Dua minggu kegitan kampanye berlangsung. Tidak ada ingar-bingar di jalan raya, di stadion, di gedung-gedung besar. Semua dipindahkan di studio tv-radio dan tempat lain yang lebih sempit.
Bang Frederiko dan Mas Jambul tidak kesulitan menghadapi lawan-lawannya dalam debat. Mereka juga kompak dalam adu visi-misi, lomba pidato-melawak-menyanyi hingga panco. Tidak terlalu dominan memang. Namun, saat semua hasil penilaian diakamulasi ternyata Bang Frederiko dan Mas Jambul unggul tipis.
***
Kampanye terakhir bentuknya agak aneh, yaitu lomba adu fisik. Bentuknya lari dengan sebelah kaki, berenang dengan sebelah tangan, serta bersepeda dengan sepeda satu roda. Balapan, adu cepat sampai finis. Disiarkan langsung semua media elektronik dan online.
“Ini kampanye untuk apa? Memperlihatkan ketahanan diri agar orang yakin bahwa pasangan cagub dan cawagub yang saling bersaing tidak gampang gugup, bertamina prima, serta trampil berakrobat?” protes Bang Frederiko dengan sengit.
“Bukan. . . .” jawab Pakdhe Maruto, ketua petugas pelaksana pemilu Gubernur/ Wakil Gubernur Provinsi Banyumili, dengan tanpa ekspresi.
“Lalu untuk apa?”
“Untuk laga pamungkas, semacam grand final. Sebutan asli lomba ini sebenarnya lomba lawak, yaitu mencandai sestiap pasangan cagub/cawagub untuk mengetahui seberapa besar rasa humor tiap pasangan, seberapa konyol, seberapa licik, dan terutama juga seberapa berani mereka mentertawakan diri sendiri.. . . .!”
“Aneh!”
“Seorang calon pemimpin hebat adalah mereka yang tidak gampang disogok, tidak gampang dipuja-puji, dan terutama juga tidak gampang menjual idealisme meski diiming-imingi apapun. . . .!”
“Apakah semua pasangan mendapatkan bocoran latar-belakang kampanye pamungkas ini?” kejar Bang Frederiko penasaran.