Menjadi Duda.
Saya sudah pernah menjadi anak kecil. Saya sudah pernah menjadi remaja. Saya sudah pernah menjadi orang tua. Belum tua sekali.
Saya sudah pernah menjadi  pemuda lajang. Saya sudah  pernah menjadi bujang. Saya sudah  pernah melakukan pernikahan. Saya sudah  pernah menjadi duda. Saya sudah  pernah menikahi gadis. Saya sudah  pernah menikahi janda.
Saya sudah  pernah sangat gembira. Saya sudah  pernah sangat berduka.  Saya sudah  pernah risau suasana tidak punya anak. Saya punya anak anak laki-laki. Saya punya anak perempuan. Saya punya anak kandung. Saya punya anak tiri. Saya punya menantu. Saya punya cucu.
Saya punya family dan kerabat yang miskin papa. Saya memiliki family dan kerabat yang kaya raya.
Saya punya teman karib yang orang biasa tak sempat berpendidikan. Saya punya teman karib yang berpangkat dan berpendidikan.
Saya sudah pernah (selalu) silaturahmi  dengan mereka.
Penghargaan Presiden.
Saya sudah pernah menerima penghargaan dari atasan, Saya sudah pernah menerima penghargaan dari menteri kesehatan, Saya sudah pernah menerima penghargaan dari presiden SBY dan Jokowi.
Saya sudah pernah menerima makian dari orang yang saya cintai. Saya  sudah pernah menerima perlakuan buruk dari orang yang saya percayai.
Saya sudah pernah dihormati dengan semua hadirin berdiri, semua hadirin bersholawat. Saya sudah pernah "dicuekin" , Â dilihat dengan pandangan sinis dan merendahkan.
Saya sudah  pernah menjadi ketua. Saya sudah pernah menjadi anggota.
Saya sudah pernah andil berkiprah di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Saya sudah pernah berkiprah ditinggat rukun tetangga.
Saya sudah pernah kerja dengan bayaran tinggi Rp 2,5 juta perjam. Â Saya sudah pernah kerja dengan bayaran rendah sekali Rp 160,- Â perhari. Saya sudah pernah kerja tidak dibayar sama sekali.
Saya sudah pernah kerja dengan berpeluh dan berlumpur. Saya sudah pernah kerja dengan kursi empuk dengan sentuhan jari dan tanda tangan.
Saya sudah pernah kerja dengan mengandalkan otot. Saya sudah pernah kerja dengan mengandalkan otak.
Hotel Berbintang.
Saya sudah pernah naik pesawat kelas eksekutif yang nyaman dan wangi. Saya sudah pernah (sering) naik angkutan kelas ekonomi yang sesak dan pengap.
Saya sudah pernah  naik kereta api. Saya sudah pernah  naik bus. Saya sudah pernah  naik angkot. Saya sudah pernah  naik kapal. Saya sudah pernah  naik taksi. Saya sudah pernah  naik gerobag, cikar, pedati, dokar, bentor, becak, bemo, ojek.
Saya sudah pernah ke luar negeri. Saya sudah pernah ke beberapa kota di dalam negeri.
Saya  sudah pernah menginap tidur di kamar hotel berbintang  dengan maximum security. Saya sudah pernah menginap tidur diserambi masjid atau bangku terminal.
Saya sudah pernah tidur dilantai tanpa tikar di pondok pesantren. Saya sudah pernah tidur  di ranjang berkasur empuk  di asrama mahasiswa.
Saya sudah pernah makan mewah disebuah perjamuan. Saya sudah pernah makan menu proletar di warung pinggirjalan.
Melakukan Korupsi.
Betapapun sederhananya. Betapapun sepele dan remehnya, betapapun kecil nilainya, betapa Sadar atau tidaknya,  ternyata dalam ujud  jasa, waktu, sarana, fasilitas, benda, uang  atau sejenisnya ; Saya sudah pernah  ghosob. Saya sudah pernah mengambil hak orang lain. Saya sudah pernah mencuri. Saya sudah pernah menilap. Saya sudah pernah meminta paksa dikhlaskan. Saya sudah pernah mengelabui. Saya sudah pernah gratifikasi. Saya sudah pernah manipulasi. Saya sudah pernah korupsi.Saya sudah pernah mengecewakan.Saya sudah pernah makan riba.
Di sisi lain, betapapun  sederhananya. Betapapun sepele dan remehnya, betapapun kecil nilainya, betapa Sadar atau tidaknya,  ternyata dalam ujud  jasa, waktu, sarana, fasilitas, benda, uang atau sejenisnya ; Saya sudah pernah zakat. Saya sudah pernah infaq. Saya sudah pernah shodaqoh. Saya sudah pernah beri  hadiah. Saya sudah pernah menyantuni.
Membelai Kakbah.
Tangan saya sudah pernah membelai bangunan paling suci kakbah di kota Mekkah. Tetapi, tangan saya ini justru paling sering menyentuh najis, memegang benda kotor.
Tangan saya sering saya gunakan untuk mengangkat  tangan bertakbir. Tetapi,  tangan saya juga  digunakan untuk mengangkat tangan sebagai isyarat menyerah, tidak bertanggung jawab, atau untuk berkilah "cuci tangan". Tangan saya justru paling sering untuk melakukan sesuatu yang mubah, sesuatu yang subhat, sesuatu yang haram.
Kaki saya sering  digunakan untuk melangkah ke tempat paling mulia, masjid. Tetapi, kaki saya  njustru paling sering melangkah  ke tempat-tempat mubah, ke tempat subhat, ke tempat haram.
Mata saya sering  digunakan untuk membaca kitab suci al-Qur'an.  Tetapi, mata saya justru paling sering untuk melihat sesuatu yang mubah, sesuatu yang subhat, sesuatu yang haram.
Telinga saya sering digunakan untuk mendengar kalimah toyyibah, Â lantunan kalimat suci. Tetapi, telinga saya justru paling sering mendengar sesuatu yang mubah, sesuatu yang subhat, sesuatu yang haram.
Mulut saya sering digunakan untuk mengucapkan kalimah toyyibah, Â melantunkan kalimat suci. Â Tetapi, mulut saya justru paling sering berkata sesuatu yang mubah, sesuatu yang subhat, sesuatu yang haram.
Semua  anggota badan saya sudah pernah digunakan untuk beribadah. Tetapi nyaris semua anggota badan saya justru paling sering digunakan untuk hal yang  mubah, lagho dan  maksiyat.
Ya Alloh penguasa semesta, Tuhan maha mengetahui, Tuhan maha mengampuni.
Sungguh saya tidak pantas masuk kedalam surgaMU, tetapi sungguh saya tidak kuat dengan siksa dan nerakaMU. Â Karena itu ya Alloh, Â ampunilah saya, Â sayangilah saya. Ampunilah orang-orang yang seperti saya. Ampunilah semuanya.
Allohumma barikli fii umri. ya Alloh berkahilah umurku.
Purwokerto, Â 16 Â Juli 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H