Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerpen) Ide Besar Denmas Sandi

22 September 2016   22:36 Diperbarui: 23 September 2016   00:23 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
menunggu bus lewat, Sumber Gambar: www.californiawatercolor.com

“Tiga jam! Mungkin sore Pak Gubernur baru bisa memberi keterangan pers?”  jawab Mas Bagas nama juru kamera itu. “Nunggu Pak Gubernur juga?”

 “Ya, empat mata kalau bisa! Ini penting!”

 “Apa bapak konglomerat? Investor? Atau mungkin pejabat dari Pemerintah Pusat?” tanya kamerawan itu serius. “Hanya orang-orang sangat penting yang bisa bicara empat mata dengan Pak Gubernur. Itupun harus ada perjanjian dulu, Bapak. . . .?”

Sandi pura-pura tidak mendengar rentetan pertanyaan terakhir itu. Ia memberi tanda dengan kedua jari di bibir, lalu bergegas keluar dari ruang tunggu yang makin penuh. Ruangan seluas itu masih juga penuh orang. Mau ada acara apa sebenarnya ini?

Belum sampai dua puluh menit duduk rapi sambil mengisap rokok filter di tangga keluar bersama banyak wartawan dan seniman di situ, terjadi kegaduhan luar bisa. Sandi terjingkat berdiri, dan merangsek masuk untuk mengetahui apa yang terjadi. Seseorang Petugas Protokoler mengumumkan menggunakan pengeras suara: “Saudara-saudara, sebentar lagi Gubernur kita Bapak Domi Martandi akan mengumumkan sesuatu yang sangat penting, khususnya untuk para seniman. Dan bagi para pekerja pers, pengumuman Gubernur hari ini agar segera disebarluaskan, dan mulai dilaksanakan tepat pada pukul 00.00 tengah malam nanti! Sementara ini ruangan yang diperlukan untuk konferensi sedang dipersiapkan. . . . .!”

Puluhan orang berdesakan untuk mencari tahu lebih banyak tentang apa yang bakal diumumkan Gubernur, petugas itu tidak menjawab. Ia cepat berlalu menyelinap di balik pintu ruang Sekretariat Gubernur, dan menutup pintu bertuliskan “Mohon Tenang. Ada Rapat’.

Tidak sampai lima menit Pak Domi Martandi sudah keluar ruangan kerjanya, diikuti beberapa Kepala Biro, Petugas Sekretariat, juga Kepala Humas dan Protokol, menuju ruangan sidang, di samping kiri ruang tunggu. Speaker sudah disiapkan, tempat duduk rapi, juga dos makanan kecil di meja.

Sandi mengambil tempat paling depan setelah berjuang dengan mendorong dan menyelinap diantara orang lain. Ia bernafas lega, dan sebelum acara dimulai, dos isi kue dan air mineral itu lebih dahulu disantapnya dengan lahap. Ia lupa sejak pagi tidak makan-minum apapun.

 “Saudara-saudara, perlu saya sampaikan sesuatu yang sangat penting, khususnya untuk para seniman. Seperti tadi sudah diumumkan petugas protokoler.  Ini terkait dengan keterbatasan anggaran Pemerintah Gubernuran, juga berkaitan dengan efisiensi maka. . . . . .!”

Terjadi keributan di ruang sidang bagian belakang, saling dorong, saling sikut, saling injak kaki, dan akhirnya Sandi terbangun. Bus kota yang ditumpanginya itu ternyata mogok di tikungan menuju Pasar Baru. Semua penumpang sudah turun untuk berganti bus kota lain. Tinggal Sandi saja yang karena kelelahan yang amat-sangat tersungkur dalam dengkur yang tak tertahankan.

Ia bangun terjingkat-jingkat, lebih kaget lagi ketika kemudian menyadari dompet dan map merahnya raib. Sandi bin Dalimin menggerutu, memaki, dan menyumpah-nyumpah entah kepada siapa. Ia melompat keluar pintu dan menendang-nendangkan sepatu ke ban bus. Wajahnya kacau, pakaiannya kusut, sol sepatunya lepas. Ia tambah geram karena harus berjalan kaki pulang dalam gerimis, sambil membayangkan ide-ide besar yang tertuang di dalam lembar-lembar kertas di map merah itu bakal dijiplak seniman lain. Ah, dasar sial!***

Bandung, 23 April 2015– 22 September 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun