Mohon tunggu...
Suciati Lia
Suciati Lia Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar mengungkapkan sebuah kata agar bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mendidik Anak Seperti Layang-Layang, Memberi Ruang untuk Terbang, Kebebasan Tetap Terkendali

11 Oktober 2024   19:41 Diperbarui: 11 Oktober 2024   22:20 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Shutterstock/William Visuals) yang diunduh dari https://travel.kompas.com/ 

Mendidik Anak Seperti Layang-Layang, Memberi Ruang untuk Terbang, Kebebasan Tetap Terkendali

Saat Tuhan menganugerahkan kepada pasangan seorang anak, itu berarti Tuhan telah mempercayakan amanah itu pada pasangan. Amanah ini merupakan tanggung jawab moral tidak hanya membesarkan tapi bagaimana menuntun anak ini menjadi sosok yang memiliki etika dan tentu dasar agama yang baik agar terpaan godaan ke depan dapat ditepis melalui pemahaman yang diyakininya.

Apalagi kemajuan zaman semakin pesat, tak dapat dipungkiri banyak pula godaannya. Namun, kita sebagai orang tua tak boleh pesimis dan mengenalkan sesuai dengan kodrat zaman sehingga anak akan mudah beradaptasi dengan keadaan tanpa melakukan suatu hal yang mengiris hati kedua orang tuanya.

Untuk itu, perlunya kita sebagai orang tua belajar mempersiapkan diri agar saat memiliki buah hati dapat lebih percaya diri dengan penuh maksimal. Meskipun gawai menjadi sesuatu mengkhawatirkan, namun dibalik benda antik itu sebenarnya rasa malas kitalah yang perlu diminimalisasi agar kita tak selalu ingin nyaman dan tak mau repot. Sebab, anak merupakan bentuk investasi yang berharga tak hanya di dunia tapi di akhirat.

Mendidik anak merupakan sebuah seni yang kompleks dan memerlukan keseimbangan antara batasan dan kebebasan. Jangan sampai kita samakan dengan zaman kita dan cara mendidik yang kita peroleh dari orang tua. Jika ada yang relevan bolehlah kita adaptasi namun jika itu kurang baik maka kita tak menutup mata dengan belajar dari buku, pengalaman orang lain, dan sumber lain yang relevan. 

Ada salah satu analogi yang bisa dijadikan pelajaran yang berharga dalam membantu kita mengilustrasikan proses mendidik anak yakni bermain layang-layang. Siapa sih yang tak mengenal layang-layang, apalagi saat musim kemarau menyapa, permainan ini selalu mengundang penggemarnya menerbangkan setiap sore dan menikmati setiap sensasi di saat angin mulai menggerakkan. Tak hanya itu, apalagi saat angin sangat kencang memerlukan seni untuk mempertahankan agar layang-layang tetap stabil. Selain itu, kita juga mengulurkan talinya agar bisa terbang sesuai keinginan dan memberikan batasan ketinggian yang sesuai harapan.

Filosofi ini memang memberikan pelajaran yang berharga pada kita selaku orang tua. Bagaimana kita memegang tali kendali dengan memberi dorongan di awal dengan memberikan kebebasan untuk terbang tinggi. Tapi, di saat yang sama maka kita tetap menjaga kestabilan agar tidak hilang arah dan tetap fokus pada tujuan. Sehingga anak diberikan kebebasan untuk belajar dan berkembang sesuai zamannya dan tetap memantau dan memberikan batas jika memang diperlukan.

Kita perlu memberikan ruang agar anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, percaya diri, dan bertanggung jawab apabila anak telah dewasa. Kita tak bisa mendampingi anak selama 24 jam sebab kita memiliki keterbatasan tapi apa yang kita lakukan setidaknya memberikan bekal sebagai persiapan masa depan agar anak dapat berkembang sesuai potensi yang dimiliki sehingga kelak akan menemukan passion yang mesti dikembangkan sebagai modal keberlanjutan.

Memberikan Ruang untuk Berekspresi

Setiap anak memerlukan ruang untuk mengekspresikan diri. Anak perlu sesekali diberikan kebebasan untuk menggali dari lingkungan sekitarnya, mencoba hal baru yang menantang, dan memberikan tanggung jawab dalam mengambil keputusan sendiri berdasarkan pertimbangannya. Hal ini sangat penting dalam proses belajar dan pertumbuhannya sehingga mendorongnya untuk tumbuh dan percaya diri.

Dengan kebebasan itu setidaknya kita sesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan anak. Jangan sampai kita selaku orang tua juga berlebihan memberikan kebebasan pada anak yang tidak mempertimbangkan usia sehingga anak merasa bingung. Dengan begitu, berikan ruang itu secara bertahap sesuai kemampuan anak dalam menikmati proses belajarnya.

Tak hanya itu, memberikan ruang sesuai usianya akan memberikan pilihan yang mesti dipilih sesuai hobi yang disukai sehingga membantu anak menemukan bakat dan minatnya yang masih belum tumbuh dan perlu dimunculkan. Untuk itu, berilah kesempatan pada anak untuk mengejar apa yang mereka sukai sehingga anak perlu belajar mengenai tanggung jawab dan konsekuensi dari setiap pilihan yang diambil.

Kebebasan Tetap Terkendali

Layaknya kita bermain layang-layang yang perlu terbang dengan bantuan uluran tali begitu halnya dengan anak juga memerlukan tali yang menghubungkan anak dengan orang tua. Tali ini kita ibaratkan sebuah aturan berupa nilai dan bimbingan yang diberikan orang tua. Dengan aturan ini setidaknya menjadi rem kebebasan yang dilakukan sehingga ada kendali yang membuat anak tidak terbang terlalu tinggi hingga kehilangan arah dan tujuan sehingga jatuh merasakan sakit dan membahayakan.

Kendali yang diterapkan oleh orang tua tidaklah yang otoriter dan kaku tapi berupa pengawasan dengan penuh empati dan kasih sayang. Tak hanya itu, setiap orang tua perlu menetapkan batasan yang jelas agar anak tak sekadar paham tapi mengerti apa yang boleh atau tidak boleh dikerjakan misalnya saat anak belajar bersama dengan temannya di luar, orang tua tetap menetapkan batas waktu dan dengan siapa menjadi teman belajarnya. Ini mengajarkan bahwa kebebasan datang dengan tanggung jawab dan batasan yang disepakati mesti dihormati dan dijalankan dengan penuh kesadaran diri.

Sementara dalam pemberian nasihat bijak dan arahan perlu kita berikan sebagai bentuk pengendalian jika anak mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan. Keterlibatan orang tua dalam kehidupan anak akan memberikan dukungan psikis dan perlu diingat bahwa mengambil alih kendali tidak dianjurkan sepenuhnya. Dengan begitu, anak akan merasa didukung tapi tetap memiliki tempat untuk belajar melalui pengalaman yang dilaluinya.         

Keseimbangan antara Kebebasan dan Batasan

Keseimbangan antara kebebasan dan batasan merupakan kunci pola asuh yang sukses. Terlalu banyak kendali dapat menyebabkan kebebasan anak terkekang dan sulit berkembang. Begitu sebaliknya, jika kebebasan itu kita berikan seluasnya tanpa batasan maka dapat mengakibatkan anak terjebak pada situasi yang tidak mudah dipahami sehingga anak dapat kehilangan arah dan tujuan sehingga jatuh memberikan trauma yang tak bisa dilupakan seumur hidupnya.

Untuk itu, keseimbangan perlu kita berikan dengan komunikasi efektif dengan anak. Kadangkala kita menjadi pendengar setia untuk mengetahui keinginan dan berusaha memahami kebutuhan dasarnya sehingga kita bisa menentukan bentuk bimbingan yang tepat sesuai yang dibutuhkan. Sebagai contoh yang pernah kita alami di kehidupan nyata yakni saat anak kita menginjak remaja, dia mulai menunjukkan minatnya tentang hal-hal yang mungkin belum dipahami maka orang tua dapat andil dengan memberikan pandangan untuk membantu anak mengeksplorasi minat dengan cara yang aman dan tentu tidak membahayakan.

Sementara itu, aturan tetap dibuat hanya kita tak boleh berkonsentrasi pada aturan dan juga batasan. Tapi berikan penghargaan saat anak menunjukkan kemandirian dan tanggung jawab tak hanya prestasi akademik semata. Penghargaan ini tak hanya berupa hadiah mewah, bisa juga ucapan yang membuat anak bangga meskipun sesekali hadiah juga perlu sebagai motivasi anak sehingga akan termotivasi untuk terus belajar dan berkembang dalam batasan yang sesuai.

Keseimbangan yang kita berikan akan melatih anak untuk bertanggung jawab dan menjaga kepercayaan yang kita berikan sehingga anak akan mengenal konsekuensi dari apa yang dilakukan. Dengan kebebasan yang seimbang maka dapat menguatkan karakter dan menguatkan kepercayaan antara orang tua dan anak. 

Anak akan terbuka dalam komunikasi sehingga menciptakan lingkungan keluarga yang penuh suportif sebab anak tidak merasa takut dalam membagikan pengalamannya untuk meminta bantuan jika tak mampu mengatasi sendiri kesulitannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun