Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nang Ning Nung Nang: Covid-19 Hengkang

19 Maret 2020   16:47 Diperbarui: 19 Maret 2020   16:45 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sangkakala berdentang

bumi berguncang gemuruh menerjang

Banyak orang lalu lalang tercekat ragu dan bimbang

Tubuh rapuh tumbang tubuh sehat goyang

Pandang berkunang akal sehat pun banyak hilang

Segala siap berperang dengan parang dan pedang

Dengan marah meradang dengan hati gamang

Menghadang corona yang datang

Adakah yang bakal kita kenang?

Nang...  ning...  nung...  nang...

Tenang

Hening

Merenung

Menang

Corona meluluhlantakkan segala aktivitas.

Keramaian pun hilang. Tiada lagi orang beriang-riang.

Corona membuka kedok setiap orang.

Di hadapan corona orang tak lagi dapat bersembunyi di balik topeng barongan.

Yang rakus terpampang yang aji mumpung terbentang,

yang sok pahlawan terhidang, yang resah gelisah, takut dan was-was pun tak terbilang.

Yang berjuang bak perang ke tengah gelanggang tak juga bimbang

Yang tunduk merunduk bersimpuh keluh kesah dalam serah pasrah pun mulai terbayang.

Nang ning nung nang...

Bersama kita bisa. Bersatu berpadu sehati sepikiran sejiwa setekad

Serbu serang terjang bersama menghadang, bersama berperang saling galang

Dalam tekad yang tulus dalam tujuan yang satu, tanpa pamrih tanpa menunggang

Jika semangat harapan dan cinta  tak tercincang, kemenangan pasti kita pegang

Maju serbu serang terjang setiap corona menggelinjang, kita tebas sampai tumbang

Tak bersisa lenyap tunggang langgang...

Nang ning nung nang...

Orang mulai belajar tenang, masuk dalam keheningan bening,

Membasuh tubuh dengan peluh keringat di siang yang garang

tunduk tafakur merenung mencuci jiwa dengan air mata di malam gulita

menengadah tabah menanti anugerah berkah kemenangan.

Kemenangan dalam berperang mengalahkan diri, egoisme, kesombongan,

keserakahan, ketamakan, kejumawaan,  kedurhakaan, kebencian, kemarahan.

Di hadapan corona perlu merendah, tunduk tafakur merenung dalam kebeningan hening,

ada kuasa yang tak nampak, ada daya yang tak kelihatan, ada kekuatan yang tak teraba.

Kembali ke dalam jati diri yang asli, merenungi apa salah apa dosa,

berwawansabda pada yang Ilahi, bahwa segala kuasa dan daya manusia tiada arti.

Corona menyadarkan manusia pada inti pribadi,

sudahkah selama ini memberi arti bagi hidup yang hanya sekali di dunia ini?

Nanng ning nung nang.

Corona menggiring kita untuk tenang menghadapi segala kemungkinan,

masuk dalam keheningan untuk menumpah asa mengharap berkah

dalam pasrah merindu anugerah pada Yang Maha Allah  

dalam renung mendalam,  meraih kemenangan,

terselamatkan dari resah gelisah, khawatir, waswas,

sedih, duka nestapa, ragu dan bimbang,segeralah terbang menghilang

kembali menjadi manusia yang merdeka berkembang

dalam damai dan tenang pada fajar yang terkembang

salado, 190320

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun