Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mak Jenthit Lolo Lobah

24 November 2016   21:41 Diperbarui: 24 November 2016   21:53 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: krjogja.com

Tembang dolanan yang mengandung ajaran tentang perilaku luhur dapat digunakan sebagai sarana mewariskan nilai budaya Jawa pada anak. Proses yang berlangsung dalam usaha mewariskan nilai tersebut seiring dengan dunia anak yaitu bermain, sehingga  anak tidak merasa tertekan atau dipaksakan. Meskipun demikian, keluarga dan orang-orang sekitar berperan penting dalam rangka memberikan penguatan pada  terbentuknya nilai pada anak.

Media yang digunakan untuk menggubah tembang dolanan adalah bahasa.  Semakin sering anak memainkan lagu dolanan tersebut maka anak semakin  banyak mendapatkan perbendaharaan kata sekaligus mereka tidak merasa terbebani. Dengan demikian, penguasaan bahasa anak juga akan meningkat. Lagu  dolanan dalam hal ini dapat dijadikan sarana mempertahankan bahasa Jawa sejak usia dini.

Tidak diragukan lagi apabila tembang dolanan Jawa itu pantas untuk dikonsumsi anak-anak, karena banyak nilai-nilai positifnya. Secara umum dapat disampaikan bahwa semua tembang dolanan tersebut mengarah pada aspek cerminan pandangan, falsafah hidup, dan nilai moral yang dibangun dalam masyarakat Jawa,yang pantas untuk digunakan sebagai pembentuk karakter generasi muda penerus bangsa.

Pesan-pesan yang disampaikan dalam tembang dolanan Jawa yang telah diuraikan di atas, dapat disampaikan bahwa tembang dolanan Jawa pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) bahasanya sederhana, (2) mengandung nilai-nilai estetis, (3) jumlah barisnya terbatas, (4) berisi hal-hal yang selaras dengan keadaan anak, (5) lirik dalam tembang dolanan menyiratkan makna religius, kebersamaan, kemandirian, tanggung jawab, rendah hati, dan nilai-nilai sosial lainnya.

Nampaknya nilai-nilai dari tembang dolanan ini perlu dilestarikan, sehingga generasi kini tidak “kepaten obor”, terputusnya nilai-nilai yang dapat dipedomani. Semoga!

Rujukan

Aditya, Ivan (2016). Sluku-sluku Bathok, Tembang Dakwah Sunan Kalijaga. (Online). 

Nugrahani, Farida. (2012).  “Reaktualisasi Tembang Dolanan Jawa dalam Rangka Pembentukan Karakter Bangsa (Kajian Semiotik)” dalam: Kajian Linguistik dan

            Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni 2012: 58-68.

Nurhidayati, M.Hum. Pelestarian Budaya Jawa melalui Lagu Dolanan. (Online). Tersedia di:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun