Mohon tunggu...
Hsu
Hsu Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang manusia biasa

Somewhere Only We Know

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gantung

19 Januari 2014   05:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:41 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah tepukan lembut pada bahu sebelah kanan membuyarkan lamunan Novi yang masih mengenakan baju tidur di depan cermin meja riasnya. Lamunan sambil menyisir rambut dengan jari-jari yang membuatnya tak menyadari ketika Winda, tetangga sebelah kost masuk ke ruangan kamar.

"Kamu itu Win... kok senang sekali membuatku jantungan!"

"Wah... wah... Mbak Vi ini asik banget memandang cermin... hhmmm ini hari sabtu nih pasti ada janji sama pacar ya Mbak?

"Walah... pacar dari mana toh Win? Siapa coba yang mau sama aku ini? aku sudah berumur Win... sudah tidak menarik lagi... tak cantik lagi!"

"Eh... Siapa cowok yang bilang Mbak Vi gak cantik? berarti itu cowok matanya picek Mbak hehehe... Aku justru kagum sama kecantikan Mbak Vi!"

Winda berdiri di belakang Novi sambil jari-jarinya menggantikan jari-jari Novi untuk merapikan dan menyisiri rambut Novi... Novi membiarkan hal itu dan kembali larut dalam lamunan sesaat.

"Tuh kan Cantiiikkkk Mbak hehehe..."

Novi tersadar kembali dari lamunannya manakala Winda mulai bawel kembali.

"Mikirin seseorang ya Mbak Vi hehehe ayooo ngaku deh?"

Novi terdiam sesaat...

"Entahlah Win... jujur sebenarnya sudah hampir 20 tahun hal ini berlangsung... sejak aku memutuskan meninggalkannya dan merantau ke Jakarta ini... sejak itu tiada seorang pria pun yang menghampiri... jangankan menghampiri... baru melihat saja sudah buang muka... ehh... ahh sudahlah hehehe kok jadi aku yang curhat!"

Novi bangkit dari kursi meja rias dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Melihat itu Winda mengikuti gerakan Novi dan duduk bersila di atas kasur di sebelah tubuh Novi.

"Mbak Vi teringat seseorang ya?"

"Entahlah Win... aku meninggalkannya karena merasa bahwa aku bukan wanita yang baik untuknya... ahhh entahlah... sudah lama berlalu... mungkin ia sudah berkeluarga sekarang... entahlah."

Winda membuka handphonenya... sekilas bibirnya komat-kamit... membaca sebuah pesan...

"Aiihhh hehehe Mbak Vi aku tinggal dulu ya hehehe lima menit lagi aku di jemput mau di ajak makan dan nonton... mmuuaahhh jangan sedih Mbak... semangat... jika memang orang itu cinta sejatinya Mbak Vi... Mbak Vi harus mencari tahu kabarnya Mbak! Mmuuaahh daaahhhh" Winda mencium kening Novi 2 kali sebelum bangkit dan berlalu dari kamar Novi.

Sepeninggal Winda...

Novi kembali melamun... usianya yang hampir 40 tahun beberapa bulan lagi benar-benar membuatnya gundah... dan selama hampir 20 tahun tiada seorang pria pun yang memberikan perhatian pada dirinya... dan sosok Badai lah yang senantiasa hadir dalam pikiran, lamunan, dan bahkan mimpinya. Seolah kini ada perasaan menyesal yang penuh dengan kerinduan. Seperti kemarau panjang yang begitu merindukan hujan.

***

Seminggu... Novi masih bertahan...

Sebulan... masih juga bertahan...

Tiga bulan... akhirnya ia memutuskan mengambil cuti dari pekerjaan yang telah lama digelutinya sebagai staff keuangan di salah satu perusahaan periklanan di Jakarta.

Dengan kendaraan umum... Novi menuju ke Sukanagara, Cianjur Selatan. Tempat kediaman orang tua Badai. Novi sendiri berasal dari Bandung. Bertemu dan kenal dengan Badai ketika sama-sama kuliah di kampus yang sama di kota Bandung.

Badai... sosok lelaki yang telah beberapa kali menyatakan perasaan dan bahkan melamar Novi... dan pernah juga menolong Novi dari pria yang sempat menjerumuskan Novi ke dunia narkoba dan bahkan merenggut kesucian Novi. Badai lah yang benar-benar membantunya keluar dari semua permasalahan Novi. Badai lah yang tahu seluruh rahasia kehidupan Novi dan bahkan begitu ikhlas mau menerima Novi bagaimanapun keadaan Novi.

Novi lah yang merasa tak pantas mendampingi Badai. Karena perasaan tak pantas itulah Novi akhirnya memutuskan meninggalkan Badai.

***

Tiba di Sukanagara, Cianjur Selatan... lupa-lupa ingat akan tempat itu karena telah lama tak ke daerah itu... kemudian Novi sedikit bertanya-tanya kepada beberapa orang yang ditemuinya... Tiba juga akhirnya Novi di tempat kediaman orang tua Badai. Sebuah rumah kayu yang dulu pernah beberapa kali didatanginya saat liburan kuliah bersama Badai.

Masih sedikit ragu... Novi mengucapkan Salam sambil mengetuk pintu rumah perlahan. Tak lama pintu sedikit terbuka... sesosok wanita berumur sekitar 30 tahunan membuka pintu... wanita itu melebarkan pintu sambil menatap wajah Novi...

"Eh ini bukannya Teh Novi yang dari Bandung? Teh Novi pacar... eh temannya Aa Badai? Benar kan Teh Novi ya?"

"Iya ini Novi... Kamu Pipit kan?

"Iya ini Pipit Teh... haduuuhhh Teh Novi kemana aja baru keliatan... ayoo masuk Teh!"

Pipit mempersilakan agar Novi masuk...

Novi masuk perlahan... pandangan matanya menyapu ruangan... beberapa foto tergantung... Novi terdiam ketika menatap foto diri Badai... jantungnya berdegup.

"Ayoo diminum Teh Novi selagi masih hangat!" Pipit membawakan segelas air hangat untuk Novi.

"Abah sama Emak kemana Pit?

"Maaf Teh Novi... Abah sama Emak sudah almarhum! dan... Aa Badai pun... eh... sebentar Teh Novi."

Novi sedikit penasaran dengan ucapan Pipit soal Badai yang tadi terpotong...

"Ini Surat buat Teteh dari Aa Badai!"

Novi menerima sebuah surat beramplop yang sudah agak menguning... memandangi surat itu... dan...

"Badainya ada Pit???"

"Ehh... hhmmm gimana ya haduuhhh... ayo Teh ikut Pipit ya!"

Pipit bangkit dan meminta Novi untuk mengikutinya.

Novi pun mengikuti langkah Pipit... langkah mereka berdua agak naik ke perbukitan di belakang rumah... hingga tiba di sebuah tanah yang agak datar... di antara rimbunnya pohon Rasamala... Pipit menghentikan langkahnya di hadapan tiga buah makam... kemudian menunjukkan makam yang paling ujung sebelah kanan di sebelah 2 makam yang berdampingan.

"Itu makamnya Aa Badai yang paling ujung kanan... dan yang berdampingan adalah makam Abah dan Emak."

Terkejut Sekali Novi manakala jari telunjuk Pipit menunjuk sebuah makam dan menyebutkan makam Badai...

Badai telah meninggal... Novi mematung... ada air bening dari kedua matanya. Air bening yang mengalir tanpa ia sadari.

Tak lagi menghiraukan Pipit... Novi melangkah perlahan kemudian terduduk di samping makam Badai... sambil mengusap air matanya... Novi membuka surat yang tadi diberikan oleh Pipit. Membuka lipatan kertas... surat yang terlah menguning... lalu membacanya perlahan sambil terisak dan makin terisak...

"Novi ku tercinta...

Maafkan aku yang telah lancang mengambil keputusan seperti ini...

Dengan mengalirnya darah dari pergelangan tanganku...

Dengan tetesan darah ini... kuterima engkau sebagai Isteriku... Sampai kau mengetahui dan membaca surat ini.

Selama engkau belum datang... tiada seorang pun laki-laki yang akan mampu melihat cantiknya wajahmu ataupun menyentuh tubuhmu karena aku pun tak dapat menyentuhmu.

Setelah kau membaca surat ini... maka berakhirlah ikatan antara kau dan aku yang dibuat olehku.

Setelah ini segalanya akan kembali sedia kala dan kembali kepada keputusanmu apakah akan tetap menjadi isteriku atau tidaknya.

Cianjur... 1994.

Yang begitu mencintaimu, Badai."

Selesai membaca... Novi semakin terisak... ia menangis sambil memeluk makam Badai... makam yang pada nisannya tertuliskan "Badai 1970-1994 Suami dari Isteri Tercinta Novi."

Novi baru bangkit ketika Pipit memeluknya dan menenangkannya. Novi melangkah menuruni perbukitan dengan jari lengan kanan masih memegang surat dari Badai sambil pikirannya berkecamuk.

***

Setelah tenang pikirannya selama beberapa hari bersama Pipit... Pipit yang banyak bercerita tentang keluarga dan khususnya kakaknya Badai. Novi kembali ke Jakarta.

Di jakarta... hampir setiap malam Novi selalu membaca Surat dari Badai... Surat yang kemudian ia mengerti tentang dalamnya cinta dan perasaan Badai terhadapnya... tentang mengapa selama hampir 20 tahun tak ada seorang pun pria yang mendekatinya.

Ikatan yang dibuat oleh Badai dengan tetesan darahnya.

Hingga satu malam...

"Badai... keputusanku adalah... Aku Novi... akan tetap menjadi Isterimu karena engkau telah menerimaku sebagai Isterimu dengan tetesan darahmu... Sampai kapan pun... sampai ajalku tiba... aku tetap Isterimu."

***

Setelah itu... hampir setiap awal bulan... Novi senantiasa mengunjungi makam Badai... menaburkan bunga dan berdoa.

Demikian hingga beberapa bulan kemudian...

"Mbak Vi mau kemana... pagi-pagi sudah cantik sekali? mau ketemu ehem-ehem ya?"

"Ahh kamu ini Win selalu saja mengagetkanku!"

"Mau ke mana Mbak Vi? Winda ikut ya? kebetulan lagi liburan nih!"

"Ayo kalau mau ikut!"

"Eh ke mana dulu Mbak Vi?"

"Ke Cianjur ke tempat Suamiku!"

"Haaahhhhh kapan nikahnya Mbak Vi??? kok Winda gak tahu sih???"

"Ayo buruan kalau mau ikut!"

Winda segera bergegas bersiap dan beberapa menit kemudian mereka berangkat.

Dalam perjalanan Winda selalu saja bawel seperti biasanya dan Novi hanya menjawabnya dengan senyuman sambil berkata... "nanti saja... nanti kamu akan tahu!"

***

Tiba di tempat peristirahatan Badai... seperti biasa Novi menaburkan bunga di atas makam Badai dan berdoa... sementara Winda masih tampak bingung.

Selesai berdoa... Novi menyerahkan surat dari Badai agar Winda membacanya... Winda masih tak mengerti sampai akhirnya Novi bercerita.

Setelah mengetahui semuanya... Winda pun memeluk Novi sambil menangis sesenggukan... sedih sekali ia mengetahui dan mendengar penuturan cerita dari Novi.

Tangisan yang menandai bahwa Winda memahami perasaan Badai dan Novi.

***

Keputusan Novi yang tak lagi menggantung.

~000OOO000~

Ilustrasi "love locks" dari pixabay.com

video "gantung - Melly Goeslow dari youtube.com

~Just My Imagination~

~Hsu~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun