Setiap melihatnya, saya mulai teringat peristiwa dua dekade itu. Sebelah hati saya menghasut untuk mempertahankan, " Ukiran itu bagus lho, nyentrik. Lagian, pasti bos sudah lupa". Lalu sebelah hati saya  mengingatkan, "mau sebagus apapun, ukiran itu bukan milikmu". Kegundahan itu makin menguat dan terus menguat belakangan ini. Saya takut ada tuduhan mencuri di hari perhitungan kelak.
Saya bertekad mengembalikan ukiran itu tanpa merisaukan milik saya yang ada padanya. Saya masih mencari alasan "kenapa baru mengembalikan setelah dua puluh tahun?". Â Nanti saya akan update memori ini, jika saya sudah mengembalikan ukiran yang terlupakan ini.
Untuk memenuhi janji saya di atas, akhirnya suvenir ukiran yang tertukar itu telah dikembalikan kepada pemiliknya pada tanggal 15 Maret 2021. Tentu dengan diiringi permohonan maaf bertubi-tubi untuk mewakili dua dekade kelalaian saya.
Sesuai dugaan, beliau pun sudah lupa dgn peristiwa pertukaran suvenir itu. Wajarlah, dua puluh tahun bro n sis…! Saya bisa mengingat ukiran itu bukan milik saya karena ada beberapa kejengkelan tak terlupakan. Sementara itu,  saya justru tak ingat seperti apa suvenir ukiran saya yang dipertukarkan…hahahaha.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H