Mohon tunggu...
Sudi Pratikno
Sudi Pratikno Mohon Tunggu... Penulis - Menghijaulah bersama tanah Indonesia

Kan ku dayung perahu kertasku sampai jauh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Meninjau Santri dan Angkringan dari Kacamata Antropologi

9 Agustus 2018   16:59 Diperbarui: 21 Oktober 2022   18:29 4403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://santrial-luqmaniyyah.blogspot.com

Bahkan mungkin saja diadakan semacam joint fenture antara ulama-ulama timur tengah, para pemikir dari timur tengah untuk studi banding atau difasilitasi untuk diadakan semacam summer course (istilah yang disematkan pada program pertukaran pelajar, dosen, tokoh intelektual selama beberapa bulan dalam rangka melakukan serangkaian kegiatan ilmiah maupun mempererat hubungan antara kedua belah pihak). 

Banyak benefit yang diperoleh dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain akan meningkatkan rating positif terhadap Jogja Istimewa, dapat menjalin ukhuwah islamiyah lebih erat dengan ulama timur tengah, dapat saling bertukar informasi, ilmu pengetahuan, dan kajian keislaman, serta manfaat lainnya.

Kembali lagi kepada santri. Santri memang berpenampilan biasa dan santai, namun di dalamnya terdapat bakat yang terpendam dan ledakan masa depan. Para kaum sarungan (sebutan santri) adalah para generasi muda bangsa yang sesungguhnya.

Santri sebagai ujung tombak pembentukan karakter luhur, karena mereka mengenyam dan mendalami karakter-karakter mulia itu tidak berupa teori dan buku-buku tebal, namun praktik dan praktik setiap hari (niti laku). 

Praktik setiap hari akan membentuk perilaku, watak, dan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang berkembang dari waktu ke waktu akan membentuk kepribadian yang melekat dalam diri. 

Kepribadian yang baik akan memberikan nilai tambah bagi siapa saja yang memiliki dan menjalankannya. Contohnya saat pergi ke angkringan pun mereka mengedepankan akhlak dan sopan santunnya.

Bahkan orang yang punya angkringan sampai hafal dengan santri yang sering ngangkring dan tidak heran jika mereka mengangap santri-santri ini sebagai anaknya.

Santri dan angkringan ibarat dua sisi kertas yang saling melengkapi. Sebagai penggerak perekonomian, para pemilik angkringan membuka angkringannya untuk mengais rejeki, rejeki dari mana? yakni dari "sedekah" para santri setiap kali ngangkring. 

Bahkan kemuliaan hati seorang pemilik angkringan sangat tinggi, saat santri tidak membawa uang dan mereka terpaksa berhutang, mereka tetap dibolehkan dengan senyuman hangat. 

Sedangkan bagi santri, media angkringan adalah ajang berdiskusi, bertukar informasi, saling mengenal satu sama lain agar lebih akrab atau sebagai wadah dalam bersilaturahim antara alumni pondok dengan santri, dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar lingkungan pondok pesantren.

Saat Anda berkunjung ke Krapyak, Yogyakarta, cobalah untuk mengunjunginya di sore hari. Susana pesantren sangat kental disini. Mirip sekali dengan suasana di Tebuireng, Jombang atau di pesantren-pesantren lain di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun