“ Saya bisa taubat dan kembali kepada NKRI karena keluarga menerima saya apa adanya,” tutur M Sofyan Tsauri , mantan teroris Aceh, yang sekarang sering melakukan testimony untuk menghindarkan orang terjebak dan masuk ke dalam jaringan kelompok radikal. Tujuan tesmony M Sofyan atau Ustad Sofyan sungguh baik, tidak mau bangsa ini terpecah belah dan rusak karena ada pemahaman yang salah yang mengatasnamakan Negara.
“Pemahaman yang salah akan menyerat anak anak bangsa ini kedalam kelompok radikal, contohnya saya. Kalau saya yang aparat kepolisian mempunyai jiwa nasionalis tinggi saja bisa masuk, apalagi masyarakat biasa tentu lebih mudah dipengaruhi,” tambahnya lagi.
M Sofyan berpangkat terakhir brigadir kepala sebelum di berhentikan dari kepolisian pada tahun 2009 dengan alasan poligami dan desersi. Ia bertugas di kepolisian resort Depok Jawa Barat. Sebelum desersi, ia sudah aktif melakukan dakwah sampai memutuskan untuk memilih berjihad dan mangkir dari tugasnya sebagai abdi Negara. Atas pemahaman terhadap apa yang diyakininya tersebut ia bahkan dengan kesadarannya mencuri puluhan senjata AK 47, M 16 dan revolver di gudang senjata kepolisian. M Sofyan alias Abu Ahyass alias Marwan bergabung dengan kelompok Dulmatin sejak tahun 2008 yang semakin memperkuat keyakinannya untuk terus berjihad dan mengadakan program latihan di Aceh. Bersama kelompok Dulmatin ia melatih gerombolan bersenjata di hutan kawasan jantho, Aceh Barat dan tertangkap pada awal aret 2010.
Pola perekrutan ala ‘Singa Memangsa Rusa’
Kelompok radikal tidak mudah menyerah untuk mencari orang-orang baru dan mengajak bergabung dengan kelompoknya. Isu terorisme tidak lepas dari isu global salah satunya yang menimpa Palestina. Ketidakadilan terhadap umat Islam memicu munculnya solidaritas yang membesar menjadi radikalisme karena jiwanya merasa terpanggil untuk membantu umat islam yang tertindas.
Tidak seperti yang saya pikirkan selama ini, yang masuk ke dalam kelompok radikal adalah orang-orang yang memahami Islam dengan kuat, tetapi justru biasanya mereka mencari target orang-orang yang tidak kuat pendirian, tidak paham benar tentang ajaran islam. Orang-orang galau ini mudah di pengaruhi dan diajak bergabung.
Kelompok ini akan memanfaatkan kegamangan dan keresahan orang-orang untuk di cuci otak dan direkrut menjadi anggotanya. bergabung dengan kelaompoknya
Pola Singa memangsa rusa sebagai korbannya di lakukan sebagai strategi perekrutan. Tidak tanggung-tanggung, seperti saat Singa saat memangsa Rusa, satu orang target akan di kepung dan di pengaruhi oleh 4- 5 orang anggota kelompok radikal. Biasanya satu orang , sebut saja A akan mendekati target (sebut saja X) setelah mempelajari dan mengetahui seluk beluk X tersebut. Misalnya alamat rumah, orangtuanya, pekerjaan orangtua, penghasilan , keseharian keluarga tsb. Setelah data awal di kantongi, kemudian Si A akan mengajak X untuk makan-makan di Food Court. Setelah diajak makan, gobrol ringan, tiba-tiba muncul orang kedua , sebut saja Si B (sebenarnya ini sudah ada di skenario kelompok radikal) . Si B ini pura-pura teman lama Si A.
Kemudian mereka gobrol-gobrol sudah mengarah kepada kondisi umat Islam di dunia yang mengalami ketidakadilan. Beberapa saat kemudian muncul orang lainnyam sebut saja Si C, yang mengaku teman lama si A dan menceritakan simpati dan kegiatannya . Tak lama orang lainnya , Si D akan muncul dan ikut nimbrung gobrol untuk menguatkan simpati kondisi global umat islam di dunia . Nah Si E akan datang dengan’kebetulan’ dan disinilah doktrin akan ditanamkan dengan kuat.
Saya bisa membayangkan jika Si X gamang, galau, tidak cukup paham dengan keislamannya, maka akan mudah sekali simpati, dan merasakan solidaritas dan semangatnya muncul dan mengebu-gebu. Tak hanya sampai di situ, salah satu dari kelompok radikal tersebut, bisa jadi si D setelah pertemuan pertama tersebut akan datang, menemui dan terus intensif mendekati Si X . Dalam proses pendekatan tersebut, Si X diwanti-wanti tidak boleh membocorkan pertemuan ‘rahasia’ dengan mereka, tidak boleh bicara dan percaya dengan siapapun kecuali dengan mereka. Proses cuci otak tersebut membuat Si X percaya bahwa orang tua termasuk saudara, tetangga, guru dan orang di luar kelompok mereka adalah orang Kafir yang halal darahnya.
Mengenali Ciri Khas Orang yang Mulai Masuk Jaringan Radikal
Waspada dan peduli terhadap perubahan sikap anak, anggota keluarga atau orang disekeliling kita menjadi hal yang penting dan harus di miliki orang setiap orang. Kepedulian dan deteksi ini ini penting dilakukan sebagai upaya untuk memotong rantai radikalisme yang mulai mempengaruhi anggota keluarga.
Ciri yang mudah dikenali dari orang yang sudah mulai terpengaruh jaringan kelompok radikal biasanya bisa dilihat dari perubahan perilaku, sbb:
Pertama, menarik dari dari pergaulan. JIka anak/ anggota keluarga yang biasanya suka mengobrol, bicara, bercerita, banyak bicara atau suka bermain, tiba-tiba tidak melakukan itu semua , maka orangtua patut mewaspadainya. Jika ada tetangga yang mulai menarik diri dari pergaulan, tidak mau lagi bergabung dengan tetangga, perlu di telusuri lebih jauh alasannya.
Kedua, menutup komunikasi dengan keluarga . Tidak ada lagi pembicaraan, anak tiba-tiba menjadi ‘bisu’ dan tidak peduli dengan orangtua, keluarga. Hanya mau bicara jika ditanya saja, acuh dan bersikap asing
Ketiga, mempunyai kesibukan baru. Anak pulang larut malam dengan alasan banyak kegiatan, ada kesibukan di luar rumah. Kalaupun di rumah ia lebih suka sibuk dengan urusan sendiri, di kamar sibuk berkutat dengan laptopnya dan itu semua di luar kebiasannya selama ini. Kalaupun di tanya, ia akan menghindar dan main rahasia.
Keempat, berani melawan orangtua. Tahap didasari si anak akan mudah melawan orangtua, membantah bahkan terang-terangan berani mencaci maki. Dalam tahap selanjutnya ia akan mudah mengkritik orangtuanya dan menuduh orangtuanya kafir, pekerjaan orangtuanya di Negara kafir sehingga sah saja ia berani dan membantah bahkan menyakiti hati orang tuanya.
Kelima, mempunyai komunitas, teman baru. Bisa jadi akan ada tamu-tamu asing dan selama ini tidak dikenal orangtua dan keluarga. Hal ini terjadi juga dengan salah satu kenalan jauh keluarga kami yang anggota keluarganya pernah terlibat dalam kelompok radikal. Ia pernah membawa teman-teman asing dan mereka kasak kusuk , sibuk terus di kamar tanpa diketahui aktivitasnya. Ternyata jauh hari kemudian terbukti ia masuk ke dalam kelompok radikal.
Keenam, dalam tahap selanjutnya mulai berani berbohong dan mencuri. Anak membantah , mudah emosi kalau di nasehati dan mulai berbohong akan terbiasa di temui di keluarga. Bohong di mulai dengan tidak menceritakan kegiatannya , minta uang untuk keperluan ini itu yang tidak jelas dan biasanya di ikuti dengan pencurian kecil-kecilan di rumah.
Kunci Tobat, Keluarga Menerima Apa Adanya
Menurut M Sofyan Tsauri , ia bisa kembali ke jalan yang benar, tobat dan tidak lagi menjadi teroris karena keluarganya mau menerimanya apa adanya. Saat ia tertangkap dan di vonis penjara 10 tahun karena kasus teroris Aceh, semua keluarga, tetangga, saudara, teman menjauhinya. Tidak ada lagi yang mau bersaudara, berteman dengan teroris seperti dirinya. Dalam keadaan terpuruk dan jatuh, Sofyan bisa saja justru semakin radikal karena merasa dunia luar tidak menghendaki dirinya kembali. Potensi radikalisme ini sangat tinggi karena ia akan merasa nyaman kembali ke kelompoknya yang mau menerima ia apa adanya.
“Keluarga adalah kekuatan luar biasa yang mendorong saya keluar dari kelompok teroris. Orangtua bisa menerima saya apa adanya” ujar Sofyan.
Untuk itu, Sofyan juga berpesan agar anak/ anggota keluarga terhindar dari ajakan bergabung kedalam kelompok radikal, perlunya menjaga komunikasi dalam keluarga. Selain itu juga orangtua perlu menjaga kedekatan dengan anak. Pola komunikasi harus dijaga sehingga anak merasakan harus bercerita dan percaya dengan orangtua.
Penting juga memberikan dan membiasakan anak untuk berdialog. Hal itu untuk melatih anak berani mengeluarkan pendapat dan menolak ajaran tertentu jika ada yang dianggap tidak benar. Terakhir, membekali anak dengan pemahaman agama yang benar dan mengajarkan anak untuk menolak jika ada orang yang mencoba mempengaruhi dan mengajaknya bergabung dalam kelompok tertentu yang tidak sesuai dengan akidah, ajaran agama Islam.
_Solo, 23 Oktober 2016_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H