***
Malam demi malam mereka lalui, namun hingga malam ke-48 pun mereka belum bisa mengetahui apa yang telah terjadi karena belum ada mimpi apapun dari sang Ibu.
***
Malam ke-49. Malam terakhir bagi May dan Ayahnya untuk bisa mengetahui apa yang telah terjadi. Hujan deras dan rintik-rintik silih berganti. Waktu telah hampir menyambut sang Fajar. Terdengar suara rintihan dari bibir sang Ibu yang tertidur. Mereka berdua pun terduduk. Di atas tubuh sang Ibu yang berbaring seolah tercipta sebuah layar besar seperti layar televisi dalam dunia nyata.
Tampak sang Ibu sedang merapikan dagangan Kue-kue basahnya ke dalam keranjang yang biasanya digunakan untuk berkeliling menjajakan ke setiap sudut kota sambil berjalan kaki. Sementara May tampak sedang membereskan sesuatu.
"Tolong kamu bereskan dan potong daun-daun pisang itu seperti yang tadi Ibu berikan contoh May! Hari ini kamu libur sekolah, jadi tolong jangan pergi bermain, bantu Ibu membereskan daun-daun itu untuk dagangan esok hari! Ingat sekali lagi jangan pergi bermain ya!"
"Ya Bu!" May mengangguk sambil memandang Ibunya yang mulai akan berjualan keliling.
Satu jam sepeninggal Ibunya, May masih tampak sibuk merapikan helai demi helai potongan daun pisang sesuai dengan contoh dari Ibunya. Namun beberapa menit kemudian. May bangkit dari duduknya, melihat kalender bulanan yang ada di dinding kayu, kemudian masuk ke kamar dan membuka buku catatan kecilnya.
May memandangi tulisan pada bagian tengah buku catatannya, kemudian membuka lemari pakaian dan berjongkok mengambil sesuatu dari bawah alas kotak lemari yang paling bawah. May kemudian keluar rumah entah untuk melakukan apa.
***
Hari libur menjadikan dagangan Ibu May begitu laris. Hanya seperempat dari waktu biasanya ia berjualan, dagangannya telah habis. Ia pun pulang ke rumah dengan hati gembira. Membuka pintu tak menemukan diri May dan hanya ada potongan-potongan daun pisang yang belum selesai dirapikan.