Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mak Jenthit Lolo Lobah

24 November 2016   21:41 Diperbarui: 24 November 2016   21:53 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: krjogja.com

MENCERMATI PESAN SUNAN KALIJAGA

Sunan Kalijaga yang hidup pada abad ke-15 itu dikenal dengan peninggalan dakwahnya melalui tembang-tembang dolanan yang digubahnya. Pesan-pesan yang disampaikan lewat tembang-tembang  itu menjadi aktual kembali jika diterapkan dalam situasi dan kondisi di negeri ini masa kini.

Sebagai suatu karya seni (sastra) tembang-tembang itu tak hanya bermanfaat bagi anak-anak dalam rangka pendidikan karakter, tetapi juga bagi siapa pun manusia secara universal.

Media tembang dolanan  ini memang cukup efektif untuk menyebarkan nilai-nilai pendidikan karakter, karena adanya unsur permainan yang menyenangkan. Bermain bernyanyi berjoged dalam kebersamaan memberikan suasana yang akrab, hangat dan menyenangkan. Suasana yang demikian itu tentunya dapat dengan mudah diterima siapa saja. Sambil bernyanyi, berjoged dan bersenang-senang, tak sadar kita juga meresapkan nilai-nilai yang disampaikan oleh tembang itu.

Semakin kita merenungkannya, semakin kita dapat mengambil hikmahnya untuk kemudian diterapkan dalam perikehiduapan kita sehari-hari.  Di tengah situasi yang menghangat saat ini, merenungkan tembang-tembang dolanan itu laksana menjumpai “oase” di tengah padang pasir yang garang.

Sebagai suatu karya seni tembang-tembang dolanan itu memang multitafsir. Yang jelas, sebagai karya seni sastra, tafsir yang banyak itu justru memberikan nilai yang adiluhung, yang membuat karya itu semakin abadi.

Di samping tembang Ilir-Ilir dan Gundul-GundulPacul, ada beberapa tembang lain yang juga konon menjadi media dakwah. Di antaranya ada  Sluku-sluku Bathok dan Cublak-cublak Suweng.

Sluku-sluku Bathok:

Dalam Basa Jawa

Dalam Bahasa Indonesia

Sluku-sluku bathok, bathoke ela-elo
Si Rama menyang Sala, oleh-olehe payung motha
Mak jenthit lolo lobah, wong mati ora obah
Nek obah medeni bocah,
Nek urip goleka dhuwit.
Ayun-ayun kepala, kepalanya geleng geleng
Si bapak pergi ke Sala, oleh-olehnya payung mutha. Ujug-ujug ada yang begerak, orang mati tidak bergerak. Kalau bergerak menakuti anak, kalau hidup carilah uang

Tembang “Sluku-Sluku Bathok” mengajarkan kepada kita nilai-nilai luhur yaitu: cinta kepada Tuhan, memiliki rasa tanggung jawab, disiplin, mandiri  dalam menjalankan tugas maupun dalam menjalani kehidupan.

 Makna yang tersirat dalam tembang tersebut,  bahwa manusia hendaklah senantiasa membersihkan batinnya dengan berdzikir atau mengingat Asma Allah dengan menggeleng-gelengkan kepala (ela-elo = toleh kiri kanan) dengan mengucapkan “Laa illa ha illallah” (= tidak ada Tuhan selain Allah) baik pada saat gembira maupun sedih, baik ketika mendapatkan kenikmatan maupun musibah. Semuanya dilakukan atas kesadaran bahwa hidup dan mati manusia ada di tangan Allah semata. Ketika masih berkesempatan hidup, hendaklah rajin beribadah dan mencari nafkah atas ridha Allah, karena ketika sewaktu-waktu dipanggil menghadap-Nya, kita tidak lagi mampu melakukan apa pun (Nugraheni, 2012).

Menurut  Ivan Aditya (20 Oktober 2016) dalam http://krjogja.com  tembang Sluku-slukuBathok itu kental sekali dakwahnya.

Sluku-sluku bathok, bathoke ela-elo (sluku-sluku bathok, bathoknya geleng-geleng). Berasal dari kata ‘Usluk fa usluka bathnaka, bathnaka ila Allah’ (masuk masuklah bathinmu, bathinmu kepada Tuhan).

Sirama menyang sala (bapak pergi ke sala). Berasal dari kata ‘Sharimi Yasluka’ (petik dan ambillah satu jalan masuk).

Oleh-olehe payung mutha (oleh-olehnya payung mutha). Berasal dari kata ‘Laailaha illaallah hayun wal mauta’ (meng-Esakan Allah dari hidup sampai maut).

Mak jenthit lololobah. Berasal dari kata ‘mandzalik muqarabah’ (maka siapa yang dekat pada Allah).

Wong mati ora obah (jasad yang sudah meninggal tidak dapat bergerak). Berasal dari kata ‘hayun wal mauta innalillah’ (dari hidup hingga mati adalah milik Allah).

Yen obah medeni bocah (kalau dia bergerak akan membuat takut anak-anak). Berasal dari kata ‘mahabbatan mahrajuhu taubah’ (kecintaan yang menuju pada taubat).

Yen urip goleka dhuwit (tapi kalau dia masih hidup, cari uanglah). Berasal dari kata 'yasrifu innal khalaqna insana min dhafiq' (sesungguhnya manusia diciptakan dari air yang memancar).

Cublak-cublak Suweng

Dalam permainan Cublak-cublak Suweng, beberapa anak berkumpul membuat sebuah lingkaran kecil dan bergandengan tangan satu sama lain. Seorang anak yang kalah saat  melakukan  sutenhom pim pah, akan menjadi pencari suweng (dilambangkan dengan batu). Ya... Karena di dalam permainan ini, anak yang kalah tersebut akan mencari batu yang disembunyikan oleh anak-anak yang membentuk lingkaran. Anak yang kalah  posisi badannya harus telungkup disangga kaki dan tangan, sementara anak-anak lain merubunginya dengan tangan terbuka di  atas punggung anak yang tengkurap. 

Saat tembang dinyanyikan, batu  batu kecil yang dipegang  oleh pemimpin akan dioper dari satu tangan  teman ke teman yang lainnya (kadang ada beberapa anak yang hanya pura-pura mengoper, padahal batu tersebut masih ada di tangannya). Tembang berakhir dengan pertanyaan siapa yang membawa batu kecil, dan harus ditebak. Jika tebakannya salah, dia tetap menjadi obyek untuk telungkup lagi dan permainan dimulai dari awal lagi.


 Secara lengkap, beginilah lirik lagu tersebut:

Dalam Basa Jawa

Dalam Bahasa Indonesia

Cublak cublak suweng
 Suwenge ting gelèntèr
 Mambu ketundhung gudèl
 Pak empong lera-léré
 Sapa ngguyu ndelikkaké
 Sir sir pong dhelé gosong
 Sir sir pong dhelé gosong

Cublak (tempat minyak wangi) giwang.
Giwangnya berserakan.
Tercium dan bau anak kerbau yang diusir.
Pak empong sudah ompong makanannya ke sana-kemari. Siapa tertawa menyembunyikan
Sir pong kedelai gosong .
Sir pong kedelai gosong

Cublak-cublak suweng itu adalah salah satu tembang dolanan yang sederhana, dapat ditembangkan anak-anak terutama di desa bersama dengan teman-temannya. Irama lagu ini mirip dengan tembang dolanan yang bejudul Sluku-sluku Bathok. Hanya pada tiga atau dua baris terakhir iramanya dibuat agak beda.  Tembang itu juga memperkenalkan anak-anak kepada jenis hewan piaraan, tetumbuhan, keluarga dan lingkungan sekitar. Kadangkala tembang dolanan ini juga ditembangkan oleh waranggana(sinden), penyanyi yang menyertai dalang  pada saat-saat tertentu, ketika terjadi pagelaran wayang kulit.

Jamuran

Tembang Jamuran biasanya dimainkan oleh anak-anak saat bulan purnama. Anak-anak bergandeng tangan membuat lingkaran. Sambil berputar mereka menembangkan lagu Jamuran. Seorang yang berperan sebagai pemimpin, ketika tembang sudah selesai, dia akan bertanya sambil menunjuk salah satu temannya, tentang jamur apa yang harus dimainkan lagi. Jika dia menebak dengan nama salah satu jamur yang ada,  maka lagu pun dilanjutkan. Begitu seterusnya sampai seseorang dapat menebak dengan benar, maka tembang pun berhenti. Tembang Jamuran, sarat dengan makna: kebersamaan, keterbukaan, kegembiraan, tebak-tebakan yang dapat  mengasah pikiran dan kreativitas.

Tembang Jamuran itu liriknya seperti ini:

Dalam Basa Jawa
Dalam Bahasa Indonesia
Jamuran ……ya ge ge thok…
 jamur apa ya ge ge thok…
 Jamur gajih, mbrejijih sa-ara-ara

sira badhe jamur apa?
(Jamur kayu?.... Salah…)
Jamuran … ya ge ge thok…
 jamur apa ya ge ge thok…
 Jamur payung, ngrembuyung kaya lembayung,
 sira badhe jamur apa?

Jamuran….  Ya ge ge thok
Jamur apa y age ge thok
Jamur lemak, bertebaran di tanah lapang
Tebaklah jamur apa?
(jamur kayu? …. Salah)
Jamuran ya ge ge thok
Jamur apa y age ge thok
Jamur payung, menggrombol seperti lembayung’
Tebaklah jamur apa?

Tembang dolanan yang mengandung ajaran tentang perilaku luhur dapat digunakan sebagai sarana mewariskan nilai budaya Jawa pada anak. Proses yang berlangsung dalam usaha mewariskan nilai tersebut seiring dengan dunia anak yaitu bermain, sehingga  anak tidak merasa tertekan atau dipaksakan. Meskipun demikian, keluarga dan orang-orang sekitar berperan penting dalam rangka memberikan penguatan pada  terbentuknya nilai pada anak.

Media yang digunakan untuk menggubah tembang dolanan adalah bahasa.  Semakin sering anak memainkan lagu dolanan tersebut maka anak semakin  banyak mendapatkan perbendaharaan kata sekaligus mereka tidak merasa terbebani. Dengan demikian, penguasaan bahasa anak juga akan meningkat. Lagu  dolanan dalam hal ini dapat dijadikan sarana mempertahankan bahasa Jawa sejak usia dini.

Tidak diragukan lagi apabila tembang dolanan Jawa itu pantas untuk dikonsumsi anak-anak, karena banyak nilai-nilai positifnya. Secara umum dapat disampaikan bahwa semua tembang dolanan tersebut mengarah pada aspek cerminan pandangan, falsafah hidup, dan nilai moral yang dibangun dalam masyarakat Jawa,yang pantas untuk digunakan sebagai pembentuk karakter generasi muda penerus bangsa.

Pesan-pesan yang disampaikan dalam tembang dolanan Jawa yang telah diuraikan di atas, dapat disampaikan bahwa tembang dolanan Jawa pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) bahasanya sederhana, (2) mengandung nilai-nilai estetis, (3) jumlah barisnya terbatas, (4) berisi hal-hal yang selaras dengan keadaan anak, (5) lirik dalam tembang dolanan menyiratkan makna religius, kebersamaan, kemandirian, tanggung jawab, rendah hati, dan nilai-nilai sosial lainnya.

Nampaknya nilai-nilai dari tembang dolanan ini perlu dilestarikan, sehingga generasi kini tidak “kepaten obor”, terputusnya nilai-nilai yang dapat dipedomani. Semoga!

Rujukan

Aditya, Ivan (2016). Sluku-sluku Bathok, Tembang Dakwah Sunan Kalijaga. (Online). 

Nugrahani, Farida. (2012).  “Reaktualisasi Tembang Dolanan Jawa dalam Rangka Pembentukan Karakter Bangsa (Kajian Semiotik)” dalam: Kajian Linguistik dan

            Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni 2012: 58-68.

Nurhidayati, M.Hum. Pelestarian Budaya Jawa melalui Lagu Dolanan. (Online). Tersedia di:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun