Salah satu bagian penting merdeka belajar adalah coaching. Praktik coaching ini melibatkan coach dan coachee.Â
Seorang coach andal memiliki kemampuan menggali potensi coachee melalui pertanyaan berbobot. Selain itu, coach andal juga memahami pronsip coaching yang baik.Â
Prinsip coaching secara garis besar terdiri dari tiga. Ketiganya terkait dengan kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi.Â
Dalam membangun kemitraan ini, seorang coach harus mampu membuat coachee menyampaikan tujuan. Selain itu, coach juga tidak menggurui atau memberikan saran.Â
Kompetensi proses kreatif terkait dengan beberapa hal. Di antaranya, yaitu percakapan dua arah dengan coachee lebih banyak berbicara.Â
Kriteria lainnya adalah coach mendengarkan aktif, mengulang/merangkum jawaban coachee, dan bertanya. Selain itu, kriteria lain adalah mengajukan pertanyaan terbuka yang berbobot bertujuan untuk menggali.Â
Sedangkan prinsip memaksimalkan potensi artinya percakapan dapat menghasilkan tindak lanjut konkret. Tindak lanjut tersebut berasal dari coachee. Selain itu kriteria lain adalah percakapan ditutup dengan kesimpulan oleh coachee.Â
Bagaimana Coaching dalam Merdeka Belajar?
Menurut Ki Hadjar Dewantara tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya.Â
Oleh karena itu, keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.Â
Dalam merdeka belajar, coaching sebagai komunikasi antara guru dengan warga sekolah lainnya. Guru dan warga sekolah memiliki kebebasan dalam menemukan kekuatan dan potensi dirinya.Â
Peran guru adalah sebagai penuntun agar warga sekolah mampu memberdayakan potensinya. Hal ini dapat tercapai dengan baik dengan menggunakan pendekatan coaching.Â
Coaching sejatinya adalah praktik komunikasi yang memberdayakan. Praktik komunikasi dua arah ini menjadi salah satu penentu keberhasilan merdeka belajar.Â
Melalui coaching murid merdeka dalam mengembangkan potensi. Guru pun merdeka dalam mengelola kekuatan.Â
Demikian halnya dengan warga sekolah lain. Warga sekolah merdeka untuk mengembangkan diri.Â
Budaya coaching yang tumbuh baik di sekolah akan menumbuhkan ekosistem yang aman dan nyaman. Suasana ini menjadi syarat utama terciptanya kebahagiaan dalam pembelajaran yang memerdekakan.Â
Bagaimana Coaching Mendukung Merdeka Belajar?
Coaching memiliki banyak peran dan manfaat dalam mendukung merdeka belajar. Dalam hubungan guru dengan murid, coaching menjadi strategi pendekatan individu.Â
Melalui coaching akan tercipta komunikasi pembelajaran positif. Komunikasi ini memberikan ruang yang luas bagi murid untuk menggali potensi dalam menemukan solusi.Â
Murid merdeka dalam menentukan tindak lanjut konkret dari permasalahan pembelajaran.Â
Dalam relasi guru dengan guru, coach dapat membantu coachee menemukan kekuatan dirinya dalam proses pembelajaran Kurikulum Merdeka. Percakapan bermakna antara keduanya akan mengarah pada peningkatan kualitas pembelajaran.Â
Dalam hal ini guru sebagai coachee memiliki kemerdekaan dalam merumuskan solusi dari permasalahan yang dihadapi di kelas. Selanjutnya pengembangan diri coachee akan menjadi tanggung jawab bagi dirinya sendiri. Hal ini menjadi jaminan pengembangan diri berkelanjutan.Â
Apa Saja Hal yang Sering Terlupakan dalam Coaching?
Praktik coaching yang telah dilakukan rekan-rekan Guru Penggerak terbukti efektif dalam mewujudkan merdeka belajar. Selain itu juga sangat mendukung Implementasi Kurikulum Merdeka.Â
Namun, pelaksanaannya masih membutuhkan perbaikan. Perbaikan-perbaikan tersebut terkait hal-hal yang sering dilupakan dalam coaching.Â
1. Komunikasi Nonverbal
Sejauh pengamatan yang dilakukan, praktik coaching yang berjalan belum mengoptimalkan komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal dimaksud terkait dengan kontak mata dan gestur.Â
Hal yang sering terlupakan adalah kontak mata. Padahal ini adalah hal penting sebagai wujud kehadiran seutuhnya.Â
Kontak mata sebagai bahasa nonverbal memiliki kekuatan. Terutama meyakinkan coachee bahwa coach mendengar aktif.Â
2. Coaching bagi Murid
Komunikasi yang dilakukan masih sebatas guru dengan guru. Masih jarang terjadi komunikasi dua arah dengan murid.Â
Kendala yang dialami adalah terkait membangun komunikasi dua arah. Komunikasi dengan murid cenderung lebih susah.Â
Guru memiliki tantangan lebih besar dalam menggali potensi murid agar bisa menemukan solusi permasalahan sendiri.Â
Strategi yang bisa diterapkan di antaranya, yaitu dengan melibatkan orang tua murid dan memberikan pertanyaan sesuai tingkat usianya.Â
3. Budaya Positif Komunitas Belajar di Sekolah
Sampai saat ini coaching belum menjadi budaya positif di sekolah. Coaching masih sebatas dilakukan oleh guru penggerak.Â
Padahal sejatinya coaching ini bisa dilakukan oleh seluruh warga sekolah. Artinya guru penggerak harus mengimbaskan kepada warga sekolah.Â
4. Suasana Santai Saat Coaching
Hal ini penting untuk membangun kemitraan dengan coachee. Suasana santai akan membuat coachee lebih terbuka.Â
Dari pengamatan sejauh ini, praktik coaching yang dilakukan masih terlihat kaku. Percakapan masih belum berjalan apa adanya.Â
Banyak praktik coaching dilakukan berdasarkan 'skenario' yang ada. Namun, hal ini lambat laun akan menjadi biasa apabila sering dilakukan.Â
Demikian semoga ke depannya praktik coaching yang dilakukan bisa lebih baik lagi. Tujuannya agar dapat mendukung Merdeka belajar di sekolah. Selain itu juga meningkatkan kualitas Implementasi Kurikulum Merdeka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H