Mohon tunggu...
Suciati Lia
Suciati Lia Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar mengungkapkan sebuah kata agar bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Buah Manis Kejujuran

24 Desember 2023   18:08 Diperbarui: 24 Desember 2023   18:15 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata-kata masih tergiang selalu. Apalagi setiap sore aku selalu mendapat siraman rohani dari guru ngaji agar menggunakan sesuatu yang halal. Kata-kata itu yang selalu mengingatkan ketika aku mau berbuat salah. Uang yang ada di dompet ini tentunya sangat bermanfaat kalau aku berikan kepada Bu Murni. Apalagi keluarga Bu Murni belum kecukupan dan sangat memerlukan asupan dana.

Kumantapkan hati ini supaya tidak penyesalan yang menggerogoti pikiran dan hatiku. Kucoba mencari sesuatu info di dalam isi dompet. Untunglah KTP pemiliknya berada di sana. Di KTP tersebut tertera nama Pak Irwan yang berada di tidak jauh dari tempatku berhenti.

Aku langkahkan kakiku ke rumah Pak Irwan. Aku berharap keputusan yang aku pilih tepat dan tak salah langkah. Tepat Adzan Asar berkumandang tibalah aku di rumah tersebut. Rumah yang besar, halaman rumah yang luas, berpagar besi yang tinggi seakan menggambarkan rumah bak istana. Aku  merasa kecil di rumah sebesar itu. Aku hampiri pak satpan yang tengah berjaga.

"Maaf Pak, apa ini rumah Bapak Irwan? Tanyaku membuyarkan pak satpan yang tengah asyik bermain game.

"Ya betul. Adik mau minta sumbangan ya. Maaf kami tak bisa memberi sumbangan. Silakan adik tinggalkan rumah, sebelum tuan rumah memberikan kopi pahit padamu." Eh maksud baik ternyata tak dihargai. Aku menghela nafas panjang dan berusaha tak cepat emosi. Barangkali pak satpan belum tahu niat sebenarnya yang aku tuju. Aku berusaha menyakinkan beliau hingga pak satpan mengntarkan aku menemui pak Irwan.

Aku memasuki pelataran rumah, bunga-bunga tertata rapi, sangat indah menyejukkan mata. aku berharap ketika kelak aku dewasa aku dapat membuat rumah seperti surga yang dulu pernah diidamkan oleh almarhum kedua orang tuaku. Namun itu hanya angan semu yang membuatku semangat untuk melakukan yang terbaik.

Memasuki rumah yang megah, mataku hanya terbelalak melihat isinya yang begitu mewah seperti yang digambarkan di sinetron yang pernah aku tonton. Aku diminta untuk menunggu di ruang tamu. Ada wanita separu baya menghampiriku dan menanyakan mau minum apa? Aku hanya meminta air putih saja. habis nggak enak kalau minta macam-macam apalgi aku belum kenal siapa pak Irwan sebenarnya.

Tak lama kemudian, bapak separuh baya Keluar dari balik kamarnya. Beliau mendekatiku dan menanyakan apa keperluanku. Matanya penuh selidik melihat apa yang aku bawa seolah mencari-cari sesuatu.

"Maaf Pak, jika kedatangan saya kurang berkenan di hati Bapak. Saya hanya mau mengembalikan dompet ini yang saya temukan di tengah jalan. Saya tak ada mengambil barang sedikit pun. Saya hanya melihat KTP yang bisa memberikan informasi alamat Bapak."
            Pak Irwan pun menerima dompet itu. Sekilas dia hanya melihat-lihat dan bergumam kagum kepada anak seusia  seperti ini masih memiliki keberanian dan kejujuran.

"Bapak ucapan terima kasih atas bantuanmu. Bapak bangga atas kejujuranmu. Sedang apa kamu Nak dan apa dirimu sekolah?"

"Saya sedang jualan kue pak sehabis pulang sekolah. Maaf saya tak bisa lama-lama takutnya ibu mencari saya. Terima kasih pak dan semoga isi tak ada yang hilang".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun