Mohon tunggu...
Subiharto (Bejo)
Subiharto (Bejo) Mohon Tunggu... -

Aku akrab disapa Bejo. Tapi, aku tetap saja Aku. Aku bukan kamu, begitu pula sebaliknya. Aku hanya seorang manusia yang sedang belajar "memahami hidup" dan yang Aku mulai dari mencari tahu "tentang kehidupan." Mencoba menata barisan huruf menjadi kata, kalimat, paragraf, dan hingga bisa disebut tulisan (opini, essai, dll) aku jadikan bagian hidupku menjalani kehidupan ini. Kiranya, itulah Aku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Uneg-uneg dari Teras

27 Desember 2011   20:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:40 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Oke, ambil saja, pak. Santai. Tak usah sungkan. Lain waktu, kalau nganggur, main saja kesini pak. Kita ngobrol-ngobrol lagi. haha…”

“Korannya satu, pak. Harga biasa, kan? Hehe…” Sambil ku ulurkan uang receh dari saku celana kiriku.

“Siap, mas.” jawabnya sambil jalan usai menyulut rokok.

“Iya, harga biasa. Ini korannya. Terima kasih untuk rokoknya. Hehe…” imbuhnya sambil menjulurkan koran padaku.

Pak Abidin pun berjalan membelakangiku. Ia lenyap dari pandanganku.

***

Sekilas obrolan tadi kembali terbayang. Ada apa dengan negeriku?

Kadang aku berpikir, untuk apa aku memikirkan itu semua. Toh, yang berhak bersuara, suaranya belum tentu didengar pemerintah. Malah, yang bersuara dikandangkan dalam penjara bawah tanah ukuran 1×2 meter. Lenyap, dengan suksesnya shooting skenario yang disutradarai petugas berbintang.

Tapi, apakah aku harus diam melihat ketidakadilan yang terjadi di tanah kelahiranku ini?

Berbagai wujud tuntutan keadilan, menjadi tontonan berlabel “Hot News”. Penyiksaan diri, alih-alih mengambil hati sang penguasa untuk menegakkan HAM pun jadi suguhan media. Macam koran ini salah satunya.
Aku sadar, dibawah hanya bisa bersuara. Didengar pemerintah yang tugasnya memerintah—memegang kendali pemerintahan—menjadi harapan nomor wahid. Tanpa perintahnya, kita tak bisa berbuat apa-apa selain hanya bersuara.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun