Daging sapi dan ayam, Telur ayam, Susu, Jagung, Minyak tanah dan Garam beryodium harus tetap tersedia tidak boleh tergantung pada kondisi ada atau tidaknya Pandemik ini. Lain dengan strategi pra Reformasi di mana pemerintah berusaha mencukupi kebutuhan dalam negeri dengan swasembada mulai beras, jagung dll. kalaupun ada impor angka-angkanya tidak fantastis.
Kita dulu terlampau asyik dengan impor pasca Reformasi 1998. Ada perbandingan tata kelola impor pangan antara masa pra Reformasi dengan Era Reformasi hingga kini. Pada era reformasi banyak pemimpin negara yang para pembantunya berpikiran praktis, simpel dan mungkin dipikirnya efisiensi. kebutuhan pokok bangsa ini lebih banyak mengandalkan impor.
Kalau pada awalnya impor adalah jalan cepat atasi kekurangan pangan sebenarnya kita masuk dalam jebakan impor (Import Trap). negara Indonesia termasuk korban jebakan impor, pada  awalnya barang  impor di jual dengan harga murah sehingga di pasaran masyarakat yang ingin membeli mendapatkan barang yang berkualitas dan murah.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dalam negeri yang tiap tahun makin meninggi maka harga  barang-barang impor pun makin naik. Kini masyarakat tidak lagi memperoleh barang impor dengan harga makin terus melambung.
IMPOR KOMODITAS PANGAN / NON PANGAN
Deras masuk barang-barang impor berdampak buruk sekali bagi petani dan pemilik kebun, dan usaha peternakan lainnya.Â
-Impor bawang merah bersamaan dengan panen petani bawang,Â
-Impor singkong dengan masa petani panen singkong,Â
-Impor beras saat petani panen padi,Â
-Impor daging beku dengan alasan peternak kita tidak mampu memenuhi kebutuhan daging,Â
-Impor garam padahal negara kita punya garis pantai terpanjang di dunia,Â