Mohon tunggu...
Hanung Teguh
Hanung Teguh Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya pegawe di kantor pajak nun jauh di Banda Aceh sana...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Can, Terima Kasih....

7 Mei 2010   17:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada teman-teman yang mendukung kami. Menyemangati kami karena kami jauh lebih "berani" daripada mereka. Berani mengambil keputusan yang nekat menurut mereka. Apalagi dalam media yang ada, menikah dini adalah ada tanda-tanda "tidak beres" dalam hubungan kami. Menikah karena ada "sesuatu" yang disembunyikan dan "sesuatu" yang tidak beres telah terjadi. Baru empat bulan menikah sudah punya anak misalnya.

Yah, memang budaya permisif berkembang dan merebak saat ini. Tak heran kami yang menikah karena tidak ada "sesuatu yang aneh" dianggap bagian dari "sesuatu yang aneh" itu. Dianggap MBA --Married By Accident--.

Untungnya kami merencanakan untuk menunda mempunyai momongan sebelum lulus kuliah. Dan pada awal pernikahan kami, istriku tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Jadi, selamatlah kami dari gosip-gosip miring yang beredar.

Memang berat dalam usia dini pernikahan kami. Ketika kemandirian untuk diri sendiri mudah dilaksanakan, untuk kemandirian bersama tidak mudah dilaksanakan. Banyak hal yang menguras emosi dan menyita waktu serta pikiran dalam awal-awal menjalani kehidupan bersama.

Banyak tantangan hidup yang nyata di depan kami. Tentang bagaimana kami tinggal berdua dalam satu atap walaupun sederhana, sampai kepada urusan penghasilan untuk bertahan hidup dan untuk urusan kuliah. Bagaimanapun juga, seenak-enaknya rumah orang tua atau rumah mertua, kami tetap tidak bisa mendapatkan kebebasan kami. Padahal kami telah berikrar untuk hidup bersama dan untuk menjadi dewasa. Kenapa musti jadi anak-anak kembali dengan menumpang di rumah orang tua? Maka kami memutuskan untuk mengontrak rumah petak yang sederhana untuk mewujudkan kerajaan kecil kami. Biarpun sederhana, tapi kami mandiri dan bebas untuk mengatur serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri.

Berbagai waktu yang ada kami gunakan untuk bertahan dalam kerasnya hantaman hidup. Entah untuk mencari sambilan maupun tetap untuk bergerak dalam organisasi yang kami ikuti. Bagi kami semua harus sejalan meski terasa berat memang. Meski kerasnya benturan hidup, kami tetap berusaha untuk saling menguatkan dan mendukung. Menyikapi beberapa masalah dan beberapa keadaan dengan santai dan ringan.

Sungguh sesuatu yang sederhana namun ketika diungkapkan dengan hati yang tulus, sangat terasa efeknya. Senyuman maupun pijatan ringan dari ia membuatku segar kembali. Begitu pula panggilan sayang yang kuucapkan membuatnya manja dan kekanak-kanakan di hadapanku. "Can", begitulah ia kupanggil. Cantik.

Sungguh, setiap hal-hal yang sepele seperti ini meringankan beban langkah kami yang dipaksa untuk tumbuh dewasa dan bertanggung jawab. Mengangkat dan sejenak melupakan beban kami dalam kehidupan ini.

Tak ringan segala perjuangan kami. Dari menjadi sales buku sampai menjadi tenaga privat di berbagai bimbingan belajar. Dari berbagai pelosok pasar dan pelosok daerah kami sambangi demi menyambung nafkah hidup.

Alhamdulillah, perjalanan kami terasa lebih ringan setelah kami berhasil membuka toko. Setidaknya kami menjadi lebih mandiri daripada menjadi tenaga orang lain. Kami menjadi sedikit lebih mandiri dengan mengandalkan tenaga dan pikiran kami untuk memajukan omzet toko elektronik sederhana kami. Tak lupa kami berdoa untuk kelancaran usaha kami.

Apalah arti usaha tanpa doa. Dalam perjalanan bersama ini kami merasa lebih dekat dengan Alloh. Kami merasa lemah dan senantiasa butuh setiap bantuanNya. Tak hanya tenaga kami yang lemah, ilmu kami juga kurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun