Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merekam Jejak Toleransi

12 Februari 2017   16:43 Diperbarui: 12 Februari 2017   20:23 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama diberi orang lain, pendidikan didapat dari orang lain, gaji diterima dari orang lain, kehormatan diberikan oleh orang lain, mandi terakhir dilakukan orang lain, harta setelah meninggal menjadi hak orang lain, pemakaman dilakukan orang lain. Ternyata sejak lahir hingga mati kita selalu membutuhkan orang lain. Di mana kehebatan kita?  Kita bukanlah siapa-siapa tanpa orang lain. Maka, bersahabatlah dengan semua orang karena kita tidak tahu kapan kita membutuhkan bantuan mereka.

Hidup ini memang merupakan pilihan. Menjadi tua dan mati itu pasti, tetapi bagaimana kita akan menjalani masa tua dan kematian itu adalah sepenuhnya merupakan pilihan kita. “Sebagaimana kita bertumbuh menjadi pribadi yang unik, kita belajar untuk menghargai keunikan orang lain”, kata Robert Schuller.

Sebagai penutup obrolan ini saya ingin mengutip kata bijak dari Harry Emerson  Fosdick berikut.

Ketakutan memenjarakan, iman membebaskan.
Ketakutan melumpuhkan, iman memberdayakan
Ketakutan menjadikan pengecut, iman mendorong untuk berani
Ketakutan membuat sakit, iman memulihkan
Ketakutan menjadikan tidak berguna, iman memampukan untuk melayani”.

Salam Toleransi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun