Arga mengangguk. "Saya setuju. Saya juga sering datang ke sini, mencari inspirasi untuk menulis."
Hana mengangkat alisnya, tertarik. "Penulis, ya? Apa yang sedang kamu tulis?"
"Sedang mencoba menulis novel, tapi belakangan ini sedikit buntu," jawab Arga sambil tersenyum tipis. "Kamu sendiri, apa yang sedang dikerjakan?"
"Saya seorang editor di penerbitan," jawab Hana sambil tertawa kecil. "Mungkin bisa membantu kalau kamu butuh saran."
Obrolan mereka mengalir dengan mudah setelah itu. Mereka berbicara tentang pekerjaan, buku favorit, dan apa pun yang terlintas di pikiran. Tak ada topik yang terlalu berat atau terlalu ringan; semua terasa mengalir dengan alami. Seiring berjalannya waktu, mereka mulai merasa ada kesamaan yang dalam di antara mereka, seolah-olah mereka telah saling mengenal lebih lama daripada yang sebenarnya.
Saat malam semakin larut, langit di luar berubah menjadi gelap, hanya menyisakan cahaya redup dari lampu jalanan. Kafe mulai sepi, hanya tinggal beberapa pengunjung yang tersisa. Arga dan Hana sama sekali tak menyadari berapa lama mereka telah berbicara, sampai pelayan datang menghampiri untuk memberi tahu bahwa kafe akan segera tutup.
"Sepertinya kita harus pergi," kata Arga, merasa sedikit enggan untuk mengakhiri percakapan yang terasa begitu menyenangkan.
Hana mengangguk, meski ia juga merasakan hal yang sama. "Ya, sepertinya begitu."
Mereka berdiri, membereskan barang-barang mereka, lalu berjalan bersama keluar kafe. Udara malam yang dingin menyambut mereka, membuat Hana merapatkan jaketnya.
"Aku senang bisa bertemu dan berbicara denganmu," kata Arga dengan tulus.
"Aku juga," jawab Hana, senyumnya hangat namun ada sedikit keraguan di matanya. "Kapan-kapan, mungkin kita bisa bertemu lagi di sini?"