Mohon tunggu...
I Wayan Gede Suacana
I Wayan Gede Suacana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku dan Artikel, Peminat Yoga Asana dan Meditasi

Membaca dan menulis untuk aktualisasi diri, praktik yoga asana dan meditasi untuk realisasi diri. Menjalani hidup apa adanya, menghargai keberagaman yang memancarkan keindahan sebagai manifestasi kesatuan dalam variasi. Motto: Unity, Purity, Divinity. Penulis Majalah Mahasiswa (1988-1990); Pengelola/ Redaksi Jurnal Politik Sarathi dan Jurnal Sosial dan Politik Sintesa (1991-2013); Blooger Bali Sai Amrita (Maret 2009-Februari 2014); Penulis Kolom Opini Harian Umum Bali Post (2003-2013); Penulis artikel pada Media Online/ Citizen Media: Atnews, Majalah Sraddha, Kompasiana dan Opinia (Januari 2024-sekarang); Dosen dan peneliti di Universitas Warmadewa Denpasar (1991- sekarang); Peminat yoga asana dan meditasi (1988-sekarang); Pemenang I Lomba Esai yang diadakan oleh Ikatan Wanita Penulis Bali (2008). Alamat E-mail: suacana@warmadewa.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makna Peringatan Hari Ibu

21 Desember 2024   20:35 Diperbarui: 22 Desember 2024   04:08 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Seorang Ibu, Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pada setiap tanggal  22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi perempuan Indonesia Hari Ibu selalu menjadi momen khusus. Peringatan Hari Ibu ternyata bukan saja merupakan hari peringatan untuk mengucapkan terimakasih atas jasa ibu yang begitu istimewa, namun Hari Ibu bertujuan untuk mendorong semua pemangku kepentingan (stakeholders) dan masyarakat luas untuk memberikan perhatian dan pengakuan akan pentingnya eksistensi perempuan dalam berbagai bidang pembangunan.

Semula hari itu diperingati untuk mengenang peristiwa heroik yang terjadi pada 22 Desember 1928, yaitu Kongres Perempuan Indonesia yang pertama. Diantara yang hadir terdapat tokoh-tokoh organisasi-organisasi penting di Indonesia yang dipimpin oleh kaum lelaki, seperti Boedi Oetomo, PNI, Pemuda Indonesia, PSI, Walfadjri, Jong Java, Jong Madoera, Mohammadijah dan Jong Islamieten Bond. Para peninjau mencatat sejumlah tokoh penting yang hadir antara lain: Mr. Singgih dan Dr. Soepomo dari Boedi Oetomo, Mr. Soejoedi (PNI), Dr. Soekiman (PSI), A.D. Haani (Walfadjri). Kongres diadakan di sebuah pendopo Dalem Jayadipuran, milik seorang bangsawan, R.T. Joyodipoero. Sekarang gedung tersebut sudah digunakan sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional di Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta.

Peringatan Hari Ibu di Indonesia memiliki makna yang mendalam dan beragam, antara lain:

Makna Historis

Makna historis peringatan Hari Ibu yaitu: Pertama, Peringatan perjuangan perempuan Indonesia melawan penjajahan Belanda dan dalam perjuangan kemerdekaan. Para pahlawan perempuan ini juga turut berpartisipasi dalam melawan kolonialisme, mengusir penjajah, serta memperjuangkan hak-hak perempuan. Cut Nyak Dien: Simbol Perlawanan dari Aceh; R.A. Kartini: Pelopor Emansipasi Perempuan; Dewi Sartika: Perintis Pendidikan Perempuan di Jawa Barat; Martha Christina Tiahahu: Pejuang Muda dari Maluku; Maria Walanda Maramis: Pendorong Kesadaran Politik Perempuan; Rasuna Said: Pejuang Kesetaraan dan Hak-Hak Perempuan; Fatmawati Soekarno: Simbol Ketangguhan Perempuan dalam Perjuangan Kemerdekaan; Opu Daeng Risadju: Pejuang dari Sulawesi Selatan. 

Perempuan pahlawan nasional Indonesia telah menunjukkan bahwa keberanian, kecerdasan, dan dedikasi tidak mengenal gender. Mereka telah berjuang di berbagai bidang, dari pendidikan, politik, hingga medan perang, dan memberikan kontribusi besar dalam sejarah perjuangan Indonesia.

Kedua, Peringatan Kongres Wanita/ Perempuan Indonesia pertama (22-25 Desember 1928). Kongres Wanita/ Perempuan Indonesia I dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan yang menyebar di Jawa dan Sumatera. Para perempuan tersebut terinspirasi dari perjuangan perempuan era abad ke-19 untuk berjuang melawan para penjajah. Tujuan pengadaan Kongres Perempuan Indonesia I adalah mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan perempuan Indonesia.

Ketiga, Hari Ibu di Indonesia pertama kali diperingati pada tahun 1953, berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 316 tahun 1953 dan kemudian ditetapkan oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang bukan Hari Libur. 

Foto Seorang Ibu, Sumber: Dokumentasi Pribadi
Foto Seorang Ibu, Sumber: Dokumentasi Pribadi

Makna Sosial

Makna sosial dari Hari Ibu yaitu: Pertama, menghargai peran ibu sebagai pendidik dan pembentuk karakter. Seorang ibu memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah keluarga, di mana tidak hanya terbatas pada tugas-tugas seperti melahirkan, merawat anak dan mengurus rumah tangga. Namun, peran ibu dalam keluarga yang paling penting adalah bertanggung jawab dalam membentuk karakter anak-anak, memberikan pendidikan moral, serta memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, mengakui kontribusi perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Perempuan adalah tulang punggung keluarga dan masyarakat. Mereka memberikan perawatan, dukungan, dan pengasuhan kepada keluarga mereka dan sangat penting bagi perkembangan anak-anak. Perempuan juga memainkan peran penting dalam pembangunan masyarakat dan sering mengambil peran kepemimpinan dalam organisasi masyarakat.

Ketiga, meningkatkan kesadaran tentang kesetaraan gender. Peningkatan kesadaran gender bertujuan untuk mempromosikan dan mendorong pemahaman umum tentang tantangan terkait gender, misalnya, kekerasan terhadap perempuan dan kesenjangan upah berdasarkan gender. Hal ini juga bertujuan untuk menunjukkan bagaimana nilai dan norma memengaruhi realitas kita, memperkuat stereotip dan mendukung struktur yang menghasilkan ketidaksetaraan. Peningkatan kesadaran gender bertujuan untuk mempromosikan dan mendorong pemahaman umum tentang tantangan terkait gender, misalnya, kekerasan terhadap perempuan dan kesenjangan upah berdasarkan gender. Hal ini juga bertujuan untuk menunjukkan bagaimana nilai dan norma memengaruhi realitas kita, memperkuat stereotip dan mendukung struktur yang menghasilkan ketidaksetaraan.

Keempat, menghormati peran perempuan sebagai pekerja dan pengusaha. Upaya emansipasi perempuan telah diterapkan di berbagai lingkungan masyarakat, tidak terkecuali pada lingkungan pekerjaan. Banyak usaha-usaha sederhana yang dapat dilakukan untuk menerapkan emansipasi perempuan di tempat kerja.

Foto Sungkeman, Sumber: Koleksi Pribadi
Foto Sungkeman, Sumber: Koleksi Pribadi

Makna Kultural

Makna kultural Hari Ibu adalah: Pertama, melestarikan tradisi dan budaya Indonesia. Perempuan adalah penjaga pembawa damai dari warisan budaya, memastikan bahwa generasi mendatang tidak hanya mengetahui akar mereka tetapi juga menghargainya. Dengan memelihara tradisi, mereka menjadi jangkar stabilitas sosial, memperkuat rasa kebersamaan dan melestarikan rasa identitas yang unik.

Kedua, menghargai ajaran leluhur tentang posisi penting "lima ibu" yang wajib dihormati, yaitu: 1) Deha Maatta: Ibu yang melahirkan kita. Tuhan tidak akan memberikan anugerah pada orang yg tidak berbakti kepada Ibunya; 2) Deva Maatta: Tuhan sebagai ibu yang dengan penuh kasih menuntun kita mengarungi dinamika kehidupan; 3) Veda Maatta: Sabda suci Tuhan yang berisi berbagai tuntunan hidup; 4) Bumi Maatta: Ibu Pertiwi, bumi ini tempat lahirnya manusia, hewan dan tumbuhan; 5) Desa Maatta: Tradisi yang bersumber dari kitab-kitab suci sebagai ibu umat manusia.

Ketiga, mengembangkan kesadaran akan pentingnya peran perempuan dalam masyarakat. Perempuan bisa menjadi aktor strategis di dalam pembangunan. Tidak hanya pembangunan di desa-desa, tetapi juga pembangunan di perkotaan dan nasional yang dapat mengubah kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera.

Dalam bab III sloka 56 kitab Manawa Dharmasastra disebutkan bahwa kedudukan perempuan sangatlah mulia:


Yatra naryastu pujyante Ramante tatra dewata,
Yatraitastu na pujiante Sarwastalah kriyah

(Dimana perempuan dihormati, disanalah para dewa merasa senang, tetapi sebaliknya dimana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang berpahala)

Berdasarkan sloka di atas kedudukan perempuan  adalah istimewa dan harus dihormati, mempunyai arti wajib bagi saudara-saudaranya untuk menghormati dan melindungi. Kedudukan  perempuan dan pria diumpamakan sebagai tangan kanan dan tangan kiri yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu masyarakat yang utuh. Mereka mempunyai kedudukan yang sama namun fungsi dan tugas serta kewajiban yang berbeda sesuai dengan guna karma dan swadharmanya masing-masing. Pada akhirnya, warisan yang ditinggalkan oleh perempuan akan terus hidup dan menginspirasi generasi masa kini untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, kesetaraan dan kemerdekaan dalam berbagai manifestasinya.

Foto Seorang Ibu, Sumber: Dokumentasi Pribadi
Foto Seorang Ibu, Sumber: Dokumentasi Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun