Pendongeng Wachidus Sururi atau yang lebih akrab disapa Kak WeEs merasa prihatin karena banyak orang tua yang meninggalkan kebiasaan mendongeng kepada anak-anak. Padahal, kebiasaan mendongeng dapat membina hubungan emosional antara orang tua dan anak.
Rumah Kak WeEs, 53, di kawasan Sarirejo 2 RT 5 Singosaren, Kotagede, Minggu kemarin (17/4/2011) tampak regeng. Sekitar 20 ibu-ibu dari Kampung Cokrodirjan, Jogjakarta , dengan khidmat menyimak penuturan salah seorang pendongeng andal Indonesia itu. Ibu-ibu tersebut datang untuk belajar mendongeng.
Menempati sebuah pendapa di rumah sederhana berdinding kayu berwarna cokelat, yang disekitarnya masih banyak ditumbuhi berbagai pepohonan yang rimbun, ibu-ibu tampak antusias mendengarkan berbagai penjelasan yang disampaikan Kak WeEs. Bahkan mereka tak segan mengajukan berbagai pertanyaan mengenai cara mendidik anak lewat dongeng.
Siang itu, Kak WeEs berpenampilan sangat khas, menggunakan topi berekor warna hitam yang menjadi koleksinya. Selain itu, dia juga mengenakan jas hitam dan sarung hitam motif kotak-kotak.
Dalam pertemuan yang digelar secara lesehan dan penuh keakraban itu, Kak WeEs didampingi istrinya, Lusiana Sabariah, 47, serta beberapa orang mantan murid yang pernah belajar mendongeng kepadanya.
Kepada puluhan ibu-ibu yang datang ke rumahnya Kak WeEs menyatakan, jika sejak kecil anak-anak terbiasa didengarkan dongeng oleh orang tuanya, maka saat dewasa mereka akan terbiasa mengungkapkan perasaan mereka, sehingga orang tua bisa mengontrol perilaku anak.
Kak WeEs mengaku prihatin dengan orang tua yang cenderung menyalahkan, jika anak mereka melakukan kesalahan, padahal kesalahan itu mungkin disebabkan para orang tua yang tidak pernah memupuk anak sejak kecil dengan dongeng.
''Mendidik anak untuk menanamkan fondasi moral yang kuat melalui dongeng, namun mayoritas orang tua saat ini melupakannya,'' terangnya.
Membuat dongeng untuk anak-anak, kata dia, tidak sulit jika mau berusaha. Syaratnya hanya dengan banyak membaca buku atau memainkan kreativitas imajinasi, menggunakan tokoh-tokoh tertentu ataupun kisah-kisah hewan.
Sejak janin berada dalam kandungan dan ditiupkan ruh, maka antara ibu dan bayinya sudah bisa saling berkomunikasi. Hal itu akan tertanam kuat dan menjadi dasar bagi perilaku anak. ''Alangkah mulia para ibu yang menyadari hal itu,'' katanya.
Menurut Kak WeEs, minimal 10 menit dalam 24 jam, para orang tua wajib mendongengkan anak-anak sebelum tidur di malam hari. Karena nilai dongeng akan terekam kuat dan terbawa hingga si anak tertidur.
''Dongeng itu seperti iklan, di mana saja, kapan saja, siapa saja, boleh melakukan,'' ungkapnya.
Selain sebelum anak-anak tidur, mendongeng bisa juga dilakukan saat orang tua menemani anak bermain atau berlibur. Kak WeEs bercerita, sewaktu anaknya masih kecil sering dia ajak jalan-jalan menikmati pemandangan alam sambil dia mendongeng berdasarkan suasana yang dilihat.
''Dongeng tidak selalu diawali anuju sawijining dino, tapi bisa dimulai dari apa pun yang bisa dilihat, bahkan bisa dilakukan sewaktu bernyanyi, menangis bergantung suasananya.''
Arif Rahmanto, 35, salah seorang mantan murid Kak WeEs yang ikut hadir siang itu menambahkan, dongeng mampu mengembangkan imajinasi anak-anak terhadap gambaran karakter maupun tokoh yang ada di dalam dongeng. Jika orang tua pintar mendongeng, maka hal itu bisa menyetop kebiasaan anak-anak yang suka menonton tayangan televisi, yang dinilai kurang bagus bagi pendidikan mereka.
''Dongeng juga dinilai mampu menyegarkan pikiran anak-anak, setelah terjejal dengan berbagai macam pelajaran di sekolah,'' terangnya.
Arif masih ingat ketika Kak WeEs mendongeng untuk anak-anak di rumahnya. Dongeng yang disampaikan kebetulan bercerita tentang sosok raksasa. Selesai mendongeng anak-anak disuruh menggambar raksasa. Gambar yang dihasilkan ternyata beragam. Ada yang menggambar raksasa yang berwujud kecil tapi perutnya besar, ada pula yang menggambar sosok raksasa yang tinggi besar. Kondisi itu, menurut dia, berbeda ketika mereka disuruh menggambar kancil, ''Ini imajinasi terpimpin, anak sudah tahu sebelumnya, sehingga alangkah baiknya dongeng itu dibuat kreatif,'' ungkapnya.
Tutut, salah seorang peserta mengatakan, perkembangan teknologi yang semakin maju dewasa ini menyebabkan dongeng tidak begitu menarik di mata anak-anak. Anak-anak lebih tertarik menonton televisi dibandingkan mendengarkan dongeng saat menjelang tidur. ''Mereka juga sering berontak kalau distop nonton televisi,'' terangnya. Namun, setelah belajar mendongeng pada Kak WeEs, ibu 35 tahun itu berjanji sebisa mungkin akan mendongeng untuk anaknya di rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H