Beliau mempersilahkan kami duduk di atas kursi. Aslinya, saya sedikit merasa tidak enakan. Saya lebih suka di atas karpet sejujurnya. Setelah dengar-dengar dari alumni lain, beliau memang selalu mempersilahkan alumni untuk duduk di sofa.
Saya langsung menyerahkan lembaran bahs ke tangan beliau sekaligus menyodorkan pulpen b'lieve. Beliau mencoret beberapa bagian sambil menjelaskan apa saja yang harus direvisi, sedikit lagi.
Dimulai dari cover, ada tiga coretan di sana. Â diubah menjadi saja dan bubuhan kalimat sebelum menuliskan nama. Â Di bagian beliau mencoret-coret lumayan banyak, juga mengoreksi tulisan yang masih saltik, menjadi contohnya.
"Kalau sudah, nanti tinggal taruh di meja saya saja di ma'had aly." Begitulah jawaban beliau ketika saya menanyakan apakah saya harus menemui beliau lagi seusai menyelesaikan revisian terakhir atau tidak.
Beliau menutup pertemuan Rabu sore itu. Kamipun pamit dan segera kembali ke kamar. Saya melanjutkan revisian di malam hari. Kemudian mengeprint bahs esok paginya. Jam 10 pagi saya ke kantor beliau dan menaruhnya di atas meja. Selesai. Ijazah bisa diambil setelah mendapat memo khusus dari Ustadz Lutfi, waka kurikulum MAK.
Saya berharap ketika pandemi berakhir bisa menemui beliau lagi tanpa syarat peraturan protokol kesehatan ketat dari pondok, bisa mengaji tafsir Jalalain di Masjid An-Nur ketika liburan semester perkuliahan, dan sowan di ndalem lagi.
Ternyata kabar duka tiba-tiba lewat di grup whatsapp alumni.
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun
Abah  seda 11.40"
Pesan singkat ini lewat di grup MAK CIPUTAT ISTIMEWA, grup alumni MA-Al-Hikmah yang studi di Ciputat pada pukul 11.55 WIB, 14 November 2020.
Tanpa sadar, air mata bercucuran sangat deras dari kedua bola mata. Tak menyangka. Abah yang selalu kami nantikan pertemuan dengannya, meminta nasihat, dan menimba ilmu langsung di majlis pengajian, kini sudah meninggalkan kami di muka bumi.