Mohon tunggu...
Sugito (55522120037)
Sugito (55522120037) Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jurusan Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Mata Kuliah Manajemen Pajak - Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo.M.Si.AK .

Sugito - NIM: 55522120037 - Jurusan Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Mata Kuliah Manajemen Pajak - Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo.M.Si.AK.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 14, Harta Dalam Rangka Penggabungan

13 Desember 2023   08:19 Diperbarui: 13 Desember 2023   08:35 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalihan atau perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha adalah peristiwa yang sering terjadi dalam dunia bisnis. Dalam konteks perpajakan, berbagai peraturan dan ketentuan diberlakukan untuk mengatur bagaimana perhitungan pajak dilakukan dalam situasi seperti ini. Ada beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi acuan dalam mengatur hal tersebut.

Pertama-tama, bisa melihat contoh angka dan perhitungan pajak pada tiga PMK yang berhubungan dengan penggunaan nilai buku dalam konteks pengalihan atau perolehan harta saat terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha.

  • PMK Nomor 10/PMK.03/2018 tentang Pengalihan Pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Atau Pengambilalihan Usaha.
  • PMK Nomor 81/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Atau Pengambilalihan Usaha.
  • PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan serta Pengalihan Hak Atas Barang Kena Pajak yang Lain dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Atau Pengambilalihan Usaha.

PMK Nomor 10/PMK.03/2018 memberikan arahan tentang pengaturan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai dalam konteks penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha. PMK ini memberikan dasar hukum yang mengatur bagaimana perhitungan pajak dilakukan dalam transaksi-transaksi semacam ini.

Sementara itu, PMK Nomor 81/PMK.03/2010 dan PMK Nomor 78/PMK.03/2010 lebih fokus pada pengenaan pajak penghasilan Pasal 22 atas pengalihan hak atas tanah, bangunan, atau barang kena pajak lainnya dalam konteks yang sama. Kedua PMK ini menegaskan tata cara pengenaan pajak yang harus diperhatikan dalam situasi di mana terjadi pengalihan hak atas aset-aset tertentu.

Implikasi dari penggunaan nilai buku dalam pengalihan atau perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha bisa sangat signifikan dalam hal perhitungan pajak. Nilai buku seringkali menjadi tolok ukur utama dalam menentukan nilai aset yang dialihkan. Namun, ada berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan.

Pertama, perbedaan nilai buku dengan nilai pasar bisa menjadi masalah. Dalam banyak kasus, nilai buku tidak mencerminkan nilai sebenarnya dari aset yang dialihkan. Ini bisa menjadi titik perdebatan atau pertimbangan yang signifikan dalam menentukan besarnya pajak yang harus dibayarkan.

Kedua, penggunaan nilai buku dapat mempengaruhi laporan keuangan perusahaan yang melakukan transaksi pengalihan atau perolehan harta. Jika nilai buku jauh lebih rendah dari nilai pasar sebenarnya, hal ini bisa mempengaruhi presentasi laporan keuangan secara keseluruhan.

Ketiga, kebijakan perpajakan terkait dengan pengalihan atau perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha juga berpengaruh pada bagaimana transaksi bisnis direncanakan dan dieksekusi. Perusahaan akan cenderung mencari struktur transaksi yang mengoptimalkan keuntungan pajak sekaligus memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku.

Keempat, penggunaan nilai buku juga bisa menjadi bahan pertimbangan dalam menilai efektivitas dari transaksi penggabungan atau pengambilalihan usaha. Keputusan yang berkaitan dengan nilai buku akan mempengaruhi akuntansi, pajak, dan keuangan perusahaan secara keseluruhan.

Dalam menghadapi kompleksitas ini, penting bagi perusahaan untuk memiliki pengetahuan yang kuat tentang regulasi pajak yang berlaku dan memiliki tim profesional yang mampu mengelola perpajakan dengan baik. Memahami implikasi penggunaan nilai buku dalam transaksi semacam itu memungkinkan perusahaan untuk membuat keputusan yang lebih terinformasi secara strategis.

Dalam praktiknya baik merger, pemekaran usaha, maupun pengambilalihan usaha akan melibatkan proses pengalihan harta ke entitas lain atau entitas yang baru terbentuk. Proses pengalihan harta tersebut berimplikasi pada adanya kewajiban pajak yang harus dipenuhi.

Kewajiban pajak yang muncul berkaitan dengan adanya pajak penghasilan (PPh) terutang atas keuntungan dalam pengalhan harta. Keuntungan itu berasal dari selisih harga pasar asset dengan harga buku asset.

Namun, dalam kondisi tertentu wajib pajak diperkenankan untuk mengunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka merger, pemekaran usaha, atau pengambilalihan usaha.

Penggunaan nilai buku ini menyebabkan tidak adanya keuntungan sehingga tidak terhutang PPh. Adapun agar dapat mengunakan nilai buku, makan wajib pajak harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan dan mendapatkan persetujuan Dirjen Pajak. Lantas sebenarnya apa yang dimaksud dengan nilai buku?

Nilai buku adalah nilai asset yang tercantum dalam catatan akuntansi (pembukuan) milik wajib pajak. Nilai yang tertera dalam nilai buku biasanya sudah dikurangi biaya penyusutan.

Hal ini berarti nilai buku awalnya dicatat sesuai dengan harga saat asset tersebut dibeli. Selanjutnya, setiap tahun nilai asset itu dikurangi dengan biaya penyusutan. Adanya kaitan nilai buku dengan penyusutan membuat nilai buku suatu asset berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain.

Hal ini terjasi karena nilai buku suatu aktiva dipengaruhi metode penyusutan yang digunakan perusahaan itu. Apabila perusahaan menggunakan metode penyusutan asset dengan metode garis lurus tentu akan berbeda dengan perusahaan yang menggunakan metode saldo menurun.

Contoh sederhana perhitungan nilai buku dapat disimak dalam kasus berikut.

PT. ABC memiliki 2 buah mobil bus dengan total 600 juta yang dibeli pada 1 Januari 2018. PT. ABC mengunakan metode penyusutan garis lurus untuk menghitung besarnya penyusutan. Adapun masa manfaat mobil bus tersebut dihitung salama 8 tahun.

Dengan demikian, penyusutan mobil bus tiap tahun adalah 75 juta (600 juta dibagi 8 tahun). Akumulasi penyusutan mobil per 31 Desember 2021 adalah 300 juta (75 juta  x 4 tahun). Maka , nilai buku mobil bus tersebut per 31 Desember 2021 adalah 300 juta (600 juta dikurangi 300 juta).

Nilai buku ini bisa berbeda dengan nilai pasar. Karena, nilai pasar secara ringkas adalah nilai suatu asset yang berlaku saat ini jika dijual di pasaran. Sementara itu, sperti yang telah diuraikan nilai buku merupakan nilai yang tercantum dalam pembukuan dan berasal dari perhitungan akuntansi.

Sehingga menyimpulkan nilai buku adalah nilai sebuah asset atau kelompok asset yang tercantum dalam pembukuan wajib pajak. Nilai buku tersebut merupakan nilai yang sudah dikurangi dengan biaya penyusutan. Nilai buku bisa jadi lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan nilai pasar.

Daftar Pustaka

PMK Nomor 52/PMK.010/2017 

PMK Nomor 56/PMK.010/2021

https://news.ddtc.co.id/apa-itu-nilai-buku-dalam-pengalihan-harta-30730

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun