Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta yang Menua (Bab Terakhir)

21 Juni 2016   22:35 Diperbarui: 21 Juni 2016   22:37 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ojek sepeda kota tua

Jimo Ladrang tidak menyahuti. Baginya kebijakan itu salah, dan sangat merugikannya. Ia tidak peduli pendapat orang lain. “Kalau ada yang sependapat denganku, mari kita rencanakan demo. Kalau tidak ada, biarlah aku demo sendiri. Kebenaran itu tidak selalumilik banyak orang. Pikiran orang seorang pun harus dihargai. Dan itulah makna kata demokrasi. Aku akan demo menghentikan dengan menghentikan lalu-lintas  Jalan Kelabang Hitam ini. . . . .!”

Mang Lukimin yang dari tadi terdiam tiba-tiba nyeletuk: “Kapan itu, Bang?”

“Kamu mau ikut?”

“Bukan. Tapi aku sangat mengharapkan jalan raya di depan kita ini selalu macet total tiap hari sehingga usaha ojek sepeda onthel dihargai orang. . . . . .!” jawab Mang Lukimin dengan wajah tanpa dosa.

“Sayang sepedaku ringsek. Dan aku memang tidak akan kembali menjadi tukang ojek lagi. Ini pengalaman pertama dan terakhir saja. Tapi aku sangat senang berkenalan dengan kalian. .. . .!”ujar Arjo sambil mengeluarkan bungkusan rokok kretek Dji Rho Loe kesukaannya. Beberapa orang mengambil sebatang lalu menyulutnya. Dan pembicaraan beralih ke soal rokok, lalu macet, lalu kebakaran retoran, dan kembali ke soal rencana Pemerintah memindahkan ruang kerja mereka.

Arjo melihat ke jalan raya. Dan sepintas dilihatnya Wasi melintas dengan sedan mewahnya. Dua jam lagi siaran Bincang Jelata. Ia tampak bergegas dengan mobilnya, ditengah kepadatan lalu-lintas siang itu. Menengok sebentar ke arah Arjo, lalu menghubungi lewat ponsel.

“Sulit sekali kuhubungi, kemana saja, Bang?” tanya Wasi dengan penasran.

“Tidak kemana-mana. Aku cuma ingin merenungi sisa hidupku ini,” jawab Arjo smbil berjalan menjauh dari kerumunan teman-temannya.

“Abang ingin menjauhiku ya?”

“Mungkin saja. Tetapi tidak, tidak ada alasan bagiku untuk menjauh dari perempuan cantik sepertimu. Hanya kadang aku merasa sangat tak berguna. Hingga sebenarnya akulah yang harusnya kau jauhi. . . . .!”

“Kita ketemu setelah aku siaran ya, Bang. Kujemput di pangkalan itu!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun