"Ibumu tak akan marah... ayolah!"
May akhirnya tak menolak lagi dan mengikuti langkah Ayahnya. May masih kebingungan manakala mereka berdua bisa menembus dinding kayu rumah itu.
***
Dalam ruangan yang hanya diterangi sebatang lilin putih di atas meja di hadapan sang Ibu yang masih tetap memandangi sehelai kertas berisi tulisan pendek dengan sebuah Kembang Gula kecil berbentuk hati. May dan sang Ayah berdiri membelakangi sang Ibu. Suara isak tangis sang Ibu rupanya membuat May tertunduk seperti orang menangis, namun tiada setitik pun air mata keluar dari ke dua mata May. May tampak bingung dan menoleh menatap sang Ayah.
"Kita bisa bersedih namun tak akan ada lagi air mata dari ke dua mata kita May... berbeda dengan Ibu yang masih dalam alam Dunia. Keadaan kita berdua dan Ibumu kini berbeda!"
May kembali menunduk.
***
Beberapa lama menunggu, sang Ibu akhirnya merebahkan dirinya di atas kasur kapuk yang sudah lusuh juga bantal-bantalnya. Mereka pun menunggu, bahkan hingga waktu menjelang Fajar, tak ada mimpi apapun dalam tidur sang Ibu.
Fajar. Waktu mereka berdua harus kembali ke alam mereka yang baru.
"Sabarlah May, mungkin besok atau besok lagi atau mungkin pada hari terakhir nanti pada malam ke 49 kita baru akan tahu apa yang sesungguhnya terjadi! Sabarlah!"
May mengangguk kemudian menunduk. Ia pun mengikuti langkah sang Ayah.