Mohon tunggu...
Subiharto (Bejo)
Subiharto (Bejo) Mohon Tunggu... -

Aku akrab disapa Bejo. Tapi, aku tetap saja Aku. Aku bukan kamu, begitu pula sebaliknya. Aku hanya seorang manusia yang sedang belajar "memahami hidup" dan yang Aku mulai dari mencari tahu "tentang kehidupan." Mencoba menata barisan huruf menjadi kata, kalimat, paragraf, dan hingga bisa disebut tulisan (opini, essai, dll) aku jadikan bagian hidupku menjalani kehidupan ini. Kiranya, itulah Aku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Uneg-uneg dari Teras

27 Desember 2011   20:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:40 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Betul itu, pak. Sesaat rame diberitakan penyidikan. Usut punya usut. Ee… tiba-tiba, lenyap dengan sendirinya.” Tegasku.

“Terus, berita menarik yang lain apa, pak?”

“Ada, mas.”

“Salah satu mahasiswa yang ikut demo kemarin meninggal akibat bentrok dengan petugas keamanan dan terkena peluru nyasar…” baca Pak Abidin dari koran yang ia pegang.

“Terus, ini mas, pemerintah belum bertindak apa-apa meski warganya yang bekerja di Arab terbukti dianiaya majikannya hingga tewas. Belum lagi masalah bangunan-bangunan yang menjadi fasilitas umum, yang pada ambruk, banyak makan korban jiwa yang faktanya baru beberapa tahun serah terima. Padahal, setahu saya setiap nominal yang tertera dalam plakat bukti serahterima tertulis anggaran sesuai standart kebutuhan bangunan itu.”

Terbesit pikirankan, teringat beberapa minggu yang lalu ada jembatan putus disaat kendaraan banyak melintas. Mungkin jembatan itu yang dimaksud pak Abidin. Ngeri, memang. Tak ingin aku bicara soal itu. Lebih baik, aku bicara yang di sini saja.

“Aku sendiri juga heran, Pak.” Kataku, “Bapak tahu kan sekolahan di RT sebelah itu. Masak, gedung baru yang ada di depan itu sudah di kosongkan, karena dindingnya sudah retak hingga atas. Dan lantainya juga sudah terbelah. Padalah gedung itu belum ada 3 tahun lho, pak. Sedangkan gedung pertama beridirnya sekolahan itu, yang sekarang dijadikan kantor masih kokoh.”

“E… mbuh, mas. Kalau masalah bangunan itu, entah arsiteknya yang abal-abal sehingga tak tahu jenis tanahnya atau matrialnya dimakan sama pemborongnya, saya juga tidak tahu.”

“Maktrial kok dimakan ki lho, pak?” kataku memotong penjelasannya.

“Lha sekarang kalau jatah semen 3 sak, hanya diberi 1,5 sak, trus yang 1,5 sak lagi kemana kalau tidak dimakan, mas? Hahaha….,” Jelasnya sambil tertawa.

“Sudah, mas. Aku tak nganter koran dulu. Kasihan nanti pelanggan kalau kesiangan. Pelanggan bisa marah, nanti. Hehe…, rokoknya satu ya, mas. Sambil jalan enak ni kayaknya kalau ngerokok. Hehe…” pamitnya sambil senyam-senyum minta rokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun