Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sandiwara Radio, Media BNPB Membumikan Waspada Bencana kepada Masyarakat

9 September 2016   15:07 Diperbarui: 9 September 2016   19:33 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
indek rawan gempa kabupaten di Indonesia (sumber : bnpb.go.id)

Meskipun sosialisasi melalui sandiwara  radio cukup efektif , tetapi saya rasa tidak terlalu mudah mengharapkan  keberhasilan edukasi melalui sandiwa radio tersebut  di jaman kemudahan tehnologi dan banyaknya alternative hiburan. 

Jika merunut  keberhasilan sandaiwara radio di tahun 1990-an karena saat itu belum banyak media hiburan lainnya selain radio.  Kalaupun ada televisi  tetapi masih belum terjangkau semua lapisan masyarakat di pelosok negeri. Masyarakat masih dihadapkan pada pilihan yang terbatas sehingga saat itu radio menjadi satu-satunya hiburan yang merakyat, mudah dijangkau dan dimiliki banyak orang.

Untuk era sekarang, pilihan hiburan  beragam dan menarik. Pun siaran di radio juga beragam dan banyak yang menarik.

Saya rasa BNPB menginginkan sosialisasi melalui sandiwara radio menjadi cara yang efektif dan berhasil meng-edukasi masyarakat sadar akan bencana. Untuk itu, ADB harus dikemas semenarik mungkin sehingga bisa menjaring banyak pendengarnya

Pertama,  dibutuhkan sosialisasi yang  terus menerus untuk mendorong minat masyarakat mendengarkan radio. Misalnya ada baliho, leaflet,  yang ditempel di papan pengumuman kantor desa , pos kamling, posyandu, tempat-tempat umum, dll.  Kemudian juga iklan di radio. Berikan ulasan yang menarik  perhatian, pastikan informasi jam tayang dan saluran radionya.

Kedua, Untuk alur cerita diusahakan tidak mudah ditebak sehingga membuat penasaran pendengarnya. Peran antagonis bisa dimunculkan sesekali  tetapi jangan terlalu bertele-tele  yang membuat bosan pendengarnya.

Ketiga, perlu adanya  sayembara  yang disisipkan di episode-episode tertentu. Misalnya menebak kelanjutan cerita asmara kedua tokoh utamanya.  Sayembara  ini bisa menjadi magnet pemirsa untuk terus mengikuti kelanajutan cerita ADB. Tentunya disediakan hadiah yang menarik di beberapa episode dan di akhir episode . Saya terispirasi dari ketoprak sayembara yang ditayangkan TVRI Yogyakarta tahun 1980-an yang mampu membuat warga di desa kami penasaran dan rela menunggu sejak sore hari untuk menyaksikan kelanjutan ceritanya. Juga mengirimkan jawaban atas sayembara tersebut.

Hal ini dibutuhkan sedikit perubahan skenario cerita  untuk memasukkan beberapa sayembara di setiap  episode ADB.

Keempat, pemilihan jam tayang. ADB hendaknya mengambil jam tayang yang tepat. Misalnya sore hari sekitar jam 17.00 disaat orang-orang desa sudah pulang dari bekerja, di saat waktu istirahat menunggu petang menjelang. Kemudian perlu di siarkan ulang di jam tertentu, misalnya pagi atau malam hari.

Kelima, BNPB bisa bekerjasama dengan pihak pemerintah desa untuk ikut menghimbau warga mendengarkan ADB. Misalnya dengan acara mendengarkan ADB bersama-sama yang difasilitasi oleh pemerintah desa atau komunitas lainnya.

Melalui ADB , harapannya masyarakat akan  terhibur dan mudah mengingat-ingat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana dan bisa bertindak cepat dan tangkas saat bencana terjadi. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun