Mohon tunggu...
Suer@nywhere
Suer@nywhere Mohon Tunggu... Konsultan - Mencoba membaca, memahami, dan menikmati ciptaanNya di muka bumi. Action to move forward because word is not enough. Twitter/Instagram: @suerdirantau

Mencoba membaca, memahami, dan menikmati ciptaanNya di muka bumi. Action to move forward because word is not enough. Twitter/Instagram: @suerdirantau

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Suvenir yang Tertukar

8 Februari 2021   13:42 Diperbarui: 17 Maret 2021   12:10 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ukiran kayu masyarakat Papua New Guinea

Masalahnya sederhana. Ketika melintasi jalur merah, saya serahkan ukiran dan sertifikat fumigasi. Petugas pertama hanya membaca sertifikat, lalu memanggil seorang kawannya. Menunggu sambil celingak-celinguk. Petugas kedua datang, memegang dan mencium-cium kayu ukiran. Lalu memanggil lagi petugas lain lewat walkie talkie. Menunggu lagi. Petugas ketiga datang dengan koper berisi alat-alat. Ia mencutik-cutik bagian kayu, mengendusnya, lalu dimasukkan ke dalam tabung. Diperhatikannya dengan seksama. Barulah dia mengangguk-angguk. "Beres nih...," pikir saya

Ternyata petugas yang pertama masih penasaran. Ia meminta saya membuka koper saya. Walah...,"what's wrong sir?", tanya saya heran.

Dia melotot dan berkata singkat, "just open it".

Maka terbongkarlah aib berupa baju, celana kotor dan daleman yg sudah dilipat paksa. Tak ada yang mencurigakan. Saya boleh pergi, tapi butuh waktu untuk mengembalikan isi koper yang terhambur. Satu jam terbuang percuma gegara ukiran kayu ini.

Teman perjalanan saya sudah habis segelas kopinya untuk menunggu saya. Menyemburlah omelannya, "Gila lu ya? ngapain aja sih, lama bbangett! Boker lu ya?".  Speechless. 

Akhirnya ukiran keramat itu sampai di Bogor dengan selamat. Tak berlama-lama, saya segera evakuasi ukiran kayu itu ke kantor untuk serah-terima. "Mana suvenir punya saya pak,?", pinta saya ketika jumpa si bos di kantor.

Beliau diam sejenak, lalu "oooh..iya, ketinggalan di rumah," jawabnya. "Punya saya mana?", lanjutnya.

Hmm...alamat gak beres nih. Bisa terjadi penyerahan suvenir satu arah nih. Saya pun jawab sekenanya, "udah ada di mobil, tapi sekarang mobilnya di bengkel".

Seminggu lewat. Dua minggu berlalu. Pertukaran suvenir itu tak pernah terjadi. Saya kembali ke pangkalan di Jayapura sedangkan beliau tetap di Jakarta. Perlahan tapi pasti, kedua pihak melupakan pertukaran suvenir keramat itu akibat kesibukan duniawi.

Waktu pun melenggang, hingga dua dekade. Saya dan beliau sudah tidak bekerja di tempat yang sama. Kami jarang berjumpa, namun tetap berada di grup whatsapp alumni lembaga yang dulu beliau pimpin.

Masa-masa pandemi Covid19 yang terjadi sepanjang tahun 2020, memungkinkan saya menjenguk dan merapikan gudang di rumah. Muncullah ukiran keramat itu dengan kondisi berdebu, berpasir, berjaring laba-laba diantara tumpukan barang. Saya cuci, bersihkan, lalu saya gantung di ruang kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun