Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta yang Menua

20 Juni 2016   00:36 Diperbarui: 20 Juni 2016   00:59 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
palu hakim - onlinefiles.ru

Kusut pikiran Ibram bukan hanya urusan bagaimana mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia bahkan kembali pada pilihan yang salah untuk berselingkuh dengan Olleka dulu ketika bisnisnya sedang berkembang pesat. Ia lupa bahwa semua perkembangan itu berkat dukungan finansial dan manajerial mertuanya. Ia lupa bahwa banyak keputusan penting dalam usahanya karena bantuan pemikiran Wasi isterinya.

Yang ia ingat hanya soal Olleka yang jauh lebih cantik, lebih pinter, terampil, dan sangat perhatian pada dirinya. Kedekatannya dengan sekretarisnya itu berlanjut bukan hanya untuk urusan bisnis, namun bahkan diluar itu. hingga akhirnya Ibram melupakan isteri dan dua orang anak, bahkan melupakan kondisi bisnisnya sendiri.

Begitu cintanya Wasi kepada lelaki itu sehingga ia tidak berkeberatan terjadi perselinguhan. “Boleh saja berselingkuh, itu memang sifat lelaki. Seseorang tidak mungkin  menutup-nutupi sifat yang memang sudah diberikan dari asalnya. Tetapi aku minta selesai hanya pada selingkuh saja. Jangan punya niat untuk memperisterinya. Jika kau langgar laranganku ini, lebih baik kita berpisah. Lalu kembalikan semua bantuan papiku. Dan kamu bebas. . . . . . !” ucap Wasi ketika mengetahui untuk pertama kali suaminya menunjukkan gelagat ketidaksetiaannya.

Wasi tidak ingin mengetahui lebih jauh hubungan itu. Ia tidak ingin menjebak atau memperkarakan ke polisi. Semua itu ia rasa tidak perlu. Ia biarkan suaminya berselingkuh, namun tidak untuk menikah  

Tetapi Ibram coba bermain licik. Ia tidak memilih salah satu. Ia pingin kedua-duanya, menikahi Olleka tapi tidak mengembalikan bantuan bisnis. Dengan berbagai cara ia berhasil mengawini Olleka diam-diam. Dan tak lama kemudian semuanya terbuka.

“Sungguh tidak enak sebenarnya membicarakan masa lalu. Terlebih jika masa itu sangat memprihatinkan. Tapi seorang Ibram memang tidak punya perasaan, tidak punya rasa malu. Dari seorang laki-laki bersahaja. Lurus pikiran, dan sangat saleh dalam beragama, tiba-tiba menjadi pengecut. Lupa daratan, dan ingin mereguk seluruh isi dunia. . . . .!” ucap Wasi di depan Ibram pada sidang pengadilan pertama gugatan cerai yang diajukannya.

Dua keluarga besar bertemu di pengadilan. Keduanya mencoba untuk mencari jalan damai. Namun jalan itu terlalu rumit, terlalu terjal untuk ditempuh.  Tentu itu gara-gara Ibram terlalu percaya kepada Olleka. Mantan sekretaris itu mendiktekan hampir semua perkataan maupun argumentasi pada Ibram.  

“Kepercayaan dan kesetiaan apa yang belum kutunjukkan sebagai seorang isteri. Juga dukungan keluarga apa yang belum ia peroleh untuk menunjang perubahan perannya dari sekadar seorang karyawan kemudian menjadi seorang pengusaha yang sukses. Bahkan kuputuskan untuk mengikuti keyakinannya. Namun ia memilih menjadi pecundang. Ia memilih menzalimi dirinya sendiri, entah sadar atau tidak. . . . .!” ucap Wasi getir di depan keluarga besar suaminya sebelum sidang pengadilan dimulai.

Persidangan berlangsung beberapa kali. Lama dan sempat tersendat-sendat. Pengadilan akhirnya mengabulkan gugatan cerai Wasi. Ia sekaligus mendapatkan hak asuh atas kedua anaknya.***

Bandung, 20 Juni 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun