Rasanya, alam pun ikut menangis akan kepergian guru kami. Langit mendung, disusul dengan kucuran air hujan deras. Beberapa saat pikiran saya hanya bisa mengingat kenangan manis bersama beliau.
Belajar Ushul Fiqh, Fiqh, Tarjamah, sorogan Fathul Mu'in menjadi kenangan manis di moving class setiap minggunya. Sesekali pergi ke kantor beliau untuk meminta nasihat beliau. Sesekali menjemput beliau di kantor Ma'had Aly ketika beliau tiba-tiba keluar di tengah pelajaran.
Kami tak bisa berbuat apa-apa. Sosok guru abadi kini sudah di liang lahat, dimakamkan di sebelah barat Masjid Jami' Al-Hikmah 01. Makam beliau berjejeran dengan Abah kami juga, Abah Ubed.
Kini sudah 100 hari. Hanya menangisi kepergian makhluk Allah terus-menerus sepertinya bukan juga keinginan Abah. Estafet keilmuan ada di pundak para santrinya. Estafet dakwah keislaman, menebarkan kebaikan, membumikan pemahaman agama masih terus berlanjut kepada para penimba ilmu agama.
Semoga kelak kita dipertemukan di surga dengan sosok guru abadi kita, Abah Mukhlas. Aamiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H