[caption caption="Ai, Eti, Eri, Lilis dan Unay, Guru Paud Nurul Iman"][/caption]
Â
Sepuluh tahun telah berlalu
kala kuputuskan untuk menemanimu
meniti hari menata hati agar tumbuh kembangmu terbantu
dalam kebersamaan canda dan tawa sorak sorai bahagia
bermain bernyanyi menari dan berjoget  bersama semua
kadang ada juga tangismu sekali-sekali itu tak apa
Â
Di atas pekarangan sewa yang tak begitu luas
Dengan dua ruang yang disekat untuk  kelas
Sungguh sangat terbatas untuk aktivitas
Tiada lagi tempat untuk mck dan jauh dari fasilitas
Halaman  sekolah  tak berapa luas
Alat permainan edukatif  yang sangat terbatas
Tak ada pilihan lain kau pun bermain dengan tangkas
Melepas belenggu keterbatasan hingga jiwamu bebas
Terbang mengangkasa  ke dunia khayal tak berwatas
Â
 [caption caption="Anak-anak Paud Nurul Iman unjuk kabisa"]
Jujur kukata padamu saat itu
ku masih miskin pengalaman miskin ilmu
sebagai guru bantu yang langsung nyebur bersamamu
yang kumiliki hanya satu: hati yang peduli untukmu
Â
Setiap pagi tiada henti kucoba sirami dengan ketulusan hati
Segenap bakat minat hasrat dan niatmu yang suci
Laksana merajut kesabaran menggapai mimpi
Membuka cakrawala baru sepenuh potensi warna-warni
Kelak kau dapat menemukan jatidiri sebagai pribadi mandiri
Â
Kalau kau datang ke rumahku,
bukan, rumah orang tua tempat kumenumpang
Kursi tua berlubang-lubang, jendela kaca yang senantiasa buram
hordeng belel dimakan usia lantai semen kusam
dengan sampah yang kadang berserakan
buku-buku bertebaran di atas meja berdebu
semua akan bercerita padamu
tentang kini  kondisiku
Â
ah, tentang itu semua tak kan kukabarkan padamu
tak layak untuk digugu dan ditiru
sumbanganmu saban bulan tak pernah mencukupi
untuk melengkapi kebutuhan belajarmu sehari-hari
sumbangan yang digembar-gemborkan
dari pihak yang katanya masih memiliki hati
hingga kini tetaplah  tinggal janji
yang tak pernah pasti kapan terpenuhi
jangankan untuk kami
jika pun ada itu setahun sekali dengan jumlah yang sangat tak berarti
masih juga disunat dengan alasan itu ini
tetaplah itu  kami syukuri sebagai rizki ilahi panyambung mimpi
Â
sepuluh tahun menahan ketidakpastian
menggantung asa menabrak kebimbangan
janji-janji yang terucap tak pernah kesampaian
sementara tugas dan kewajiban tak mungkin diabaikan
sementara hidup harus tetap berjalan meski dengan gerak tertahan
pada-Mu Tuhan kudaraskan semua ini dengan keikhlasan
Â
Â
Foto-foto diambil dari PAUD NURUL IMAN, Desa Medarjaya Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang oleh Efendi.
Ds. Medarjaya, 17 Februari 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H