Mohon tunggu...
SUY ONO BRAM
SUY ONO BRAM Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka membaca saja

Lentera jiwa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyum Gadisku

2 April 2020   22:53 Diperbarui: 2 April 2020   23:06 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat tingkahku yang lebih memilih gabung sama bapak bertembang ria , membuat ibu mengurungkan niat untuk melanjutkan omongan. Ibu hanya berdehem dan menghela nafas agak panjang. Sambil geleng-geleng kepala pula.   

"Terimakasih pula mau berkunjung " tiba - tiba suaranya membuyarkan bayang - bayang keasyikanku bercengkrama dengan kedua orangtua. Oh ternyata aku sedang berada dirumah gadisku. Ini yang terkadang  aku tidak suka dengan jalan pikiranku. Selalu berbelok arah bila sedang  bertandang dilain tempat. 

 " Sendirian saja ? ", diapun melanjutkan omongannya yang sebenarnya tidak aku kehendaki, karena ini merupakan pertanyaan bernada menghakimi sekaligus mengintrogasi. Atau jangan-jangan ini hanya bentuk spontanitas dari rasa cemburu yang menyeruak tanpa mampu dia kontrol. Apakah dia masih pantas memiliki rasa cemburu ? Mestinya aku. 

Empat tahun yang lalu dia meninggalkanku dengan alasan perjodohan. Tanpa perlawanan untuk menolak  sedikitpun. Aku bingung dan marah sekali, sampai - sampai aku tolak ajakan Ningsih untuk berbarengan datang menghadiri pesta perkawinannya. Ningsih pun tak sanggup membujukku. Kubiarkan Ningsih melangkah dengan langkah ragunya saat meninggalkan pintu rumah, sesekali menoleh kebelakang, barang kali aku berubah pikiran. Aku tetap tak bergeming dengan keputusanku.  

Namun menjelang pukul sembilan malam kuputuskan berangkat, tak kuhiraukan lagi hujan deras dan suara petir menggelegar. Kedua orang tuaku pun tak menghalangi niatku. Karena mereka tahu, mereka pernah muda. 

Kalau mengingat kejadian itu rasanya aku tersenyum geli, apa yang kulakukan benar-benar hampir menenggelamkan jiwa ksatriaku. Dan kini aku tengah berhadapan dengannya  mencoba untuk memahami perasaannya,. Perihal tentang pertanyaan yang diajukan kepadaku, kuanggap basa basi menyambut tamu. Akupun  menjawab dengan bahasa yang diplomatis.

" Lebih enak sendiri, tidak merepotkan orang " suaraku datar. Kuharap dia tidak menelisik terlalu jauh tentang statusku. Aku kurang pandai berbohong kalau dihadapannya. Maka aku berkesimpulan harus bisa menggiring pembicaraan dalam pertemuan kami ini agar  tidak membahas tentang kehidupanku. Tentang kejombloanku. Gengsi dong. Aku buru - buru ambil inisiatif, kebetulan dari pertama datang aku penasaran dengan sebuah foto yang menempel ditengah dinding tembok ruang  tamu, tepat dihadapanku.

" Eee........" Ternyata kami hampir bersamaan dalam menggerakkan bibir kami. Masing-masing dari kami pun tersenyum tipis.

" Kamu dulu "  ujarnya agak malu-malu.

" Nggak ....kamu aja " akupun akhirnya tak sampai hati untuk mendominasi pembicaraan, padahal tadinya  ini yang kuinginkan. Dengan tatapan yang mengiyakan, diapun menerima usulku. Namun saat mau memulai tiba - tiba terdengar bunyi suara hp.

" Maaf aku terima dulu ya " pintanya sambil mengambil hpnya. Dibacanya dalam hati siapa si penelponnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun