Dari data BNPB juga untuk tahun 2016 ini (update 19 Juni 2016) terdapat 1.062 kejadian telah terjadi dan menyebabkan 217 jiwa meninggal dan 1,7 juta jiwa menderita dan mengungsi.  Sejumlah kedaian tersebut telah menyebabkan kerusakan rumah 15.595 unit dan 472 unit fasilitas. Kemudian lebih dari 95% merupakan bencana hidrometeorologi seperti  banjir, puting beliung dan tanah longsor yang paling dominan.
Fakta tersebut tentunya  jangan sampai membuat kita  menyesal dan hanya berdiam diri, toh pada kenyataannya begitulah kondisi tanah air Indonesia tercinta ini.  Yang paling penting adalah dengan mengetahui bahwa negara yang kita tinggali ini rawan gempa, membuat kita harus  lebih waspada dan siap siaga. Tinggal di daerah yang rawan gempa, mau tidak mau harus mendorong kita esktra peduli, waspada sehingga pada akhirnya saat tidak bisa menghindari bencana, maka kita harus  menghadapi dengan kesiapan diri.
Orangtua sempat bercerita saat kecilnya  pernah  sesekali mengalami kejadian gempa . Meskipun dalam skala kecil tetapi gempa bukan hal yang asing lagi bagi orangtua saya.
Saya sendiri  merasakan gempa yang besar  yang melanda Jawa Tengah dan DIY  pada tahun 2006 lalu. Meskipun di Solo gempa tersebut tidak terlalu besar, hanya merasakan goyangan beberapa saat, tetapi sempat membuat panik, apalagi saat itu anak-anak saya masih kecil dan gempat terjadi saat pagi hari.
Beberapa kecamatan di Kabupaten Klaten, Boyolali dan di DIY mengalami keadaan yang sangat parah. Solidaritas sosial langsung terbentuk dengan cepat. Teman-teman di Solo segera bergerak untuk memberikan bantuan baik materi maupun  tenaga. Kebetulan saya dan teman-teman kantor  juga melakukan hal yang sama, kami menyambangi  Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten dan beberapa desa di Kabupaten Boyolali. Saya cukup  terpukul melihat kondisi rumah rusak berat, fasilitas publik porak poranda, sumur-sumur kering,  bahkan beberapa tanah tampak merekah beberapa centimeter.
Dan saat saya bergabung dengan salah satu lembaga internasional dari Jerman untuk membantu memfasilitasi perencanaan di 25 desa di Jawa Tengah dan DIY, saya semakin  bisa merasakan dampak dasyat gempa yang setiap saat bisa terjadi lagi. Kerawanan daerah di Indonesia terutama di Jawa Tengah dan DIY harus menjadi perhatian dan selalu dingatkan kepada warga agar senantiasa mempunyai kepekaan untuk menghadapi gempa. Demikian juga dengan daerah lainnya di Indonesia yang rawan gempa dan bencana alam lainnya.
Masyarakat Mudah Melupa
Di satu sisi , saya merasa senang melihat masyarakat telah bangkit kembali semangat hidupnya , melupakan trauma akibat gempa yang menimpa mereka.  Musibah yang telah menghancurkan kehidupan keluarga, mengambil orang-orang terdekat dan memusnahkan harta benda perlahan telah samar dari ingatan. Kenangan akan terjadinya gempa sebagian besar sudah tidak terlihat  menghantui  lagi kehidupan mereka.
Tetapi  di satu sisi saya merasa khawatir. Kenapa? Karena  ada kecenderungan masyarakat akan mudah melupakan kalau gempa bisa saja terjadi sewaktu-waktu, entah kapan tepatnya tidak ada yang bisa memastikan.  Potensi gempa menjadi ancaman masyarakat tetapi karena masyarakat  sudah mulai melupakan musibah  gempa  terdahulu, sehingga berpotensi  mengurangi kewaspadaan.  Selain kewaspadaan berkurang, kemungkinan melupakan langkah tercepat saat ada gempa  juga tidak terbayang lagi. Secara pribadi saya tidak bisa menyalahkan.  Pada tahun-tahun awal setelah gempa, masyarakat  sangat waspada terhadap gempa dan dilatih bersikap cepat dan tanggap terhadap gempa . Tetapi di tahun-tahun tersebut tidak ada gempa, sehingga wajar jika  seiring waktu berlalu, kewaspadaan tersebut mulai memudar. Â