Harapan putih pasir pantai, angin laut berhembus lembut bersenandung merdu menandaskan kisah, keluh kesah pencari nafkah yang berjuang tanpa mengharap sedekah.Â
Menerjang ombak menantang maut demi mendapat sekeranjang harta, harta amis yang berharga sebagai penyambung nyawa keluarga.Â
Rakit berayun sopan diiringi perahu papan dengan nahkoda berpakaian hitam membelah laut menuju harapan. Hujan dan panas menjadi teman setia, gelombang dan angin menjadi hiburan demi harapan yang setumpuk mendapatkan ikan dan udang demi anak istri yang menanti.
Tiba-tiba ia tersadar dari lamunan sesaat akan kenangan tentang ayahnya, tanpa ia sadari setetes air jatuh dari pelupuk matanya, dia menangis sejadi-jadinya, air mata seakan membuka luka lama yang telah susah payah dikuburnya.Â
Terbayang akan wajah-wajah manis yang kini tiada, sebagaimana hujan yang jatuh di padang gersang nampak seperti air mata yang bertuankan rindu.Â
Aisyah mencoba menahan getaran bibirnya yang ingin berteriak, berusaha menopang tubuh dengan kaki kecilnya yang bertumpu pada tangga dermaga, Semua beban seakan dirasakan jua oleh dermaga biru tempat ia duduk.
Laut yang membisu menyimpan surga di kedalamannya, biru bercahaya, kadang tak bersahaja namun pasti tak sengaja, biru yang menenangkan, biru yang mengagumkan, biru yang memanjakan mata, ikan-ikan mutiara ada di rahimmu, kau kandung di akar biru.Â
Ombak pantai menampar karang, angin berhembus membentuk gelombang menambah keindahan, namun kisah tragis yang meninggalkan kenangan pahit terus bergejolak dalam ingatan Aisyah yang membuatnya benci dengan laut.
Dengan suara lirih ia bergumam "aku benci laut serta apa yang ada padanya, laut membuatku sendiri, laut mengambil kebahagiaanku, laut mengambil penyemangat hidupku, jikalah perlu mengapa kau tidak menyeret aku sekalian, kedalam gelombang yang kau ciptakan berbulan-bulan yang lalu, mengapa aku terselamatkan,?". Suara lirih yang disertai isak tangis seakan mengundang senja untuk menepis air mata yang tersingkap di pipi mungil sang gadis kecil.
Jika diceritakan kembali kejadian 4 bulan yang lalu, saat badai di bulan Desember yang merenggut begitu banyak nyawa begitu dramatis. Terombang-ambing di tengah samudra, diterpa badai yang begitu dahsyat tidak akan ada yang dapat menghindar, semua akan berlalu begitu saja.Â
Si ikan besi sudah sedikit rapuh, dipaksakan membawa beban yang melampaui batas maksimal keseimbangan berlayar. Sungguh hal yang sangat disayangkan terjadi, Aisyah menghela nafas panjang mencoba mengingat kembali kejadian saat itu.Â