Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tobat Setelah Menjadi Teroris, Keluarga Kunci untuk Menghindari Jeratan Kelompok Radikal

23 Oktober 2016   10:42 Diperbarui: 23 Oktober 2016   11:41 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Saya bisa taubat dan kembali kepada NKRI karena keluarga menerima saya apa adanya,” tutur  M Sofyan Tsauri , mantan teroris Aceh,  yang  sekarang  sering melakukan testimony untuk menghindarkan  orang terjebak dan masuk ke dalam jaringan kelompok radikal. Tujuan tesmony  M Sofyan atau Ustad Sofyan sungguh baik, tidak  mau  bangsa ini terpecah belah  dan rusak karena ada pemahaman yang salah yang mengatasnamakan Negara.

Pemahaman yang salah akan menyerat anak anak bangsa ini kedalam kelompok radikal, contohnya saya. Kalau saya yang aparat kepolisian mempunyai jiwa nasionalis  tinggi saja bisa masuk,  apalagi masyarakat biasa tentu lebih mudah dipengaruhi,” tambahnya lagi.

M Sofyan  berpangkat terakhir brigadir  kepala sebelum di berhentikan dari kepolisian pada tahun  2009  dengan alasan  poligami dan desersi.  Ia bertugas di kepolisian resort Depok Jawa Barat. Sebelum  desersi, ia sudah aktif melakukan dakwah  sampai memutuskan untuk memilih berjihad  dan mangkir dari tugasnya sebagai abdi Negara. Atas pemahaman terhadap apa yang diyakininya tersebut  ia  bahkan dengan kesadarannya  mencuri puluhan senjata AK 47, M 16 dan revolver di gudang senjata kepolisian. M Sofyan alias Abu Ahyass alias Marwan bergabung dengan kelompok Dulmatin sejak  tahun 2008 yang semakin memperkuat keyakinannya untuk terus berjihad dan mengadakan program latihan di Aceh. Bersama kelompok Dulmatin ia  melatih gerombolan bersenjata di hutan kawasan jantho, Aceh Barat  dan tertangkap pada awal aret 2010.

Pola perekrutan  ala ‘Singa Memangsa Rusa’

Kelompok radikal  tidak mudah  menyerah untuk mencari orang-orang baru dan mengajak  bergabung dengan kelompoknya. Isu terorisme tidak lepas dari isu global  salah satunya yang menimpa Palestina. Ketidakadilan  terhadap umat Islam memicu munculnya solidaritas yang   membesar menjadi radikalisme karena  jiwanya merasa terpanggil untuk membantu umat islam yang tertindas.

Tidak seperti yang saya pikirkan selama ini, yang masuk ke dalam kelompok radikal adalah orang-orang yang memahami Islam dengan kuat, tetapi justru  biasanya mereka mencari target orang-orang yang tidak kuat pendirian, tidak paham benar tentang ajaran islam.  Orang-orang galau ini mudah di pengaruhi dan diajak  bergabung.

Kelompok ini akan memanfaatkan  kegamangan  dan keresahan orang-orang  untuk di cuci otak dan direkrut menjadi anggotanya. bergabung dengan kelaompoknya

Pola Singa memangsa rusa sebagai korbannya  di lakukan sebagai strategi perekrutan. Tidak tanggung-tanggung, seperti  saat Singa saat memangsa Rusa, satu orang target akan di kepung dan di pengaruhi oleh 4- 5 orang anggota  kelompok radikal. Biasanya satu orang , sebut saja  A akan mendekati target (sebut saja X)  setelah mempelajari dan mengetahui seluk beluk  X tersebut. Misalnya alamat rumah, orangtuanya, pekerjaan orangtua, penghasilan , keseharian keluarga tsb. Setelah data awal di kantongi, kemudian Si A akan mengajak X untuk makan-makan di Food Court. Setelah diajak makan, gobrol ringan, tiba-tiba  muncul  orang kedua , sebut saja Si B (sebenarnya ini sudah ada di skenario kelompok radikal) . Si B ini pura-pura teman lama Si A.  

Kemudian mereka  gobrol-gobrol  sudah mengarah kepada kondisi umat Islam di dunia yang mengalami ketidakadilan. Beberapa saat kemudian muncul orang lainnyam sebut saja Si C,  yang mengaku teman lama si A dan menceritakan simpati dan kegiatannya . Tak lama orang lainnya , Si D akan muncul dan ikut nimbrung gobrol untuk menguatkan simpati  kondisi global umat islam di dunia . Nah Si E akan datang dengan’kebetulan’ dan disinilah doktrin  akan  ditanamkan dengan  kuat.

Saya bisa membayangkan  jika Si X  gamang, galau, tidak cukup paham dengan keislamannya, maka akan mudah sekali simpati, dan merasakan solidaritas dan semangatnya muncul dan mengebu-gebu. Tak hanya sampai di situ, salah satu dari kelompok radikal tersebut, bisa jadi si D setelah pertemuan pertama tersebut akan datang, menemui dan terus intensif mendekati Si X .  Dalam proses pendekatan tersebut, Si X diwanti-wanti tidak boleh membocorkan pertemuan ‘rahasia’ dengan mereka, tidak boleh bicara dan percaya dengan siapapun kecuali dengan mereka.  Proses cuci otak tersebut membuat Si X percaya bahwa orang tua termasuk saudara, tetangga, guru dan orang di luar kelompok mereka adalah orang Kafir yang halal darahnya.

Mengenali Ciri Khas  Orang yang Mulai Masuk Jaringan Radikal

Waspada dan peduli terhadap perubahan sikap anak, anggota keluarga atau orang disekeliling kita menjadi hal yang penting dan harus di miliki orang setiap orang. Kepedulian dan deteksi ini ini penting dilakukan sebagai upaya untuk  memotong  rantai  radikalisme yang mulai  mempengaruhi  anggota keluarga.

Ciri yang mudah dikenali dari orang yang sudah mulai terpengaruh jaringan kelompok radikal biasanya  bisa dilihat dari perubahan perilaku, sbb:

Pertama, menarik dari dari pergaulan. JIka anak/ anggota keluarga yang biasanya suka mengobrol, bicara, bercerita, banyak bicara atau suka bermain, tiba-tiba tidak melakukan itu semua , maka orangtua patut mewaspadainya.   Jika ada tetangga yang mulai menarik diri dari pergaulan, tidak mau lagi bergabung dengan tetangga, perlu di telusuri lebih jauh alasannya.

Kedua, menutup komunikasi dengan keluarga . Tidak ada lagi pembicaraan, anak tiba-tiba menjadi  ‘bisu’ dan tidak peduli dengan orangtua, keluarga. Hanya mau bicara jika ditanya saja, acuh dan bersikap asing

Ketiga, mempunyai kesibukan baru. Anak pulang larut malam dengan alasan banyak kegiatan, ada kesibukan di luar rumah.  Kalaupun di rumah ia lebih suka sibuk dengan urusan sendiri, di kamar sibuk berkutat dengan laptopnya dan itu semua di luar kebiasannya selama ini. Kalaupun di tanya, ia akan menghindar dan main rahasia.

Keempat, berani melawan orangtua. Tahap didasari si anak akan mudah melawan orangtua, membantah bahkan terang-terangan berani mencaci maki. Dalam tahap selanjutnya ia akan mudah mengkritik orangtuanya  dan menuduh orangtuanya kafir, pekerjaan orangtuanya di Negara kafir sehingga sah saja ia berani dan membantah bahkan menyakiti hati orang tuanya.

Kelima, mempunyai komunitas, teman baru.  Bisa jadi  akan ada tamu-tamu  asing dan selama ini tidak dikenal orangtua dan keluarga. Hal ini terjadi juga dengan salah satu kenalan jauh keluarga kami yang anggota keluarganya pernah terlibat dalam kelompok radikal. Ia pernah membawa teman-teman asing dan mereka kasak kusuk , sibuk terus di kamar tanpa diketahui aktivitasnya. Ternyata jauh hari kemudian terbukti ia masuk ke dalam kelompok radikal.

Keenam, dalam tahap selanjutnya mulai berani berbohong dan mencuri.  Anak membantah , mudah emosi kalau di nasehati dan mulai berbohong akan terbiasa di temui di keluarga. Bohong di mulai dengan tidak menceritakan kegiatannya , minta uang untuk keperluan ini itu yang tidak jelas dan biasanya di ikuti dengan pencurian kecil-kecilan di rumah.

Kunci Tobat, Keluarga Menerima Apa Adanya

Menurut  M Sofyan Tsauri , ia bisa kembali ke jalan yang benar, tobat dan tidak lagi menjadi teroris karena keluarganya mau menerimanya apa adanya. Saat ia tertangkap dan di vonis penjara 10 tahun karena kasus teroris Aceh, semua keluarga, tetangga, saudara, teman menjauhinya. Tidak ada lagi yang mau bersaudara, berteman dengan teroris seperti dirinya. Dalam keadaan terpuruk dan jatuh, Sofyan bisa saja justru semakin radikal karena merasa dunia luar tidak menghendaki dirinya kembali. Potensi radikalisme ini sangat tinggi karena ia akan merasa nyaman kembali ke kelompoknya yang mau menerima ia apa adanya.

M Sofyan, mantan teroris yang banyak memberikan kesaksian atas tobatnya
M Sofyan, mantan teroris yang banyak memberikan kesaksian atas tobatnya
Tetapi Sofyan tidak memilih hal tersebut. Ia bisa kembali dan meninggalkan kelompok radikalnya karena dekapan kasih sayang dari kedua orangtuanya yang terus menyiraminya dengan kasih sayang tanpa batas. Dalam kondisi terpuruk, kedua orangtuanya terus memberikan semangat dan mau menerima Sofyan apa adanya. Meskipun menyesali pilihan Sofyan menjadi teroris, tetapi orangtua bisa menerima dan tidak menjauhi Sofyan.  Justru sikap orangtuanya yang mau menerima Sofyan dengan kondisi seperti itulah yang menjadi dorongan terbesarnya untuk meninggalkan kelompok teroris dan kembali menjadi Sofyan yang lama.

“Keluarga adalah kekuatan luar biasa yang mendorong saya keluar dari kelompok teroris. Orangtua bisa menerima saya apa adanya” ujar Sofyan.

Untuk itu, Sofyan juga berpesan agar anak/ anggota keluarga terhindar dari ajakan  bergabung kedalam kelompok radikal, perlunya menjaga komunikasi dalam keluarga. Selain itu juga orangtua perlu menjaga kedekatan dengan anak. Pola komunikasi harus dijaga sehingga anak merasakan harus bercerita dan percaya dengan orangtua.  

Penting juga memberikan dan membiasakan anak untuk berdialog. Hal itu untuk  melatih anak berani mengeluarkan pendapat dan  menolak ajaran tertentu  jika ada yang dianggap tidak benar. Terakhir, membekali anak dengan pemahaman agama yang benar dan mengajarkan anak untuk menolak jika ada orang yang mencoba mempengaruhi dan mengajaknya bergabung dalam kelompok tertentu yang tidak sesuai dengan akidah, ajaran agama Islam.

Acara Dialog Isu Kekerasan dan Radikalisme Bersama Kolumnis Media, yang diselenggarakan BNPT
Acara Dialog Isu Kekerasan dan Radikalisme Bersama Kolumnis Media, yang diselenggarakan BNPT
Jika sudah terlanjur masuk ke dalam kelompok radikal, segera jauhkan anak dari komunitas barunya, memutuskan komunikasi dan kegiatan kelompoknya, rangkul kembali, dalam proses mengembalikan anak ke dalam keluarga, terimalah ia apa adanya, pungkasnya, dalamnya acara Dialog Isu Kekerasan dan Radikalisme Bersama Kolunis Media di Solo Raya, Sabtu (22/10/2016) di Hotel Best Western Premiere Solo Baru.**

_Solo, 23 Oktober 2016_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun