Mohon tunggu...
Sufira Rahmi
Sufira Rahmi Mohon Tunggu... Lainnya - Pascassarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh

tertarik dalam dunia ilmu al-Quran dan tafsir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Teori Double Movement Fazlur Rahman dalam Problematika Isu-Isu Kontemporer

16 Desember 2023   15:03 Diperbarui: 16 Desember 2023   15:05 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

M. Amin Abdullah, mantan rektor UIN Yogyakarya pernah menulis bahwa metode penafsiran klasik selama ini hanya menitikberatkan relasi antara penafsir dengan teks al-Quran tanpa melibatkan kebutuhan pelaku ibadah terhadap teks al-Quran tersebut, sehingga ia menyimpulkan bahwa permasalahan yang ada di kehidupan umat manusia sekarang tidak bias lagi diselesaikan dengan metode tafsir klasik.

 

Para penganut hermeunitika mempercayai bahwa teks al-Quran memang tidak bias diubah, Ia merupakan tuntunan baku yang diturunkan Allah melalui malaikat Jibril sebagai pedoman, meskipun teksnya tidak bisadiotak-atik, namun jika jalan yang ditempuh dalam menafsirkan sudah berbeda maka produk dan hasil yang dilahirkan juga pasti berbeda. Dengan kata lain, perubahan dalam metode menafsirkan al-Quran inilah yang melahirkan kesimpulan beberapa pernyataan produk hukum yang sangat jauh berbeda dari tafsir klasik seperti pernyataan akan adanya legalitas pernikahan antara perempuan muslim dengan laki-laki yang berbeda agama darinya, adanya iddah bagi laki-laki dan sebagainya. Semua perubahan itu diupayakan para penggiat hermeneutika selalu menggaungkan nama "interpretasi kontekstual" yang dianggap masuk ke dalam tatanan modern.[5] Terlebih lagi para penafsir dengan metode ini umumnya meyakini bahwa tafsir klasik dipengaruhi oleh subjek penafsir sendiri, Amina Wadud seorang penggiat feminis menyatakan "metode penafsiran yang ada tidak ada ditemukan yang objektif semuanya, penafsiran yang ada sangat tergantung kepada subjektivitas penafsirnya" .[6]

 

Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hermeneutika ialah pada prinsipnya adalah sama dengan tafsir karena keduanya merupakan ilmu yang digunakan sebagai upaya dalam memahami al-Quran. Namun, seiring perjalanan perkembangan keilmuan, hermeneutika dikaitakans sebagai sebuah alat dalam menafsirkan al-Quran yang arah dari penafsiran itu sendiri tidak hanya dilihat dari tinjauan teks saja, melainkan juga dari tinjauan kontekstual, histori bahkan ada yang menambahkan aspek pengkaji serta ihwal social psikologis sang pengkaji ketika mengkaji sesuatu, hal ini dikaitkan dalam ilmu tafsir ialah teks al-Quran tidak hanya dipahami hanya secara teks saja sebagaimana tafsir klasik, akan tetapi juga dipahami sebagai suatu teks yang utuh dalam menelaah keterkaitan teks dengan kondisi yang terjadi di era kontemporer ini. Diharapkan metode hermeneutika ini mampu menjawab persoalan-persoalan yang belum dijabarkan dalam tafsir klasik.

 

Salah satu tokoh yang banyak berbicara mengenai metode tafsir hermeneutika ini ialah Fazlur Rahman. Ia menilik urgensi agar dilakukannya rekonstruksi metodologi penafsiran al-Quran dengan mengusung metode hermeneutika. Adapun hermenutika yang diusulkan oleh Rahman ialah dengan hermenutika double movement (gerak ganda interpretasi), maksudnya dalam proses penafsiran seorang mufassir harus memulai dengan melihat permasalahn yang terjadi di era kontemporer kemudian mengaitkan teks al-Quran dengan keadaan yang sesuai di era kontemporer menuju era al-Quran diturunkan, lalu mengaitkan kembali apa yang sudah ditemuka di klasik kepada masa sekarang untuk ditarik benang merahnya. Dengan adanya penerapan langkah-langkah ini diyakini dapat menghasilkan pemahaman yang kontekstual sehingga melahirkan penafsiran yang tidak digmatis maupun tektualis melainkan harapan yang didapat yaitu jawaban dari problema-problema kekinian. [7] Gerakan ganda yang dimaksud ialah melihat situasi sekarang dan menyambungkannya ke masa al-Quran diturunkan dan kembali lagi ke masa kini.[8] Dalam menafsirkan al-Quran Fazlur Rahman mencoba menggunakan teori double movement, adapun mekanisme Rahman dalam menginterpretasikan al-Quran adalah:

Gerakan Pertama, Memahami makna teks dengan mempertimbangkan situasi dan permasalahan sejarah. Sebelum mengkaji suatu ayat tertentu dalam konteks tertentu, terlebih dahulu kita harus mengkaji konteks masyarakat, agama, dan adat istiadat pada masa Nabi, serta keseluruhan kehidupan Arab pada masa Islam.

Gerakan kedua, realisasi doktrin umum dalam konteks sosio-historis yang konkrit saat ini, nilai-nilai umum yang terdapat dalam teks harus diwujudkan dalam konteks sosio-historis masa kini yang konkrit. Para pengkaji mempelajari situasi saat ini dengan cermat dan menganalisis berbagai perangkatnya sehingga dapat mengubah keadaan jika perlu dan menetapkan aksentuasi baru untuk menerapkan poin-poin yang terdapat dalam al-Quran, dengan Bahasa lain ialah memahami  Al-Quran dengan cara dan sudut pandang baru.

Rahman menganggap bahwa jika kedua "gerakan ganda" tersebut berhasil dipraktikkan, maka pesan-pesan al-Quran akan menyala dan efektif  kembali. Disinilah peran dan urgensi ijtihad, yaitu usaha dalam menganalisa substansi dari teks masa lampau , yaitu mempunyai aturan lewat kejadian mengapa teks itu muncul di masa lampau, dan  memperbarui kaidah tersebut dengan memperlapang, membatasi, atau  menvariasikannya sehingga dapat mencakup situasi baru  dengan  situasi resolusi baru., hasil dari benang merah antara situasi lama dengan situasi baru.[9] 

 Jadi dapat disimpulkan secara garis besar langkah yang digunakan Rahman dalam mengiterpretasikan pesan al-Qur'an ialah dalam dua langkah besar, yaitu pertama, dari segi sosio-historis, dalam langkah ini yang dilakukan adalah membaca teks dan melihat kembali latar belakang sejarahnya. Pesan apa dan kejadian bagaimana yang membuat teks itu diturunkan, dan juga melihat problem historis apa yang menyebabkan teks itu muncul (ilmu asbab al-nuzul), dalam arti al-Quran harus dilihat dalam situasi kelahirannya, tentunya melalui realitas di mana ayat al---Quran turun dan juga sebab ayat al-Quran turun. Poin terhadap langkah pertama ini ialah aktivitas yang memahami teks dan memiliki tujuan umum serta menganalisis konteks historis serta menarik hukum umum dari kejadian tersebut. Kedua, adalah kontekstual, dalam langkah kontekstual ini, ketika sudah melakukan seperti langkah pertama, maka dikontekstualkan dengan zaman atau kondisi yang terjadi saat ini, dengan kata lain bahwa setelah mencari pesan inti pada aktifitas pertama yang melandasi teks itu diturunkan, selanjutnya ialah menarik pesan-pesan tersbeut ke konteks kekinian, yakni dari kerangka berpikir universal kepada kerangka spesifik dan diimplementasikan terhadap umat muslim sekarang ini.[10] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun