Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cinta yang Menua (Tamat)

21 Juni 2016   23:58 Diperbarui: 22 Juni 2016   00:16 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kenapa?”

“Kami berbeda keyakinan. Dan semuanya memang beda. Apa saja beda.”

“Lalu apa sebenarnya yang menyatukan? Kesalahan memutuskan, keterpaksaan, atau apa?”

“Hampir seperti keterpaksaan, tapi ini juh berbeda. Kami disatukan semata karena kenekatan. Retno Pratiwi nama perempuan itu. Pemain watak di panggung, serba bisa, dan punya pesona artistik yang uar biasa.. . . . !”

“Ohh, begaimana itu?”                                                                                                                       

“Sulit dilukiskan ketertarikan Abang waktu itu. Lalu ego sebagai penulis naskah, sebagai sutradara, dan sekaligus penara dana untuk pentas yang harus didengar mengharuskanku menaklukan dia. Nekat. Dan dia pun menerima tantanganku dengan nekat pula. Kami menikah untuk menjalani semua perbedaan dengan mencoba sabar. Dan akhirnya memang kandas. . . . .!”

“Anak sudah empat waktu itu?”

“Ya, empat. Kariernya membaik, dan aku merelakan keempatnya dia yang mengasuh. Kini satu orang bekerja, dua kuliah dan si bungsu SMA.. . . .!”

Tak teras mobil sudah berhenti. Parkir di sebuah taman kota yang rindang dan teduh. Lapngan parkir luas. Dan banyak orang dengan anggota keluarga bermain apa saja di sana. Tentu suasana bulan Ramadhan sangat kentara. Orang menyebut waktu menunggu bedug Maghrib sebagai ngabuburit. Istilah bahasa Sunda itu menasional. Arjo tertegun dan membayangkan kembali ketika keluarganya masih utuh dulu. Tiga orang berpuasa yaitu Rahyu, Rahmi dan dirinya sendiri. Tiga orang lainnya tidak berpuasa, yaitu isterinya, Daman dan Damin. Itu karena keyakinan agama yang berbeda.

“Apakah kamu sengaja mengajakku ke tempat ini agar aku kembali pada isteri dan anak-anakku?” kata Arjo ketika menemukan bangku kosong.

“Sama sekali bukan!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun