Mohon tunggu...
Suciati Nuriyah
Suciati Nuriyah Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Mahasiswi yang Menyukai Karya Sastra

Melihat Bagaikan Mata Elang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengapa Harus Aku?

31 Oktober 2019   20:08 Diperbarui: 31 Oktober 2019   20:19 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Akhirnya aku tenang dan berusaha tidak menyinggung dia dan bertanya "Siapa namamu, Noni, mengapa kau bisa berada disini ?" dan dia menjawab "Namaku Helen, dan aku terbunuh disini oleh tentara yang bermata sipit yang membawa sebilah pedang."

Akhirnya dia bercerita bahwa dia mati karena dipenggal oleh tentara Jepang, begitupun dengan ibu, para pembantu, tukang kebun yang saat itu diculik dan akhirnya terbunuh. Lain hal dengan ayahnya yang ditembak mati saat sedang berada di kantor karena ia tidak mau menyerahkan surat tanah dan hartanya kepada mereka.

Helen gadis kecil yang tidak tau apa-apa, tidak berdosa dan masih selalu bertanya kemana orang tuaku dan mengapa semua orang menghilang, apa salahnya dan mengapa dia dibunuh.

Hari demi hari kami selalu lewati bersama, cerita demi cerita terungkap hingga kami menjadi sangat dekat seperti sahabat yang tak ingin berpisah. Banyak sifat, hobby dan beberapa hal yang sama hanya satu yang tak sama kami hidup di alam yang berbeda.

Aku sudah tidak takut kalau tiba-tiba kepala Helen terlepas dan itu menandakan bahwa dia sedang sedih dan berusaha mengingat dan rindur pada keluarganya. Pada suatu ketika aku pergi ke sebuah seminar di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di Bandung yang sangat populer dan pastinya aku membawa Helen karena sekolah itu sudah ada sejak zaman Belanda, mungkin dia akan mendapat teman baru di sana.

Beberapa saat aku duduk menyaksikan penjelasan dari rangkaian acara tetapi aku heran dengan orang-orang yang mempertunjukkan tarian balet dan seorang anak laki-laki yang memainkan alunan biola sebagai pengiring tarian balet itu.

Para penari balet dan anak laki-laki pemain biola yang memiliki wajah asing seperti orang Belanda menambah nuansa tua yang terdapat di ruangan ini. Aku hanya keheranan menyaksikan pertunjukkan balet yang sama sekali didalam ruangan ini acuh terhadap pertunjukkan itu.

Lain halnya dengan Helen yang sangat kegirangan dan berkata "Lihat mereka sudah lama aku tidak menonton pertujukan balet. Biasanya vader membawaku untuk menyaksikannya sambil makan malam."

Hingga selesai acara hanya wajah-wajah oriental khas bangsawan Belanda di zaman dahulu yang aku lihat dan yang aku rasakkan hanya wewangian parfume dengan campuran sari bunga-bungaan.

Waktu pulang pun tiba aku dan Helen segera keluar dari ruangan menuju parkiran, ada bau yang sangat tidak asing di lobby sekolah ini, aku menghirup udara dengan wangi busuk yang sangat menyengat firasatku berkata "apa ini yang di namakan Danur ?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun