“Ok, Terima Kasih Rey. Nanti akan saya hubungi jika ada yang kurang, namun jika tidak berarti laporan saya setujui dan akan saya tandatangani.” “Baiklah, saya undur diri kembali ke ruangan Pak.”
Lumayan lama kujabat lengan Pak Andi. Sampai-sampai ia sedikit heran, namun senyumanku akhirnya membuatnya tersenyum juga. Segera kuberbalik untuk menyembunyikan beratnya pikiranku.
Secangkir kopi hitam di kantin lumayan menyegarkan pikiran. Seruputan ketiga tak jadi kulanjutkan manakala melihat tayangan televisi di sudut kantin. Pembunuhan misterius di lampu merah dan korban meninggal tertusuk belati di bagian lehernya. Kejadian sedang dalam penyidikan pihak berwajib. Demikian berita yang tayang. Yang benar-benar membuat dahiku berkeringat. Dingin dingin dan dingin.
Tak kulanjutkan seruputan pada cangkir kopi yang masih lebih dari setengah isinya. Segera kuberanjak dari kantin dan menuju ruangan kerjaku.
“Tok.. tok.. tok...” “Masuk!” “Pak Rey... ada tamu Pak... mereka berdua menunggu di ruang rapat!” “Siapa?” “Tidak tahu Pak, ditunggu segera katanya Pak!” “Baiklah, kamu kembali ke pekerjaanmu, aku segera ke ruang rapat!”
***
Mereka... mereka berdua... tidak dikenal... siapa mereka ya... Arrgghhh kudiam dahulu di toilet yang berjarak beberapa meter dari ruang rapat. Kubasuh wajahku hingga terlihat segar. Lumayan menghapus garis kegelisahan walaupun tubuhku terasa dingin.
Melangkah dengan bibir masih komat-kamit. Begitu pintu terbuka, tampak dua pria berjaket kulit hitam tersenyum ramah.
“Langsung saja ya Pak...” “Rey... saya Rey.”
Kusebut singkat namaku begitu berjabat tangan dengan mereka.
“Ok Pak Rey, kami tak berlama-lama. Apakah bapak pemilik mobil ini?”