Dalam kondisi seperti ini, diperlukan kecerdasan tersendiri bagi seorang guru dalam memfungsikan dirinya sebagai pengajar dan pendidik sehingga bisa dijadikan model bagi anak didiknya karena dalam melaksanakan tugas sehari-harinya seorang guru tidak bisa lepas dengan perhatian anak muridnya. Tidak sedikit murid yang mengidolakan gurunya lantaran punya kekhasan dalam cara mengajar atau mendidiknya, bahkan tidak sedikit guru yang dianggap sebagai pengganti orang tuanya di rumah sehingga dijadikan tumpahan curhat yang tak mudah terlupakan.
Guru yang bijaksana dan berwawasan ke masa depan anak didiknya senantiasa akan bertanya kepada dirinya sendiri; "Guru seperti apakah aku ini di depan murid-muridku? Apa yang harus kulakukan untuk murid-muridku?"
Dua pertanyaan sederhana ini tentunya merupakan pertanyaan yang mendasar bagi seorang guru. Dengan bekal dua pertanyaan ini seorang guru akan senantiasa berkreasi, inovasi tiada henti (pinjam motto Suzuki), dan selalu update dengan kebaruan.
Guru yang mampu menyesuaikan dengan zamannya akan divavoritkan oleh anak-anak didiknya serta akan melalui tugasnya sepi dari keluh kesah, ia akan masuk ke kelasnya dengan menaburkan senyum harapan sebagai pembangkit semangat belajar. Guru yang demikian tentunya akan memperoleh gelar dari murid-muridnya secara tulus, sebagai; Guru Murah Senyum, Guru Inspiratif, Guru Penyamangat, Guru Penampung Galau, Guru Penghilang Kesedihan, dan masih banyak lagi gelar-gelar keikhlasan yang diberikan oleh murid-muridnya dan orang-orang yang ada di sekilingnya. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H