Mohon tunggu...
Muhammad Eko Subagtio
Muhammad Eko Subagtio Mohon Tunggu... Freelancer - History Educator

Historia Est Magistra Vitae, Nuntia Vetustatis..!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Soesilo Toer, Berbagi Kisah Perjalanan Hidup dan Kenangan Besarnya

27 Maret 2020   17:00 Diperbarui: 28 Maret 2020   10:59 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenai pengalaman pendidikan di Uni Soviet, beliau bercerita lebih banyak dan sempat membandingkan dengan pendidikan di dalam negeri. Di Indonesia, hanya mahasiswa tertentu yang mendapatkan beasiswa, itupun melalui tahapan yang cukup selektif. 

Namun di Uni Soviet, hampir semua mahasiswa menerima beasiswa termasuk dirinya. Apabila mahasiswa kurang pandai ada konsekuensi khusus yaitu bekerja selama dua tahun bagi mahasiswa asing dan ikut wajib militer selama tiga hingga empat tahun bagi mahasiswa dalam negeri. 

Beliau mengatakan, “Kalau di Uni Soviet, mahasiswa yang bodoh itu dimasukkan ke militer menjadi pasukan angkatan perang, mas. Sedangkan di Indonesia, justru anak-anak yang cerdas itu pada berobsesi masuk militer. Anda pun paham jika itu semua tidak lepas dari pengaruh militer yang pernah menguasai negara selama puluhan tahun,” tutur beliau.

Pengalaman paling mengesankan yang pernah dialami selama kuliah adalah ketika berkelana mengunjungi kutub utara. Ia mengaku, mungkin di antara seluruh Indonesia hanya dirinya yang pernah menginjakan kaki di kutub utara pada pertengahan abad 20. 

Hal itu bisa ia lakukan sebab pendapatan yang ia sangat tinggi, kehidupan yang dijalani selama berada di Uni Soviet tidak pernah kekurangan sama sekali, “Biaya hidup di Uni Soviet waktu itu 1 rubel per harinya, berarti satu bulan ada 30 rubel, sementara pemasukan saya per bulan bisa sampai 400 rubel,” ceritanya. 

Selain mendapat beasiswa Lenin, Soesilo juga bekerja sebagai penulis dan editor di tempat percetakan/penerbitan buku. Surplus pendapatan yang diterima, ia manfaatkan untuk mencari pengalaman sebanyak-banyaknya, termasuk bepergian hingga ke kutub utara. 

Salah satu pengalaman mengesankan lainnya adalah ketika ia memiliki kenalan seorang perempuan ketika jalan-jalan di Leningrad, St. Petersburg. 

Setelah saling mengenal lebih jauh, rupanya perempuan tersebut merupakan salah satu putri dari Raja Gypsy Polandia, tentu saja pengakuan tersebut membuat Soesilo kaget. 

Walaupun berasal dari kelas sosial yang berbeda namun hubungan keduanya terjalin sangat baik, “Dia pernah kecewa dengan saya mas, waktu tahu saya lulus kuliah duluan, kan program doktoral saya selesai 1,5 tahun dari batas normal 2 tahun, sedangkan dia belum lulus,” cerita beliau sambil tertawa. Namun keduanya harus berpisah ketika Soesilo kembali ke tanah air.

Terkait kondisi pendidikan di dalam negeri, beliau kembali memberi komentar dengan nada yang lebih bersemangat. Bagi Soesilo Toer, seluruh permasalahan kaum intelektual di Indonesia bersumber dari institusi pendidikan yang justru membuat anak didik hanya berorientasi mengejar keuntungan pribadi, bukan untuk mengabdi kepada masyarakat. 

Menurutnya, fenomena tersebut bermula sejak era Orde Baru, ketika beragam institusi pendidikan dibangun dengan tujuan komersial, yakni demi mengeruk keuntungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun