Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(Tantangan 100 Hari Menulis Novel) Cinta yang Menua # Bab II

5 April 2016   02:39 Diperbarui: 5 April 2016   08:26 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arjo berpura terkejut, dan menimpali. “Ah, kecelakaan? Pasti teman kita juga yang tertimpa musibah itu. .. . .! Tapi ngomong-ngomong bukankah peristiwa itu ramai juga di media online!”

“Abang sudah membacanya?” kejar Santos dengan serius,

“Baca sendirilah, kamu ‘kan punya smartphone juga. Supaya lebih jelas kalau mau bercerita kepada orang lain soal itu. . . . .!”  jawab Arjo.

Mang Lukimin saking tak dapat menahan geli sampai ngakak terguling-guling. sejenak ia tidak memperhatikan papan catur di depannya. “Hahaha. . . . kalian berdua memang pantas jadi pemain watak dalam sandiwara tradisional dengan judul Si Budeg dan Si Tolol. . . . .hahaha!”

“Skak mat. . . . .!” seru Santos dengan rasa kegirangan yang begitu besar. Ucapan itu menghentikan tawa Mang Lukimin seketikga. disertai rasa kaget, dan tak percaya. “Eh, bagaimana mungkin begini? Kamu curang ya?”

“Curang? Masak main catur tanpa taruhan saja mesti main curang?” tangkis Santos dengan setengah mengejek.

“Tadi waktu aku terguling-guling kegelian kamu pasti memindahkan letak benteng. Lalu tiba-tiba kamu melakukan skak mat begini. . . . . .!” keluh Mang Lukimin.

Giliran Santos yang terguling-guling menahan tertawa. Lalu ia berdiri dan hendak memeluk Arjo yang kebingungan karena berpikir bagaimana cara melerai keduanya kalau betul mereka gelut, duel model gulat gaya kuno. Tapi tidak ternyata. Agaknya Santos tak kurang akal untuk berlagak bloon dalam dialog soal kecelakaan tadi. Hingga Mang Lukimin hampir mati kegelian, dan itu menjadi kesempatan Santos untuk mempraktekkan akal bulus.

Arjo mengelus dada dengan rasa plong. Dipeluknya lelaki itu dengan perasaan bingung memikirkan sandiwara apa yang baru saja mereka lakonkan tadi.

“Lain kali hati-hatilah kalau mengemudi sepeda. Pikiran dan ubuh harus fokus pada pekerjaan, bukan pada yang lain-lain. . . . . Akibatnya apa? Dikira aku belum baca berita di media online ya? Tapi dengan begitu Abang jadi terkenal sejagad raya lho. Siapa tahu dengan modal itu bisa masuk ke acara Bincang Jelata. . . .wah hebat!”

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun