Kreatif merupakan salah satu nilai guru penggerak. Nilai ini diyakini membuat guru penggerak selalu berpikir di luar kebiasaan.Â
Adanya nilai ini dalam diri guru penggerak akan mengantarkan seorang guru penggerak tidak kekurangan ide. Terutama ide baru dalam mewujudkan pembelajaran yang memerdekakan.Â
Termasuk di dalamnya adalah ide-ide selama mengikuti lokakarya 4. Dalam lokakarya yang bertujuan mengembangkan kompetensi guru penggerak dalam coaching dan supervisi akademik ini, guru penggerak terlihat menerapkan beberapa taktik.Â
Taktik apa yang diterapkan saat lokakarya?
Selama memandu jalannya lokakarya 4, setidaknya ada empat taktik jitu yang diterapkan. Keempatnya sering muncul saat kegiatan pleno maupun kelompok.Â
Taktik tersebut sepertinya tidak dipersiapkan dari rumah. Namun, menyesuaikan dengan kondisi di kelas saat lokakarya 4.
Taktik berikut perlu diwaspadai karena jika tidak dikelola dengan baik bisa saja memengaruhi proses belajar dalam lokakarya. Berikut empat taktik guru penggerak dalam lokakarya yang perlu diwaspadai.Â
1. Menjadi penjawab pertama
Dalam lokakarya Pengajar Praktik (PP) seringkali mengajukan pertanyaan kepada peserta. Pertanyaan yang dilontarkan terkait dengan materi yang sudah dipelajari.Â
Guru penggerak sebagai peserta seringkali tidak pernah memedulikan benar atau salahnya jawaban. Hal ini karena lokakarya merupakan bentuk Pembelajaran Orang Dewasa (POD).Â
Artinya jawaban didasarkan pada pengalaman awal yang telah dimilikinya. Dengan dasar ini memang tidak ada jawaban benar atau salah.Â
Oleh karena itu, guru penggerak sebagai peserta lokakarya memilih menjadi penjawab pertama. Alasannya sangat sederhana.Â
Melalui pengamatan saat proses pembelajaran ternyata mereka tidak ingin ada yang mendahului jawabannya. Sebab mau tidak mau harus memikirkan jawaban lain jika menjawab belakangan.Â
Di satu sisi, taktik ini memang memunculkan kelas yang aktif. Namun, di sisi lain akan berbahaya jika tidak dikelola dengan baik.Â
Taktik ini akan menumbuhkan kompetisi dan bukan kolaborasi. Semua peserta ingin menjadi yang pertama.Â
Tentu peran PP selaku fasilitator sangat besar dalam mengelola hal ini. Tujuannya agar kelas tetap kondusif dan semua peserta mendapat kesempatan sama dalam belajar.
2. Menjadi peserta terakhir dalam urutan
Taktik ini diterapkan guru penggerak saat mendapatkan tugas berantai dalam kelompok. Menjadi posisi terakhir akan mendapat kesempatan lebih banyak untuk belajar dari peserta sebelumnya.Â
Taktik ini sangat bagus. Hal ini karena melahirkan kelas yang terus bertumbuh. Kelas yang terus berkembang dari pengalaman peserta lainnya.Â
Peserta terakhir memiliki kesempatan lebih besar mengumpulkan informasi penting. Selanjutnya akan memanfaatkan informasi tersebut untuk membuat dirinya lebih baik.Â
Namun, perlu diwaspadai juga apabila peserta terakhir enggan berbagi. Hal ini akan berbahaya bagi peserta lainnya.Â
Peserta lain akan merasa hanya sebagai sumber belajar saja. Mereka merasa tidak dilibatkan peserta terakhir sebagai teman belajar.Â
Melalui berbagi oleh peserta terakhir, peserta sebelumnya juga akan ikut belajar. Hingga pada akhirnya akan sama-sama memperoleh pengalaman belajar yang seimbang.Â
3. Pura-pura kerja
Taktik ini perlu diwaspadai. Hampir tidak ditemukan adanya nilai positif dari taktik ini. Secara umum taktik ini justru merugikan peserta sendiri.Â
Guru penggerak sebagai peserta tentu memiliki alasan sendiri saat menjalankan taktik ini. Bisa jadi karena waktu pengerjaan tugas yang mepet. Hal ini memicu guru penggerak mencari jalan termudah menyelesaikannya.Â
Bisa jadi juga karena dengan bersungguh-sungguh sekalipun peserta merasa tidak akan mendapat pembelajaran baru. Penyebabnya karena materi atau praktik yang dilakukan merupakan pengulangan saja.Â
Hal ini akan memicu munculnya niat belajar hanya menggugurkan kewajiban. Tentu hal ini bertentangan dengan komitmen awal mengikuti pendidikan.Â
4. Memilih berada pada zona nyaman
Tidak dipungkiri bahwa berada pada zona nyaman membuat seseorang merasa memiliki tempat terbaik. Padahal sejatinya tidak seperti itu.
Berada di zona nyaman sesungguhnya adalah ancaman bagi kemajuan proses belajar. Tentu ini tidak selaras dengan kepemimpinan dalam pembelajaran yang menjadi tujuan pendidikan guru penggerak.Â
Taktik ini terlihat bahkan sejak awal dalam pemilihan posisi duduk. Posisi duduk peserta pada lokakarya 4 ini cenderung berdasarkan kelompok PP. Ini yang perlu diwaspadai.Â
PP selaku fasilitator seharusnya peka bahwa zona nyaman peserta harus ditanggalkan. Selaku fasilitator, PP memiliki peran penting agar taktik ini tidak bisa berjalan.Â
Bagaimanapun juga lokakarya 4 memiliki ruh kesetaraan dalam belajar. Artinya semua peserta adalah setara. Sehingga tidak selayaknya menempatkan diri pada zona  nyaman.Â
Demikian empat taktik guru penggerak dalam lokakarya 4 yang perlu diwaspadai. Terutama oleh PP selaku fasilitator. Tentu tujuannya agar semua peserta sama-sama setara untuk mendapatkan pengalaman belajar terbaiknya.Â
Jangan lupa simak juga keseruan Lokakarya 4 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 6 Kota Mataram dalam tayangan video berikut ini!Â
Semoga bermanfaat!
Salam Bloger Penggerak
Sudomo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H