Mohon tunggu...
Suciati Nuriyah
Suciati Nuriyah Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Mahasiswi yang Menyukai Karya Sastra

Melihat Bagaikan Mata Elang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengapa Harus Aku?

31 Oktober 2019   20:08 Diperbarui: 31 Oktober 2019   20:19 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku hanya seorang anak remaja yang normal jika dilihat dari fisik, sama seperti anak lain punya 2 mata, hidung, 2 telinga, mulut dan tidak ada organ yang kurang sedikitpun. Lalu mengapa harus aku yang dianggap berbeda. Apa karena sifatku atau karena tingkah lakuku ? semua orang pasti mempunyai sifat yang berbeda dan semua orang memiliki kemampuannya sendiri-sendiri.

Ceritaku ini berawal ketika aku menginjak sekolah dasar kelas 5. Memang ini tidak aku sadari sepenuhnya dan hanya merasa hal ini biasa saja. Tetapi ini membuat orang lain takut dan kadang banyak yang bertanya. Ya, kemampuanku bisa melihat mereka sahabat halus yang hanya dianggap orang lain sebuah halusinasi. Awalmya aku sangat tergnggu tetapi lama-lama aku terbiasa akan hal terssebut.

Kini aku mempunyai seorang sahabat yang salah satu dari mereka selalu berada kemanapun aku pergi. Awal aku bertemu dengan dia adalah di sudut taman sekolah. Pada waktu itu dia menangis tersedu-sedu seperti menahan rasa sakit.

Dia terlihat normal hanya pakaiannya saja yang aneh dia mengenakan gaun bermain yang suka dipakai oleh noni-noni belanda saat bersantai.

Aku mendekatinya perlahan dan bertanya, "Hey, kenapa kamu menangis ? apa kamu terluka ?" dia tidak bergeming dari tangisnya dan malah menangis lebih kencang, semakin panik ku rasakan dan tak tahu apa yang harus aku lakukan agar dia berhenti menangis.

Perlahan ku mencoba mengelus pundaknya agar dia lebih tenang dan berhenti menangis, tetapi apa yang kurasa hanya perasaan sedih yang amat sangat dalam sehingga mataku mulai berkaca-kaca.

Ya Tuhan kenapa aku? Kenapa aku merasakan hal yang sesakit ini. Kenapa dia membagikan rasa ini padaku. Semakin aku merasa sedih semakin tenang dia dan semakin senyap suara tangisnya.

Sedikit demi sedikit dia berusaha mengeluarkan suara dan berkata "Bedankt voor het delen van je verdriet met mij". Aku terkejut mengapa dia berbicara dengan Bahasa Belanda apa dia seseorang yang terbunuh disini atau arwahnya nyasar kesini. Hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk melihat mukanya.

Parasnya cantik, kulitnya seputih salju, rambutnya yang merah seperti rambut jagung dengan panjang sebahu dan sepasang pipi yang merah merona. Bagaikan putri dari negeri dongeng, ada yang janggal pada saat aku melihat matanya.

"Astaga, Ahhhhhh, Tuhan." Kenapa mata anak itu tidak ada hanya ada hitam yang kulihat aku duduk dengan napas tersenggal-senggal, sesak rasanya dan pikiranku semakin kacau tak bisa berfikir dengan benar sedikitpun.

Dia pun berkata "Maafkan aku telah membuatmu takut karena melihatkan sebagian dari wujud asliku."

Aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Akhirnya aku tenang dan berusaha tidak menyinggung dia dan bertanya "Siapa namamu, Noni, mengapa kau bisa berada disini ?" dan dia menjawab "Namaku Helen, dan aku terbunuh disini oleh tentara yang bermata sipit yang membawa sebilah pedang."

Akhirnya dia bercerita bahwa dia mati karena dipenggal oleh tentara Jepang, begitupun dengan ibu, para pembantu, tukang kebun yang saat itu diculik dan akhirnya terbunuh. Lain hal dengan ayahnya yang ditembak mati saat sedang berada di kantor karena ia tidak mau menyerahkan surat tanah dan hartanya kepada mereka.

Helen gadis kecil yang tidak tau apa-apa, tidak berdosa dan masih selalu bertanya kemana orang tuaku dan mengapa semua orang menghilang, apa salahnya dan mengapa dia dibunuh.

Hari demi hari kami selalu lewati bersama, cerita demi cerita terungkap hingga kami menjadi sangat dekat seperti sahabat yang tak ingin berpisah. Banyak sifat, hobby dan beberapa hal yang sama hanya satu yang tak sama kami hidup di alam yang berbeda.

Aku sudah tidak takut kalau tiba-tiba kepala Helen terlepas dan itu menandakan bahwa dia sedang sedih dan berusaha mengingat dan rindur pada keluarganya. Pada suatu ketika aku pergi ke sebuah seminar di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di Bandung yang sangat populer dan pastinya aku membawa Helen karena sekolah itu sudah ada sejak zaman Belanda, mungkin dia akan mendapat teman baru di sana.

Beberapa saat aku duduk menyaksikan penjelasan dari rangkaian acara tetapi aku heran dengan orang-orang yang mempertunjukkan tarian balet dan seorang anak laki-laki yang memainkan alunan biola sebagai pengiring tarian balet itu.

Para penari balet dan anak laki-laki pemain biola yang memiliki wajah asing seperti orang Belanda menambah nuansa tua yang terdapat di ruangan ini. Aku hanya keheranan menyaksikan pertunjukkan balet yang sama sekali didalam ruangan ini acuh terhadap pertunjukkan itu.

Lain halnya dengan Helen yang sangat kegirangan dan berkata "Lihat mereka sudah lama aku tidak menonton pertujukan balet. Biasanya vader membawaku untuk menyaksikannya sambil makan malam."

Hingga selesai acara hanya wajah-wajah oriental khas bangsawan Belanda di zaman dahulu yang aku lihat dan yang aku rasakkan hanya wewangian parfume dengan campuran sari bunga-bungaan.

Waktu pulang pun tiba aku dan Helen segera keluar dari ruangan menuju parkiran, ada bau yang sangat tidak asing di lobby sekolah ini, aku menghirup udara dengan wangi busuk yang sangat menyengat firasatku berkata "apa ini yang di namakan Danur ?"

Danur adalah cairan yang keluar dari mayat baunya sangat busuk menyengat, aku sampai mual menghirupnya dan ingin segera menuju luar dan menghirup udara segar. Tetapi bau amis darah selalu menempel dan aku tak mau melihat ke belakangku karena aku tahu bahwa mereka mengikutiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun