai pada kematian raja milik Wak Ja'far yang begitu tragis. Keduanya tidak menyadari bahwa empat kawan yang tadi bermain  gaple sudah tidak lagi bersuara. Agaknya mereka diam-diam mengundurkan diri. Pulang tanpa pamit!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun