Orang minang bertahan dengan kemenangannya sementara yang lain dijaga harkatnya. Keduanya sama mendapatkannya, ranah nusantara yang ditegakkan menjadi Indonesia. Apa yang didapat? Madaniah Al-Wathan di garis khatulistiwa.
Ketika derap langkah keindonesiaan kembali dikobarkan. Belati kecil tak perlu disiapkan untuk diletakkan di ujung tanduk, karena pada dasarnya kita telah diikat dengan persaudaraan keindonesiaan, yang dinaungi dibawah keagamaan. Semua kita adalah pemenang.
Perbedaan pendapat itu sah saja tapi semangat Marapalam tetap perlu kita gadang-gadang. Agar beberapa kemungkinan yang akan datang bisa dihadang dengan persiapan matang.
Persepsi timbul akibat serapan informasi. "Kulli min thayibati maa razaqtana". Bangsa yang 'thayib', yang diberkahi lahir dari energi yang baik dan akan mengeluarkan pula energi yang baik. Hukum kekekalan mengatakan ia tak bisa diciptakan tapi bisa ditransfer dan ditransformasikan.
Kenapa kabau yang jadi sandaran atas pijakan, tak lain karena ia cerminan atas pengelolaan. Sebuah konsep managemen kehidupan yang dipatrikan. Tata kelola laku dan antar laku.
Minangkabau tidak mengenal konsep hirarkis, semuanya disusun atas nama kesetaraan, yang diperlambangkan empat tungku sajorong. Tak ada nominasi yang adalah kompromi. Keputusan lahir atas azas kemusyawarahan yang dimufakatkan.
Bundo kanduang adalah symbol penghargaan atas harkat kewanitaan. Mereka dapat tempat yang sangat layak di rumah gadang. Sedangkan para lelaki adalah pelindung dan pengayom yang memagari rumah, agar para wanitanya bisa menjadi tenang.
Penjagaan ini dibuat dengan elok, harta pusaka yang diwariskan nenek moyang selalu dijaga supaya tak lari kemana. Para laki atau menantu tak punya kuasa dalam rumah gadang, tapi mereka mendapati penghormatan seperti raja.
Kabau bisa saja dilambangkan sebagai energi yang memiliki potensi kebaikan, bila bisa dikelola dengan arif, ia akan menjadi bergerak dan berkarya menuju yang positif untuk membantu roda kehidupan. Bila sebaliknya terjadi, potensinya tidak dikelola dengan baik, akan menjadi sia-sia dan bisa juga jadi perusak yang melantakan. Bila itu terjadi, tak ada pematang yang jadi hambatan semuanya dilabrak, merusak tatanan menjadikannya jadi centang perenang.
Tata kelola yang dimodelkan jadi pakem ini adalah bentuk managemen kehidupan yang baik, yang bisa membawa kepada kemenangan. Maka dari itu, mereka para penjaga luhak ini disebut pemenang atau orang Minang. Sebuah indikasi yang dipopulerkan sebagai tanda adalah kemenangan atas penjagaan luhak, wilayah atau tanah mereka dari rongrongan pihak luar.
Bukit Marapalam adalah antitesis. Sebuah pelajaran yang layak direnungkan, bagaimana urang Minangkabau menempatkan ranah mereka diatas keagamaan, terutama Islam. Mereka bertahan sekaligus menerima dengan terbuka karena prinsip keduanya bisa sejalan. Hubungan ini dibina dengan harmonis dan mutualisma. Adat dijaga dan agama dijadikankan acuan. Adat basandi syarak, syarak basandikan kitabullah.