Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Setiap anggota masyarakat memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang berkualitas dan berkelanjutan. Guru, orang tua, siswa, serta pemerintah dan seluruh komunitas harus saling bekerja sama untuk menciptakan sistem pendidikan yang efektif dan inklusif.
Guru sebagai garda terdepan dalam proses pembelajaran harus memiliki kompetensi dan dedikasi yang tinggi untuk membimbing siswa mencapai potensi terbaiknya. Namun, tanpa dukungan orang tua, upaya guru tersebut bisa menjadi kurang optimal. Orang tua perlu aktif terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka dengan memberikan dorongan, pengawasan, dan dukungan emosional.
Pemerintah memiliki peran strategis dalam penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Penyediaan fasilitas, pengembangan kurikulum, serta pemberian insentif bagi guru dan siswa merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memastikan pendidikan berkualitas dan merata di seluruh wilayah.
Selain itu, seluruh komunitas juga memiliki peran dalam mendukung pendidikan. Masyarakat dapat membantu dalam bentuk partisipasi aktif dalam program-program sekolah, memberikan dana bantuan beasiswa bagi siswa kurang mampu, dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pendidikan.
Dengan adanya kerjasama dari berbagai pihak, pendidikan akan menjadi lebih berdaya guna dan mampu menghadapi berbagai tantangan yang ada. Semua pihak harus saling menyadari bahwa investasi dalam pendidikan adalah investasi dalam masa depan bangsa. Dengan merangkul tanggung jawab bersama, kita dapat menciptakan generasi yang cerdas, kreatif, dan memiliki nilai moral yang kuat untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Apa Itu SPM (Standar Pelayanan Minimal)
Standar pelayanan minimal pembiayaan pendidikan merupakan kriteria atau batasan yang harus dipenuhi dalam menyelenggarakan pendidikan agar mencapai kualitas layanan yang memadai. Standar ini penting untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang setara terhadap pendidikan yang berkualitas tanpa diskriminasi.
Beberapa poin penting dalam standar pelayanan minimal pembiayaan pendidikan antara lain:
- Ketersediaan Fasilitas: Setiap sekolah harus memenuhi persyaratan minimum terkait fasilitas pendukung pembelajaran, seperti ruang kelas yang memadai, perpustakaan, laboratorium, akses internet, dan fasilitas olahraga.
- Kualitas Tenaga Pendidik: Guru dan staf pendidikan harus memiliki kualifikasi yang memadai dan terus menerus mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi mengajar mereka.
- Kurikulum yang Relevan: Sekolah harus menyediakan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan peserta didik, serta mengikuti standar nasional pendidikan.
- Ketersediaan Bahan Belajar: Setiap peserta didik harus memiliki akses ke bahan belajar, seperti buku teks, materi ajar, dan sumber daya pembelajaran lainnya.
- Keamanan dan Kesehatan: Sekolah harus menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan bersih bagi siswa dan stafnya. Fasilitas kesehatan juga harus tersedia atau mudah diakses.
- Kesetaraan dan Inklusivitas: Pendidikan harus mencakup semua anak, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau kondisi fisik. Sekolah harus menyediakan dukungan bagi siswa berkebutuhan khusus.
- Evaluasi dan Monitoring: Pemantauan secara berkala perlu dilakukan untuk memastikan bahwa standar pelayanan minimal terpenuhi dan mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan.
- Pembiayaan yang Cukup: Pemerintah harus memastikan alokasi dana pendidikan mencukupi untuk memenuhi standar pelayanan minimal tersebut dan menciptakan kesempatan yang setara bagi semua.
Dengan mematuhi standar pelayanan minimal pembiayaan pendidikan, diharapkan sistem pendidikan dapat berfungsi secara efektif dan memberikan manfaat maksimal bagi peserta didik serta kemajuan bangsa secara keseluruhan.
Di dalam lorong-lorong harapan, terdapat cerita pilu tentang keterbatasan pembiayaan pendidikan yang menghantui jiwa. Anak-anak penuh cita-cita terjebak dalam belitan takdir yang tak adil. Mereka merindukan pintu-pintu ilmu yang terbuka lebar, namun kenyataannya hanya tembok-tembok perbatasan yang menyekat langkah mereka.****
Di bawah langit yang sama, terhampar mimpi-mimpi bercahaya. Namun, bagi sebagian, mimpi itu seperti bintang-bintang yang terlalu tinggi, sulit dijangkau oleh tangan kecil yang merintih mencari dukungan. Mereka berjuang untuk meraih bintang-bintang itu, tetapi jalan mereka terhalang oleh dinding-dinding krisis finansial.
Setiap hari, ketika matahari terbit, para pendidik penuh semangat menyambut mentari baru. Mereka mengajar dengan hati penuh cinta, berharap dapat membentuk cakrawala ilmu pengetahuan di benak para anak didiknya. Namun, dalam dada yang hampa, cemas merayap tak terelakkan.
Tak ada cukup buku, tak cukup alat, tak cukup sarana untuk mengejar potensi gemilang anak-anak itu. Ruang belajar yang penuh harap ternyata terpangkas oleh angka-angka tak berpihak. Kursi-kursi kosong tanpa penghuni, lembar-lembar kertas putih tanpa coretan.
Begitu banyak bakat terabaikan, begitu banyak cita-cita yang sirna. Mereka adalah permata berharga yang tertutup dalam keterbatasan pembiayaan. Lalu, bisikan hati para guru menguatkan tekad untuk mencari jalan keluar. Mereka berjuang melawan badai ketidakadilan, mencari peluang tersembunyi, berusaha menemukan sinar harapan di tengah kegelapan.
Namun, ada secercah sinar cahaya yang bersinar di antara kegelapan itu. Keberanian dan keteguhan mereka menjadi obor yang menyinari jalan. Mereka bertahan, mereka mencari solusi, dan bersama-sama mereka menggapai bintang-bintang yang dahulu begitu jauh.
Harapan tak pernah pudar meski hambatannya berat. Anak-anak itu punya hak untuk mengecap ilmu pengetahuan, mendapatkan pendidikan yang layak, dan menggapai impian mereka. Mari kita dengar seruan mereka, dengarkan jeritan hati mereka yang haus akan pengetahuan.
Bersama, mari kita jadi pahlawan bagi mereka, menyediakan pintu-pintu ilmu yang terbuka lebar. Melalui perjuangan kita, satu demi satu, mari kita ringankan beban keterbatasan pembiayaan pendidikan dan biarkan output harapan itu berkembang subur di setiap sudut negeri ini. Hanya dengan cinta dan dukungan kita, mereka akan terbang bebas dan menerangi masa depan yang gemilang.*
Secercah harapan datang dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Selain itu dalam Peraturan Gubernur Lampung Nomor 61 Tahun 2020 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan Menengah Negeri Lampung. Keinganan untuk memberikan layanan yang tebaik disela-sela katerbatasan kami untuk memperjuangkan impian anak-anak kami.
Sesi Curhat
Sesi curhat ini persempit dalam pendidikan SMK, Mengapa SMK?
Ada beberapa ciri yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan yang lain (SMA atau PT)
Pola pendidikan SMK lebih spesifik per kompetensi individu, memang benar di jenjang SMA dan PT ada mapel atau makul yang berlabelkan Praktikum, Di jenjang SMK, semua mapel atau apa itu istilah spesifiknya akan berujung pada praktek yang menunjukan kemampuan per individu. Jika kita runtut pola pembelajaran, Mulai jenjang Play group, TK, Guru lebih intens memberikan ketrampilan hidup dari mulai pembiasaan aktitas anak sehari hari sampai pada aktivitas hubungan antar individu, kemudian pada jenjang SD, SMP bahkan SMA, pola pembelajan di kelas bersifat klasikal yang dimana guru dan murid berada satu kelas dengan metode pembelajaran yang bersifat klasikal juga.
Berbeda dengan SMK yang hampir kesemuanya komptensi yang diajarkan harus mengarah kepada penguasaan ketrampilan per individu siswa, Jadi ketika pembelajaran berdeferensiasi mulai dicetuskan, SMK sebenarnya telah lebih dulu.
Berbicara tentang SPM, terdapat kata kunci yaitu "Minimal" kata minimal tersebut sebenarnya batasan paling bawah dari standar yang ditentukan yang diyakini menjadi prasarat bagaimana layanan tersebut dilaksanakan untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Hampir sama dengan istilah KKM jika dalam pembelajaran. Apa yang terjadi jika siswa tidak lulus KKM? begitu juga dengan standar pelayanan dalam pendidikan di SMK? Layak?? atau jauh dari layak?
Dari ilustrasi gambar di atas, mari kita berbicara tentang apa itu barang habis pakai
Sebagai contoh : Siswa jurusan TKJ akan belajar tentang infrastruktur jaringan dengan menggunakan kabel UTP, kira kira beginilah bunyi dari tujuan pembelajaran "Siswa mampu membuat instalasi kabel jaringan yang menghubungkan satu ruang ke ruang yang lain" artinya dalam satu kelas saja, per siswa akan diharapkan mampu membuat konfigurasi kabel sesuai dengan tujuan pembelajaran dengan logika jarak ruang ke ruang lain kurang lebih 6-15 meter kabel UTP dan minimal 2 pasang konektor RJ45 dengan skenario per praktek siswa jangan sampai gagal, bagaimana jika gagal maka akan membutuhkan alat pengganti (konektor).
Sedangkan sangat lumrah dalam memberikan pembelajaran ketrampilan terdapat proses gagal dan kembali mencoba sampai berhasil memenuhi standar yang ditetapkan. dan sebuah realita pada gambar bahwa kabel yang ada awalnya panjang akan tetapi dengan banyaknya siswa yang gagal dalam praktek maka berkonsekwensi kabel tersebut semakin pendek.
Fenomena ini sangatlah lumrah terjadi di pembelajaran SMK sebagai konsewensi kurangya dana dalam penyediaan alat dan bahan praktek. tentu saja cerita akan berbeda jika pembelajaran praktek ditunjang dengan pembiayaan yang maksimal.
Ironisnya fenomena keterbatasan pembiayaan ini menjadikan SMK melakukan terobosan dengan mengangkat konsep SMK SASTRA, yaitu SMK yang hanya menekankan teori dan menghindari praktek sebagai konsekwensi minimnya pendanaan sekolah.
Lain hal fakta yang kita temui tentang nasib guru honor.
Ada banyak mantan murid mereka menjadi polisi, tentara, aparat sipil negara, dan berbagai profesi lain. Akan tetapi, mereka tetap pada posisinya semula: guru berupah amat rendah. Itulah yang saya dengar dari beberapa pengurus Forum Guru Honorer Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu pekan silam. Tujuh guru menemui saya dan mengungkapkan betapa gelapnya nasib mereka. Berbagai upaya telah mereka lakukan, tetapi ujung dari seluruh usaha itu ialah kesia-siaan. Tak ada jalan keluar yang sedikit saja mematrikan harapan. Bayangkan, mereka berpendidikan S-1, telah mengajar rata-rata 14 tahun, tetapi berhonor Rp400 ribu per bulan yang diambil dari BOS (bantuan operasional sekolah). Di daerah lain ada yang berhonor lebih rendah lagi. Di Banyumas, sejak tiga tahun lalu berdasarkan SK bupati, mereka mendapat dana kesra Rp400 ribu per bulan yang mereka terima setiap tiga bulan sekali. Mereka umumnya masih menumpang di rumah orangtua masing-masing. Bagaimana untuk biaya hidup dan pendidikan anak-anak mereka? Inilah ironisnya, para pendidik itu justru harus pontang-panting membiayai sekolah anak-anak mereka sendiri. Bagaimana mereka dituntut memberikan pendidikan terbaik? Inilah pertanyaan yang bertahun-tahun tak menemu jawab.
Narasi diambil dari https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1379-derita-panjang-guru-honorer
Banyak diantara sekolah yang notabenenya sekolah negeri mengalami kesulitan dalam memanage pembiayaan pendidikan, Bahkan banyak di jumpai di dareah hanya terdapat 1 PNS dan sisanya guru honor dengan sumber daya yang terbatas.
Saya ambil contoh sebuah SMK di Lampung dengan jumlah murid 70 orang dengan 4 rombel 2 jurusan, entah dari mana landasan hukum yang digunakan dalam sistem penggajian guru honor yang secara umum digunakan hampir dibanyak sekolah, apakah sudah UMR....? semoga saja.
Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdapat beberapa sumber keuangan sekolah, madrasah ataupun pondok pesantren yang dilegalkan dan dapat dijadikan sumber pengelelolaan satuan pendidikan, antara lain ialah yang didapatkan dari:
- Pemerintah pusat maupun daerah
- Yayasan.
- Masyarakat.
- Orang tua atau wali dan iuran siswa.
- Penggalangan dana dari alumni.
- Sinergi dengan pengusaha ataupun memanfaatkan potensi usaha yang bisa digali dari dana yang ada (wirausaha).
- Donatur dan sumber-sumber lainnya.
Sumber : 1. Undang-Undang Dasar 1945, 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 4. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Penganggaran Pendidikan, 5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, 6. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan
Kembali pada konteks contoh SMK di Lampung, Sumber pendaan SMK berasal dari BOSNAS, dengan rincian 1.800.000 per siswa /tahun dan Sumber pendanaan dari pemerintah provinsi lampung (BOSDA) Bosda Rp1,650,000 per siswa per tahun dari 10 persen dari total murid, kalau dia 100 siswa artinya hanya 10 orang saja yang dapat. Maka jika dikalkulasi maka SMK tersebut mengelola dana BOSNAS sebesar 126.000.000 ditambah BOSDA 10% x 70 siswa x 1.650.000 atau setara dengan 11.550.000
Maka total pendanaan yang diterima Rp. 137.550.000. dan jika diasumsikan dengan penggajian guru dan tenaga administrasi, katakanlah dalam satu bulan 13.000.000 maka akan mengelurakan hanya pada pembayaran honor 155. 000.000 dari total pendanaan 137.550.000, Cukupkah atau ada analisa lain mengingat pembiayaan pendidikan banyak komponen yang harus dibiayai. WORT IT? ....?
Berapakah sebenarnya kebutuhan pembiayaan di SMK
Dari kajian yang mudah mudahan di sahkan menjadi acuan standar nasional yang diadopsi dari tulisan berikut
Link Dokumen https://drive.google.com/file/d/1YLoVo_VzSXQa90XcY5XeYeaXCx3MNa6w/view
Dengan gambaran kasar tentang sumber pendanaan yang berasal dari dana BOSNAS dan BOSDA apakah sudah memenuhi SPM pembiayaan bidang SMK, Terlebih lagi saat ini SMK merupakan penompang pendidikan vokasi yang digadang gadang menjadi bagian komponen penting menghadapi isu strategis nasional yaitu BONUS DEMOGRAFI
Akan kah....?
Jadi apakah diharamkan jika pemerintah daerah mengambil salah satu bagian dari tanggung jawab pendidikan dengan membuat kebijakan Pergub Lampung 61 tahun 2020 sebagai landasan hukum bagi solusi memajukan dunia pendidikan?
Link PERGUB 61 https://drive.google.com/file/d/1XmwxHe0dOvi1H15N0FH_dNIQJ9ZjfSy_/view
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H