Mohon tunggu...
Sudomo
Sudomo Mohon Tunggu... Guru - Guru Penggerak Lombok Barat

Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Filosofi Bulayak

14 November 2022   06:03 Diperbarui: 15 November 2022   18:21 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Wah! Enak sekali, Bapak, ya?" suara anak yang belum genap 7 tahun itu terdengar bahagia. 

Amaq Locong, sang ayah, hanya tersenyum. Matanya berbinar sambil mengamati sajian. Dua porsi satai daging terlihat menggoda. Bulayak terlihat rapi terbungkus daun kelapa yang dililitkan. Potongan kecil-kecil cabai rawit muda menjadi penghias bumbunya. Di sampingnya tergeletak tudung saji yang terbuat dari anyaman daun lontar. 

Tudung saji yang biasa disebut tembolak oleh masyarakat Lombok itu ditambahi cermin kecil dan cangkang kerang. Sepasang mata anak lelaki bernama Solong itu menatap hidangan di depannya dengan penuh harap. Sajian ini telah lama diidam-idamkannya. 

Bocah itu terlihat menahan air liurnya. Sementara ayahnya hanya menatapnya. Semakin dalam dia menatap wajah anaknya, semakin sesak memenuhi dadanya. 

"Sabar dulu, ya, Long," kata Amaq Locong sambil mengelus kepala Solong yang menunduk memperhatikan sajian. 

Solong menganggukkan kepala kemudian berkata, "Bapak... ini kenapa tudungnya ada cermin dan cangkang kerang?"

Amaq Locong kembali tersenyum tanpa bergegas menjawabnya. Dia memilih kembali mengelus kepala Solong. Sejenak dia melihat sekeliling. Tidak jauh darinya, beberapa keluarga terlihat menikmati sajian satai bulayak dengan lahap. Sesekali mereka terlihat tertawa kecil. Sebagian lagi tampak tersenyum-senyum.

Mendadak mata pria itu menangkap bayangan tubuh seorang perempuan yang sedang sibuk membongkar-bongkar lembar menu di meja kasir. Sayup dia mendengar perempuan itu bertanya pada perempuan lainnya, "Bik Imah! Mana lembar menu yang sobek ujungnya itu?" Kedua perempuan itu terlihat berbicara dengan mimik serius. 

Amaq Locong memalingkan wajahnya ke arah Solong. Secara detail dia memperhatikan wajah anak semata wayangnya itu. Wajah polosnya memancarkan harapan. Dia tahu harapan itu adalah bisa segera menikmati hidangan khas Lombok itu. Terlebih hari ini tidak seperti biasa. Anak yang baru menginjak kelas 1 SD itu menyusul dirinya. 

Amaq Locong yakin anaknya itu sedang kelaparan. Terlebih setelah tadi berjalan dari sekolah dan berkeliling ke beberapa tempat sampah. Di warung sate wilayah Suranadi Lombok ini adalah lokasi yang kelima kalinya. 

Lelaki berkulit cokelat gelap itu mengembalikan fokus pada hidangan. Dia melihat anaknya masih menunggu dirinya memberikan jawaban atas pertanyaan yang baru saja diajukannya. Lelaki berusia 37 tahun itu pun menjelaskan secara detail filosofi bulayak yang ditutup tembolak dengan cermin dan cangkang kerang. 

"Long... cermin ini artinya kita sebagai manusia harus mawas diri. Kamu tahu tidak kenapa?" tanya Amaq Locong sambil menatap wajah Solong yang duduk di sampingnya. 

Amaq Locong melihat anaknya itu menggelengkan kepala. Dia pun meneruskan penjelasannya. 

"Karena kita harus menyadari kemampuan diri kita sendiri. Kita juga harus bercermin pada apa yang kita lakukan. Kalau melakukan kebaikan, tentu balasannya juga akan baik. Begitu, Long. Ngerti kamu?" tanya Amaq Locong sambil melihat tembolak dia samping hidangan. 

Amaq Locong pun kembali melanjutkan penjelasannya, "Cangkang kerang ini artinya kematian. Menandakan bahwa amal kebaikanlah yang akan dibawa mati. Karenanya berbuat baiklah agar selamat di akhirat nanti. Begitu, Long."

Keduanya pun berbagi tawa. Terlebih ketika Solong mampu menceritakan kembali penjelasan ayahnya. Namun, tiba-tiba tawa keduanya berhenti ketika seorang perempuan menghampiri. 

"Maaf, Pak. Jadi, Bapak pesan berapa porsi?" tanya perempuan itu sambil duduk di hadapan Amaq Locong dan Solong. 

Amaq Locong dan Solong berbagi tatap. Keduanya mendadak terdiam. Mereka tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu. 

Amaq Locong pun akhirnya berhasil menenangkan diri dan angkat bicara, "E e e... Maaf, Bu. Saya tidak pesan apa-apa."

Pelayan warung itu menatap Amaq Locong dan Solong bergantian. Dia terlihat mengernyitkan dahi. 

"Saya kemari sebenarnya hanya ingin mengembalikan ini. Tadi saya menemukannya di dekat tempat sampah di depan warung," kata Amaq Locong kemudian sambil menyodorkan lembar menu kepada perempuan itu. 

Amaq Locong pun berdiri diikuti Solong dan pelayan itu. Sebelum pamit dia berkata, "Saya mengambil ini karena sepertinya ini tadi ikut terbuang tanpa sengaja. Saya juga melihat sepertinya ini masih bermanfaat."

Lembar menu sedikit robek di bagian ujung bergambar sate bulayak nan menggoda itu pun berpindah ke tangan penjual sate bulayak. Gambar hidangan yang sejak tadi dilihat Solong di lembar menu itu pun hilang dari pandangannya. Amaq Locong mengajak Solong untuk melanjutkan perjalanan memulung sampah. Namun, belum beberapa langkah dia mendengar sebuah panggilan. 

"Bapak tunggu! Ini untuk Bapak," kata penjual sate itu menyodorkan bungkusan berisi dua porsi sate bulayak kepada si bapak. 

Bapak itu pun menjawab, "Tidak usah, Bu. Terima kasih."

"Tidak baik menolak rezeki, Pak. Ini sebagai bentuk terima kasih saya karena Bapak menemukan lembar menu ini. Soalnya di sini ada catatan pemesanan yang sangat banyak," kata penjual itu sambil menyodorkan bungkusan berisi dua porsi satai bulayak. 

Setelah mengucapkan terima kasih, bapak itu memutuskan mengajak anaknya untuk pulang menemui ibunya untuk makan bersama. Mereka baru saja menemukan filosofi bulayak tentang kebaikan dan balasannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun